DIABETES INSIPIDUS
DEFINISI
Diabetes
insipidus merupakan kelainan pada lobus posterior hipofisis yang disebabkan
oleh defisiensi vasopresin yang merupakan hormone antidiuretik (ADH). Kelainan
ini ditandai oleh rasa haus yang sangat (polidipsia) dan pengeluaran urin yang
yang encer dengan jumlah yang besar. Diabetes insipidus dapat terjadi sekunder
akibat trauma kepala, tumor otak atau operasi ablasi atau penyinaran pada
kelenjjar hipofissi. (Brunner & Suddarth. 2001)
Diabetes
insipidus adalah pengeluran cairan tubuh dalam jumlah yang banyakyang
disebabkan oleh gagalnya pengeluaran vasopressin dan gagalnya ginjal terhadap
rangsangan AVP sehingga menimbulkan rasa haus yang tinggi (polidipsia).
Diabetes
insipidus adalah penyakit yang ditandai oleh penurunan produksi, sekresi atau fungsi
ADH. Istilah diabetes insipidus berhubungan dengan kualitas dan kuantitas urin:
penyakit berkaitan dengan jumlah urin yang banyak, keruh, atau tawar. Tanpa
ADH, tubulus koligen ginjal tidak dapat mereabsorbsi air dan tidak dapat memekatkan urin (Corwin,
2009).
ETIOLOGI DIABETES INSIPIDUS
Dalam
keadaan normal, ginjal mengatur konsentrasi air kemih sesuai dengan kebutuhan
tubuh. Pengaturan ini merupakan respon terhadap kadar hormon antidiuretik di
dalam darah. Hormon antidiuretik (yang dihasilkan dari kelenjar hipofisa),
memberikan sinyal kepada ginjal untuk menahan air dan memekatkan air kemih.
Terdapat 2 jenis diabetes insipidus. Pada diabetes insipidus nefrogenik, ginjal
tidak memberikan respon terhadap hormon antidiuretik sehingga ginjal terus-menerus
mengeluarkan sejumlah besar air kemih yang encer. Pada diabetes insipidus
lainnya, kelenjar hipofisa gagal menghasilkan hormon antidiuretik.
Diabetes
insipidus bisa merupakan penyakit keturunan. Gen yang menyebabkan
penyakit ini bersifat resesif dan dibawa oleh kromosom X, karena itu
hanya pria yang terserang penyakit ini. Wanita yang membawa gen ini bisa mewariskan penyakit ini
kepada anak laki-lakinya.
Penyebab
lain dari diabetes insipidus nefrogenik adalah obat-obat tertentu yang bisa
menyebabkan kerusakan pada ginjal:
-
antibiotik
aminoglikosid
-
demeklosiklin
dan antibiotik lainnya
-
lithium (untuk
mengobati penyakit manik-depresif).
Ada beberapa keadaan yang mengakibatkan diabetes insipidus
sentral, termasuk di dalamnya adalah tumor-tumor pada hipotalamus, tumor-tumor
besar hipofisis dan menghancurkan nucleus-nukleus hipotalamik, trauma kepala,
cedera operasi pada hipotalamus, oklusi pembuluh darah pada intraserebral, dan
penyakit-penyakit granuomatosa.
Manifestasi Klinik
a.
Poliuria
Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui
membrane dalam sel menyebabkan hiperglikemia sehingga serum plasma meningkat
atau hiperosmolariti menyebabkan cairan intrasel berdifusi kedalam sirkulasi
atau cairan intravaskuler, aliran darah ke ginjal meningkat sebagai akibat dari
hiperosmolariti dan akibatnya akan terjadi diuresis osmotic (poliuria).
b.
Polidipsia
Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel
kedalam vaskuler menyebabkan penurunan volume intrasel sehingga efeknya adalah
dehidrasi sel. Akibat dari dehidrasi sel mulut menjadi kering dan sensor haus
teraktivasi menyebabkan seseorang haus terus dan ingin selalu minum
(polidipsia).
c.
