Suka - Suka Asik

Semua kumpulan analis pembahasan penyakit beserta Asuhan Keperawatan yang sering digunakan... Juga beberapa konten pengalaman menarik yang patut dijadikan bahan sharing buat temen-temen...

Minggu, 22 Desember 2013

DM tipe 1


LAPORAN TUGAS KELOMPOK
FUNDAMENTAL PATHOPHYSIOLOGY OF ENDOCRINE  SYSTEM
“DIABETES MELLITUS TIPE 1

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 3
Youshian Elmy           (115070200111032)
Henky Indra L.                        (115070200111034)
Rindika Illa K.             (115070207111036)
Ervina Ayu M.                        (115070200111044)
Merchilliea Eso N.      (115070200111046)
Defi Destyaweny        (115070200111042)
Sri Indah Novianti     (115070201111020)
Dewi Atiqa A.             (115070201111022)
Faizatul M.                  (115070207111008)
Risyda Ma’rifatul K.   (115070207111030)

NURSING DEPARTMENT MEDICAL FACULTY
BRAWIJAYA UNIVERSITY
MALANG
2013
TRIGGER :
Anak Kurnia usia 17 tahun dirawat dirumah sakit tgl 11 November 2013 karena panas sudah 8 hari suhu tertinggi mencapai 40 derajat selsius. Dua hari kemudian anak kurnia mengalami polidipsi dan poliuria dengan suhu yang normal dan glukosa plasma 50,6 mmol/L. dari pemeriksaan fisik ditemukan nadi 130x/menit dan terlihat tremor, klien mengeluh lemas dan pusing. Data laboratorium menunjukkan keton positif dalam urine dan darah dan HbA1C adalah 5,7%. Klien menerima intervensi pemberian cairan intravena normal saline dan insulin, ditambah dengan injeksi insulin 4 kali dalam 24 jam, klien dan orang tua sudah dijelaskan tentang apa penyakitnya namun masih bingung penatalaksanaan selanjutnya seperti apa dan bagaimana kehidupannya selanjutnya.

STUDENT LEARNING OBJECTIVES :
1.  Definisi
2.  Klasifikasi
3.  Faktor Resiko
4.  Patofisiologi
5.  Manifestasi Klinis
6.  Pemeriksaan Diagnostik
7.  Penatalaksanaan Medis
8.  Komplikasi
9.  Asuhan Keperawatan








1.     Definisi
Diabetes milletus adalah kelainan metabolik dengan etiologi multifaktor yang ditandai dengan adanya hiperglikemia kronis dan mempengaruhi metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang apabila  tidak segera ditangani dapat menimbulkan kelainan patologis makrovaskuler dan mikrovaskuler (Gibney Michael J dkk, 2009)
Diabetes melitus adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang akibat peningkatan kadar glukosa darah yang disebabkan oleh kekurangan insulin baik absolut maupun relatif. (Suyono, 2003)
·         Absolut terjadi apabila sel beta pankreas tidak dapat menghasilkan insulin dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan sehingga penderita membutuhkan suntikan insulin.
·         Relatif apabila sel beta pankreas masih mampu memproduksi insulin yang dibutuhkan tetapi hormon yang dihasilkan tersebut tidak dapat bekerja secara optimal.