Dehidrasi
Bila tidak mendapat cairan yang adekuat akan
terjadi dehidrasi. Komplikasi dari dehidrasi, bayi bisa mengalami demam tinggi
yang disertai dengan muntah dan kejang-kejang. Jika tidak segera terdiagnosis
dan diobati, bias terjadi kerusakan otak, sehingga bayi mengalami
keterbelakangan mental. Dehidrasi yang sering berulang juga akan menghambat
perkembangan fisik.
d.
Hipertermia
e.
Nyeri kepala, lemah dan lesu, nyeri otot,
hipotermia dan takikardia.
f.
Berat badan
turun dengan cepat
g.
Enuresis, pada anak yang telah dapat mengendalikan
kandung kencing
h.
Tidak berkeringat atau keringat sedikit, sehingga
kulit kering dan pucat
i.
Anoreksia, lebih menyukai karbohidrat
j.
Gejala dan tanda lain
Tergantung pada lesi primer, misalnya penderita
dengan tumor daerah hipotalamus akan mengalami gangguan pertumbuhan, obesitas,
atau kakheksia prgresif, hiperpireksia, gangguan tidur, seksual prekoks, atau
gangguan emosional. Lesi yang pada awalnya menyebabkan diabetes insipidus akhirnya dapat merusak hipofisis
anterior, pada keadaan demikian diabetes
insipidus cenderung lebih ringan atau hilang sama sekali. (Brunner &
Suddart, 2002)
Komplikasi
- retinopati glukosa/ katrak: terdapat penumpukan sorbitol pada lens mata sehingga menghambat masuknya cahaya ke dalam bola mata
- Nephropati : Penumpukan glukosa pada pembuluh darah halus di ginjal sehingga Merusak filter ginjal dan menyebbkan albuminuria kemudian terjadi Penimbunan sorbitoldan fruktosa pasa jaringan saraf dan penurunan Kadar mioinositol dan akan Mengganggu kegiatanmetabolik sel-selschwann dan hilangnya akson
- Coronary Heart desease : Adany penimbunan sorbitol dalam intima vaskuler, hiperlipoproteinemia dan kelainan pembekuan darah akan menyebbkan atherosclerosis
- Dehidrasi hipernatremik serta komplikasi neurologisnya
- Retardasi mental
- Hidronefrosis
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Diagnosis
diabetes insipidus ditegakkan berdasarkan gejala klinik, laboratorium
(urinalisis fisis dan kimia dan tes deprivasi air). Menurut National Kidney and
Urologic Disease Information Clearinghouse (2009), untuk mendiagnosa penyebab
suatu poliuria adalah akibat diabetes insipidus, bukan karena penyakit lain,
caranya adalah dengan menjawab tiga pertanyaan yang dapat kita ketahui dengan
anamnesa dan pemeriksaan.
1. Apakah yang menyebabkan
poliuria tersebut adalah pemasukan bahan tersebut (dalam hal ini air) yang
berlebihan ke ginjal atau pengeluaran yang berlebihan.
Bila pada anamnesa
ditemukan bahwa pasien memang minum banyak, maka wajar apabila poliuria itu
terjadi.
2. Apakah penyebab poliuria ini
adalah faktor renal atau bukan. Poliuria bisa terjadi pada penyakit gagal
ginjal akut pada periode diuresis ketika penyembuhan. Namun, apabila poliuria
ini terjadi karena penyakit gagal ginjal akut, maka akan ada riwayat oliguria
(sedikit kencing).
3. Apakah bahan utama yang
membentuk urin pada poliuria tersebut adalah air tanpa atau dengan zat-zat yang
terlarut.