2.     Klasifikasi
WHO membagi DM menjadi dua kelas yaitu: kelas klinis dan kelas risiko statistic
A.     Kelas Klinis
1.  Diabetes Mellitus
Seseorang termasuk kelompok DM jika kadar glukosa darah dalam keadaan puasa lebih dari 140 mg/dl atau dua jam sesudah makan (Post Prandial) kadarnya lebih dari 200 mg/dl. Diabetes mellitus sendiri terbagi menjadi empat, yaitu:
a.    DM tipe 1 (Tergantung insulin / DMTI) = Insulin Dependent DM / IDDM
Kelompok ini adalah penderita penyakit DM yang sangat tergantung pada suntikan insulin. Kebanyakan penderita masih muda dan tidak gemuk. Begitu penyakit terdiagnisa, penderita langsug memerlukan suntikan insulin karena pankreas sangat sedikit atau sama sekali tidak membentuk insulin. Penyebab IDDm belum begitu jelas, tetapi diduga kuat disebabkan oleh infeksi virus yang menimbulkan autoimun yang berlebihan untuk menumpas virus. Akibatnya sel-sel pertahanan tidak hanya membasmi virus, tetapi juga merusal sel langerhans. Faktorketurunan juga menjadi faktor penyebab IDDM sekitar 10-20% dari total penderita.
b.    DM tipe 2 (Tidak tergantung insulin / DMTTI) = Non Insulin Dependent DM / NIDDM
Kelompok DM tipe 2 tidak tergantung insulin. Kebanyakn timbul pada penderita berusia diatas 40 tahun. Data sementara menyebutkan, hamper 90% penderita diabetes di Indonesia adalah penderita NIDDm dan umumnya disertai kegemukan. Secara medis DM tipe 2 disebabkan oleh gangguan sekresi insulin yang progresif karena retensi insulin. NIDDM diduga disebabkan oleh faktor genetis dan dipicu oleh pola hidup yang kurang sehat.
c.    DM terkait malnutrisi (DMTM) = Malnutrion related Dm (MRDM)
DM ini biasanya terjadi dinegara berkembangtropis dan tidak didapati adanya ketoasidosis. DMTM dibagi lagi menjadi dua, yaitu:
Ø Fibrocalculous Pancreatic DM (FPDM)
Ø Protein Deficient Pancreatic DM (PDPDM)
d.    DM tipe lain yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom tertentu, missal:
Ø Penyakit pankreas
Ø Penyakit hormonal
Ø Obat-obatan/bahan kimia lain
Ø Kelainan insulin/reseptornya
Ø Sindrom genetic tertentu
Ø Ideopatik
2.    Gangguan Toleransi Glukosa (GTG)
Penderita  GTG ditandai dengan terjadinya peningkatan kadar glukosa darah pada tes toleransi glukosa oral (TTGO) yang nilainya berada didaerah perbatasan, yaitu diatas normal namun dibawah nilai diagnostic untuk DM

3.    DM pada kehamilan = Gestasional
Gestasional DM merupakan penyakit DM yang muncul pada saat kehamilan, padahal saat belum hamil kadar glukosanya normal. Umumnya DM ini akan diderita selama kehamilan dan kembali normal setelah melahirkan. Meski begitu pada beberapa kasus yang tak terkendali  sehingga DM dapat berkembang lebih lanjut.
B.   Kelas Risiko Statistik
Kelas ini mencangkup mereka yang mempunyai kadar glukosa normal namun mempunyai resiko yang lebih besar. Orang yang termasuk kelas ini antara lain:
a.    Toleransi glukosa pernah abnormal
b.    Orang tua mengidap DM
c.    Pernal melahirkan bayi diatas 4 kg
Klasifikasi DM yang dianjurkan oleh Perkeni adalah yang sesuai dengan anjuran klasifikasi DM American Diabetes Association (ADA), klasifikasi etiologi Diabetes Mellitus, menurut ADA (2007) adalah dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tipe
Keterangan
Diabetes Tipe 1


Diabetes Tioe 2


Diabetes Tipe lain








Diabetes Gestasional (DMG)