Pada umumnya,
poliuria akibat diabetes insipidus mengeluarkan air murni, namun tidak menutup
kemungkinan ditemukan adanya zat-zat terlarut. Apabila ditemukan zat-zat
terlarut berupa kadar glukosa yang tinggi (abnormal) maka dapat dicurigai bahwa
poliuria tersebut akibat DM yang merupakan salah satu differential diagnosis
dari diabetes insipidus.
Jika kita
mencurigai penyebab poliuria ini adalah diabetes insipidus, maka harus
melakukan pemeriksaan untuk menunjang diagnosis dan untuk membedakan apakah
jenis diabetes insipidus yang dialami, karena penatalaksanaan dari dua jenis
diabetes insipidus ini berbeda. Ada beberapa pemeriksaan pada diabetes
insipidus, antara lain:
1. Hickey Hare atau Carter-Robbins
2. Fluid deprivation
3.
Uji nikotin
Apapun
pemeriksaannya, prinsipnya adalah untuk mengetahui volume, berat jenis, atau
konsentrasi urin. Sedangkan untuk mengetahui jenisnya, dapat dengan memberikan
vasopresin sintetis, pada diabetes insipidus sentral akan terjadi penurunan
jumlah urin, dan pada diabetes insipidus nefrogenik tidak terjadi apa-apa.
Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium : darah,
urinalisis fisis dan kimia.
Jumlah
urin biasanya didapatkan lebih dari 4-10 liter dan berat jenis bervariasi dari
1,001-1,005 dengan urin yang encer. Pada keadaan normal, osmolalitas plasma
kurang dari 290 mOsml/l dan osmolalitas urin 300-450 mOsmol/l. Pada keadaan
dehidrasi, berat jenis urin bisa mencapai 1,010, osmolalitas plasma lebih dari
295 mOsmoll dan osmolalitas urin 50-150 mOsmol/l. Urin pucat atau jernih. Kadar
natrium urin rendah. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan kadar natrium yang
tinggi dalam darah. Fungsi ginjal lainnya tampak normal.
Test
deprivasi air diperlukan untuk pasien dengan diabetes insipidus dengan
defisiensi ADH parsial dan juga untk membedakan diabetes insipidus dengan polidipsia
primer pada anak. Pemeriksaan harus dilakukan pagi hari. Hitung berat badan
anak dan periksa kadar osmolalitas plasma maupun urin tiap 2 jam. Pada individu
normal, osmolalitas akan naik (<300) namun output urin akan berkurang dengan
berat jenisyang naik (800-1200).
2. Radioimunoassay untuk
vasopresin
Kadar plasma
yang selalu kurang dari 0,5 pg/mL menunukkan diabetes insipidus neurogenik
berat. Kadar AVP yang subnormal pada hiperosmolalitas yang menyertai
menunjukkan diabetes insipidus neurogenik parsial. Pemeriksaan ini berguna
dalam membedakan diabetes insipidus parsial dengan polidipsia primer.
3. Rontgen cranium
Rontgen cranium
dapat menunjukkan adanya bukti tumor intrakranium seperti kalsifikasi,
pembesaran sella tursika, erosi prosesus klinoid, atau makin melebarnya sutura.
4. MRI
MRI
diindikasikan pada pasien yang dicurigai menderita diabetes insipidus. Gambaran MRI dengan T1 dapat membedakan
kelenjar pituitaria anterior dan posterior dengan isyarat hiperintense atau
yang disebut titik terang/isyarat terang. Titik terang muncul pada MRI
kebanyakan penderita normal, namun tidak tambap pada penderita dengan lesi
jaras hipotalamik-neurohipofise.
Penderita
dengan dabetes insipidus autosom dominan, titik terang biasanya muncul, mungkin
disebabkan oleh akumulasi mutan kompleks AVP-NP II. Menebalnya tangkai kelenjar
pituitaria dapat terlihat dengan MRI pada penderita dengan diabetes insipidus
dan histiositosis sel langerhans (LCH) atau infiltrasi limfosit. Pada beberapa
penderita abnormalitas MRI dapat dideteksi bahkan sebelum bukti klinis LCH lain
ada. (Supriyanto. 2009)
PENATALAKSANAAN
Pengobatan diabetes insipidus harus
disesuaikan dengan gejala yang ditimbulkannya. Pada pasien diabetes insipidus
sentral parsial dengan mekanisme rasa haus yang utuh tidak diperlukan terapi
apa-apa selama gejala nokturia dan poliuria tidak mengganggu tidur dan
aktivitas sehari-hari. Tetapi pasien dengan gangguan pada pusat rasa haus,
diterapi dengan pengawasan yang ketat untuk mencegah terjadinya dehidrasi. Ini
juga berlaku bagi orang-orang yang dalam keadaan normal hanya menderita
diabetes insipidus sentral parsial tetapi pada suatu saat kehilangan kesadaran
atau tidak dapat berkomunikasi.
Pada diabetes insipidus sentral yang
komplit biasanya diperlukan terapi hormone pengganti (hormonal replacement).
DDAVP (1-desamino-8-d-arginine vasopressine) merupakan obat pilihan utama untuk
diabetes insipidus sentral. Obat ini merupakan analog arginine vasopressine
manusia sintetik, mempunyai lama kerja yang panjang dan hanya mempunyai sedikit
efek samping, jarang menimbulkan alergi dan hanya mempunyai sedikit pressor
effect. Vasopressin tannate dalam minyak (campuran lysine dan arginine
vasopressin) memerlukan suntikan setiap 3-4 hari. Vasopressin dalam aqua hanya
bermanfaat untuk diagnosis karena lama kerjanya yang pendek.
Selain terapi hormone pengganti dapat
juga dipakai terapi adjuvant yang secara fisiologis mengatur keseimbangan air
dengan cara :
· Mengurangi jumlah air ke
tubulus distal dan collecting duct
· Memacu penglepasan ADH
endogen
· Meningkatkan efek ADH endogen
yang masih ada pada tubulus ginjal.
Obat-obatan yang biasa dipakai adalah antara lain :
1. Diuretik tiazid
Menyebabkan suatu antineuresis sementara, deplesi ECF ringan
dan penurunan GFR. Hal ini menyebabkan peningkatan reabsorbsi Na+
dan air pada nefron yang lebih proksimal sehingga menyebabkan berkurangnya air
yang masuk ke tubulus distal dan collecting duct. Tetapi penurunan EABV
(effective arterial blood volume) dapat menyebabkan terjadinya hipotensi
ortostatik. Obat ini dapat dipakai pada diabetes insipidus baik sentral maupun
nefrogenik.
2. Klorpropamid
Meningkatkan efek ADH yang masih ada terhadap tubulus ginjal
dan mungkin pula dapat meningkatkan penglepasan ADH dari hipofisis. Dengan
demikian obat ini tidak dapat dipakai pada diabetes insipidus sentral komplit
atau nefrogenik. Efek samping yang harus diperhatikan adalah timbulnya
hipogilkemia. Dapat dikombinasi dengan tiazid untuk mencapai efek maksimal.
Tidak ada sulfonylurea yang lebih efektif dan kurang toksik dibandingkan dengan
klorpropamid pengobatan diabetes insipidus.
3. Klofibrat
Seperti klorpropamid. Klofibrat juga meningkatkan penglepasan
ADH endogen. Kekurangan klofibrat dibandingkan dengan klorpropamid adalah harus
diberikan 4x sehari, tetapi tidak menimbulkan hipoglikemi. Efek samping lain
adalah gangguan saluran cerna, miositis, gangguan fungsi hati. Dapat
dikombinasi dengan tiazid dan klorpropamid untuk dapat memperoleh efek makimal
dan mengurangi efek samping pada diabetes insipidus sentral parsial.