Diabetes yang tergantung dengan insulin disebabkan oleh kerusakan sel-sel beta dalam pancreas sejak masa anak-anak atau remaja.
Mulai dari yang domain resistensi insulin relative sampai yang domain defek sekresi insulin.
1.    Defek genetic fungsi insulin
2.    Defek genetic kerja insulin
3.    Karena obat
4.    Infeksi
5.    Sebab imunologi yang jarang : antibody insulin
6.    Resistensi insulin
7.    Sindroma genetic lain yang berkaitan dengan DM (Klinefelter, sindrom Turner)
Karena dampak kehamilan.
Diabetes Mellitus Tipe 1
Diabetes tipe ini merupakan diabetes yang jarang atau sedikit populasinya, diperkirakan kurang dari 5-10% dari keseluruhan populasi penderita diabetes. Gangguan produksi insulin pada DM Tipe 1 umumnya terjadi karena kerusakan sel-sel β pulau Langerhans yang disebabkan oleh reaksi otoimun. Namun ada pula yang disebabkan oleh bermacam-macam virus, diantaranya virus Cocksakie, Rubella, CMVirus, Herpes, dan lain sebagainya. Ada beberapa tipe otoantibodi yang dihubungkan dengan DM Tipe 1, antara lain ICCA (Islet Cell Cytoplasmic Antibodies), ICSA (Islet cell surface antibodies), dan antibodi terhadap GAD (glutamic acid decarboxylase).
Diabetes Mellitus Tipe 2
Diabetes Tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih banyak penderitanya dibandingkan dengan DM Tipe 1. Penderita DM Tipe 2 mencapai 90-95% dari keseluruhan populasi penderita diabetes, umumnya berusia di atas 45 tahun, tetapi akhir-akhir ini penderita DM Tipe 2 di kalangan remaja dan anak-anak populasinya meningkat. Etiologi DM Tipe 2 merupakan multifaktor yang belum sepenuhnya terungkap dengan jelas. Faktor genetik dan pengaruh lingkungan cukup besar dalam menyebabkan terjadinya DM tipe 2, antara lain obesitas, diet tinggi lemak dan rendah serat, serta kurang gerak badan.
Obesitas atau kegemukan merupakan salah satu faktor pradisposisi utama. Penelitian terhadap mencit dan tikus menunjukkan bahwa ada hubungan antara gen-gen yang bertanggung jawab terhadap obesitas dengan gen-gen yang merupakan faktor pradisposisi untuk DM Tipe 2. Berbeda dengan DM Tipe 1, pada penderita DM Tipe 2, terutama yang berada pada tahap awal, umumnya dapat dideteksi jumlah insulin yang cukup di dalam darahnya, disamping kadar glukosa yang juga tinggi. Jadi, awal patofisiologis DM Tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, tetapi karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tak mampu merespon insulin secara normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai “Resistensi Insulin”. Resistensi insulin banyak terjadi di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, antara lain sebagai akibat dari obesitas, gaya hidup kurang gerak (sedentary), dan penuaan.
Disamping resistensi insulin, pada penderita DM Tipe 2 dapat juga timbul gangguan sekresi insulin dan produksi glukosa hepatik yang berlebihan. Namun demikian, tidak terjadi pengrusakan sel-sel β Langerhans secara otoimun sebagaimana yang terjadi pada DM Tipe 1. Dengan demikian defisiensi fungsi insulin pada penderita DM Tipe 2 hanya bersifat relatif, tidak absolut. Oleh sebab itu dalam penanganannya umumnya tidak memerlukan terapi pemberian insulin.
Sel-sel β kelenjar pankreas mensekresi insulin dalam dua fase. Fase pertama sekresi insulin terjadi segera setelah stimulus atau rangsangan glukosa yang ditandai dengan meningkatnya kadar glukosa darah, sedangkan sekresi fase kedua terjadi sekitar 20 menit sesudahnya. Pada awal perkembangan DM Tipe 2, sel-sel β menunjukkan gangguan pada sekresi insulin fase pertama, artinya sekresi insulin gagal mengkompensasi resistensi insulin Apabila tidak ditangani dengan baik, pada perkembangan penyakit selanjutnya penderita DM Tipe 2 akan mengalami kerusakan sel-sel β pankreas yang terjadi secara progresif, yang seringkali akan mengakibatkan defisiensi insulin, sehingga akhirnya penderita memerlukan insulin eksogen. Penelitian mutakhir menunjukkan bahwa pada penderita DM Tipe 2 umumnya ditemukan kedua faktor tersebut, yaitu resistensi insulin dan defisiensi insulin.