4. Karbamazepin
Suatu anti konvulsan yang terutama efektif dalam pengobatan
tic douloureux, mempunyai efek seperti klofibrat tetapi hanya mempunyai sedikit
kegunaan dan tidak dianjurkan untuk dipakai secara rutin.
1. Data Demografi
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama,
pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan,
dan penanggung
biaya.
2.
Riwayat Sakit dan Kesehatan
2.1 Keluhan
utama
Biasanya pasien merasa haus, pengeluaran air kemih yang
berlebihan, sering keram dan lemas jika minum tidak banyak.
2.2 Riwayat
penyakit saat ini
Biasanya pasien mengalami poliuria, polidipsia, nocturia, kelelahan,
konstipasi
2.3 Riwayat
penyakit dahulu
Biasanya pasien pernah mengalami cidera otak, tumor,
tuberculosis, aneurisma/penghambatan arteri menuju otak, hipotalamus mengalami
kelainan fungsi dan menghasilkan terlalu sedikit hormone antidiuretik, kelenjar
hipofisa gagal melepaskan hormon antidiuretik kedalam aliran darah, kerusakan
hipotalamus/kelenjar hipofisa akibat pembedahan dan beberapa bentuk
ensefalitis, meningitis.
2.4 Riwayat
penyakit keluarga
Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang mungkin ada
hubungannya dengan penyakit klien sekarang, yaitu riwayat keluarga dengan
diabetes insipidus.
2.4 Pengkajian
psiko-sosio-spiritual
Mengkaji perubahan kepribadian dan
perilaku klien, perubahan mental, kesulitan mengambil keputusan,
kecemasan dan ketakutan hospitalisasi, diagnostic test dan prosedur pembedahan,
adanya perubahan peran.
3. Pemeriksaan Fisik
3.1 Keadaan
Umum
Pasien
tampak kesakitan karena nyeri yang ada pada abdomen bagian kanannya
TTV
- Suhu : 380C
- TD : 90/60 mmHg
- Nadi : 80x/menit
- RR
: 20x/menit
3.2
ROS : REVIEW OF SYSTEM
Pemeriksaan fisik pada klien dengan diabetes insipidus meliputi
pemeriksaan fisik umum per system dari observasi keadaan umum, pemeriksaan
tanda-tanda vital, B1 (breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), B4 (Bladder), B5
(Bowel), dan B6 (Bone).
1. Pernafasan B1 (Breath)
Inspeksi : frekuensi nafas normal (20/menit), Bentuk dada
simetris, penggunaan otot bantu napas tidak tampak.
Perkusi : sonor/redup.
Palpasi : gerakan thorak simetris
Auskultasi : suara napas resonan, tidak ada bunyi yang menunjukkan
gangguan.
2. Kardiovaskuler B2 ( Blood)
Inspeksi : (-) peningkatan JVP,(-) tanda cyanosis
Perkusi : Perkusi untuk menentukan letak jantung (jantung pada batas
kanan di intercosta 6, atas intercosta 2, kiri intercosta 8, bawah intercosta
4/5) untuk mengetahui terjadinya kardiomegali.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada letak anatomi jantung.
Auskultasi : Irama jantung regular, tidak ada bunyi jantung tambahan,
TD : 90/60 mmHg,Nadi : Bradikardi
3. Persyarafan B3 ( Brain)
Pasien tidak mengalami Pusing, orientasi baik, tidak ada perubahan
pupil, kesadaran kompos metis dengan skala GCS = 15, reflek motorik penilaian
6,reflek pada mata pada penilaian 4,reflek Verbal pada penilaian 5.
4. Perkemihan B4 (Bladder)
Biasanya terjadi penurunan pembentukan hormon ADH sehingga intensitas
untuk berkemih semakin banyak untuk tiap harinya.Output yang berlebih
(frekuensi BAK ≥ 6x/hari) apalagi pada malam hari (nokturia).
5. Pencernaan B5 (Bowel)
Pada penurunan pembentukan hormon ADH ini juga menyababkan Klien
menjadi dehidrasi jadi sistem pencernaan juga terganggu. Pada Px diare terjadinya
peningkatan bising usus dan peristaltik usus yang menyebabkan terganggunya
absorbsi makanan akibatnya gangguan metabolisme usus, sehingga menimbulkan
gejala seperti rasa kram perut, mual, muntah.
6. Muskuloskeletal / integument B6
(Bone)
Biasanya turgor
kulit menurun(pucat) dan muncul keringat dingin dan lembab.
4. Pemeriksaan Diagnostik
-
Gula
darah acak didapatkan 160 mg/dl Gula
darah acak normal 120-140 m/dl
-
Water
Deprivation Test guna untuk menurunkan frekuensi yang berlebih
(Capernito, Lynda Juall. 2007; Talbot, Laura, dkk.1997)
ANALISIS DATA
No.
|
Data
|
Etiologi
|
Masalah Keperawatan
|
1.
|
Data
Subjektif DS:
- Pasien mengatakan haus
- Badan terasa lesu dan lemas
DO :
- Intake=
<2500 cc/hr
- Output=
3000 cc/hr
- IWL = 500 cc/hr
- Turgor kulit
buruk.
|
![]()
↓
Gangguan pada hipothalam III↓
Penurunan produksi ADH
↓
Gangguan reabsorbsi air di ginjal
↓
Penurunan osmolaritas urin, peningkatan osmolaritas plasma
↓
Rangsangan osmoreceptor
↓
![]()
↓
Polidipsia
↓
![]()
↓
Volume cairan tubuh berkurang
↓
Badan terasa lesu dan lemas; turgor kulit buruk
↓
Kekurangan volume cairan
|
Kekurangan
volume cairan b/d ekskresi yang
meningkat dan intake cairan yang tidak adekuat
|
2.
|
DS:
- Pasien mengatakan sering kencing
terlebih pada malam hari.
DO :
- Poliuria sangat encer( 3000cc/hr +IWL 500cc/hr),
- dengan berat jenis 1.010,
- osmolalitas urin 50-150 mosmol/L.
|
![]()
↓
Gangguan pada hipothalamus
↓
Penurunan produksi ADH
↓
Gangguan reabsorbsi air di ginjal
↓
Penurunan osmolaritas urin, peningkatan osmolaritas plasma
↓
Poliuria
↓
Hilangnya banyak cairan (urin)
↓
Perubahan
eliminasi urin
↓
Gangguan
Eliminasi Urine
|
Gangguan Eliminasi Urine b/d penurunan produksi ADH
|
3.
|
DS:
-
Pasien mengatakan tidak tahu tentang pengobatan dan perawatan penyakitnya
-
Cemas
-
Binggung
DO :
-
Klien tidak mengikuti instruksi secara akurat
|
![]()
↓
Minimnya informasi tentang pengobatan dan perawatan DI
↓
Tidak tahu tentang pengobatan dan
perawatan penyakitnya
↓
Cemas,Binggung
↓
Klien tidak mengikuti instruksi secara
akurat
↓
Kurang
pengetahuan
|
Kurang
pengetahuan b/d kurang pajanan informasi
|
III. Rencana Asuhan Keperawatan
- Kurangnya volume cairan dalam tubuh berhubungan dengan ekskresi yang meningkat dan intake cairan yang tidak adekuat.
Tujuan:
Menyeimbangkan masukan dan pengeluaran cairan
Kriteria Hasil
:
- Tidak terdapat tanda-tanda dehidrasi ( turgor baik,
mata tidak cowong)
- TTV dalam batas normal (n =120/80mmHg)
- Intake
output seimbang :Intake kurang dari 2500 ml/hari ,Output urine lebih atau sama
100 ml/jam,
Intervensi :
1)
Kaji
tanda hipovolume: tachicardi, turgor kulittak elestis, denut nadi lemah, TD
turun, kulit dingin, mukosa kering,suhu tubuh naik, perubahan status mental
2)
Monitor intake output tiap 2
jam
3)
Pantau terhadap dehidrasi
berlebihan.
4)
Ukur BB tiap hari
5)
Berikan intake cairan
peroral
6)
Berikan terapi cairan sesuai
program
7)
Berikan
terapi
pengganti ADH sesuai program
8)
Observasi terhadap
efek samping terapi pengganti ADH (hipertensi,
nyeri dada, cram uterus, peristaltik naik, overhidrasi, sakit kepala)
9)
Periksa BJ urine. Kirim
urine untuk pemriksaan osmolaritas harian, laporkan BJ < 1,007.
10) Laporkan
temuan abnormal.
22. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan penurunan
produksi ADH
Tujuan :
Eliminasi urine kembali normal
Kriteria Hasil
: eliminasi urine kembali normal (0,5-1 cc/kg BB/jam)
Intervensi
:
1)
Pantau
eliminasi urine yang meliputi frekuensi, konsistensi, bau, volume, dan warna
dengan tepat.
2)
Instruksikan pada pasien dan
keluarga untuk mencatat output urine
3)
Pasang kateterisasi jika
perlu
4)
Sediakan privacy untuk
eliminasi
5)
Kolaborasi :
a. Berikan terapi vasopressin
atau dengan penyuntikan intramuskuler ADH.
b. Tes deprivasi cairan dilakukan
dengan cara menghentikan pemberian cairan selama 8-12 jam atau sampai terjadi
penurunan BB
3.Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pajanan
informasi
Tujuan: Memberi pemahaman kepada pasien terhadap
penyakit pasien
Kriteria Hasil:
-
Klien dapat mengungkapkan mengerti tentang proses penyakit, pengobatan dan penatalaksanaannya.
-
Klien
mengikuti instrukasi yang diberikan secara akurat.
Intervensi :
1)
Kaji
tingkat pengetahuan klien
2)
Jelaskan
konsep penyakit
3)
Berikan
KIE tentang nama obat, dosis, waktu dan cara pemakian, efek samping, cara
mengukur BJ urine dan intake output
4)
Anjurkan memperhatikan intake output.
5)
Berikan
penjelasan supaya tidak minum kopi, alkohol dan teh.
6)
Anjurkan
kontrol secara teratur.
7)
Jelaskan
perlunya memakai tanda pengenal.
(Herdman, TH.2012; MC.Closky
J,Bulaceck. 2000; Johnson, M.Maas, M.Moorhead. S.2000)
DAFTAR
PUSTAKA
Bare & Suzanne, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah, Volume 2, (Edisi 8), EGC, Jakarta
Corwin,. J. Elizabeth, 2001, Patofisiologi, EGC, Jakarta
Supriyanto.
2009. Diabetes Insipidus. Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal
Soedirman SMF Ilmu Penyakit Anak, Purwokerto.
Capernito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan
Edisi 10. Jakarta: EGC
Talbot, Laura, dkk.1997. Pengkajian Keperawatan Kritis,
Edisi 2. Jakarta : EGC.
Sands,
Jeff M., Bichet, Daniel G. Nephrogenic Diabetes Insipidus. Ann Intern Med. 2006; 144:186-194.
Abdelazis
Elamin. 2009. Diabetes Insipidus.
Departement of Child Health and
Pediatric Endocrinologist Sultan Qaboos University.
Herdman, TH.2012. Diagnosis Keperawatan Definis dan
Klasifikasi 2012-2014. Jakarta :EGC
Johnson, M.Maas, M.Moorhead. S.2000. Nursing
Outcome Classification (NOC).Mosby.Phyladelpia
MC.Closky J,Bulaceck. 2000. Nursing Intervention
Classification (NIC). Mosby.Phyladelpia