Diabetes Mellitus Gestasional
Diabetes Mellitus Gestasional (GDM=Gestational Diabetes Mellitus) adalah keadaan diabetes atau intoleransi glukosa yang timbul selama masa kehamilan, dan biasanya berlangsung hanya sementara atau temporer. Sekitar 4-5% wanita hamil diketahui menderita GDM, dan umumnya terdeteksi pada atau setelah trimester kedua.
Diabetes dalam masa kehamilan, walaupun umumnya kelak dapat pulih sendiri beberapa saat setelah melahirkan, namun dapat berakibat buruk terhadap bayi yang dikandung. Akibat buruk yang dapat terjadi antara lain malformasi kongenital, peningkatan berat badan bayi ketika lahir dan meningkatnya risiko mortalitas perinatal. Disamping itu, wanita yang pernah menderita GDM akan lebih besar risikonya untuk menderita lagi diabetes di masa depan. Kontrol metabolisme yang ketat dapat mengurangi risiko-risiko tersebut.
Pra-diabetes
Pra-diabetes adalah kondisi dimana kadar gula darah seseorang berada diantara kadar normal dan diabetes, lebih tinggi dari pada normal tetapi tidak cukup tinggi untuk dikatagorikan ke dalam diabetes tipe 2. Penderita pradiabetes diperkirakan cukup banyak, di Amerika diperkirakan ada sekitar 41 juta orang yang tergolong pra-diabetes, disamping 18,2 orang penderita diabetes (perkiraan untuk tahun 2000). Di Indonesia, angkanya belum pernah dilaporkan, namun diperkirakan cukup tinggi, jauh lebih tinggi dari pada penderita diabetes.
Kondisi pra-diabetes merupakan faktor risiko untuk diabetes, serangan jantung dan stroke. Apabila tidak dikontrol dengan baik, kondisi pra-diabetes dapat meningkat menjadi diabetes tipe 2 dalam kurun waktu 5-10 tahun. Namun pengaturan diet dan olahraga yang baik dapat mencegah atau menunda timbulnya diabetes. Ada dua tipe kondisi pra-diabetes, yaitu:
·         Impaired Fasting Glucose (IFG), yaitu keadaan dimana kadar glukosa darah puasa seseorang sekitar 100-125 mg/dl (kadar glukosa darah puasa normal: <100 mg/dl), atau
·         Impaired Glucose Tolerance (IGT) atau Toleransi Glukosa Terganggu (TGT), yaitu keadaan dimana kadar glukosa darah seseorang pada uji toleransi glukosa berada di atas normal tetapi tidak cukup tinggi untuk dikatagorikan ke dalam kondisi diabetes. Diagnosa IGT ditetapkan apabila kadar glukosa darah seseorang 2 jam setelah mengkonsumsi 75 gram glukosa per oral berada diantara 140-199 mg/dl.

3.     Faktor Resiko
Factor-faktor risiko tertentu yang berhubungan dengan diabetes mellitus dibagi menjadi 2 yaitu:
a.    Factor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
1.  Riwayat keluarga dengan DM
Seorang anak dapat diwarisi gen penyebab DM orang tua DM tipe 2 lebih terkait dengan factor riwayat keluarga bila dibandingkan tipe 1. Anak dengan ayah penderita Dm tipe 1 memiliki kemungkinan terkena diabetes 1:17. Namun bila kedua orang tua menderita DM tipe 1 maka kemungkinan menderita DM 1:4-10. Pada Dm tipe 2, kemungkinan 1:7 bila salah satu orang tua kena DM pada usia <50 tahun dan 1:13 bila > 50 tahun. Namun bila kedua orang tuanya menderita DM tipe 2 kemungkinan anaknya menderita DM 1:2.
2.    Umur
Risiko untuk prediabetes meningkat seiring dengan meningkatnya usia. DM tipe 1 biasanya terjadi pada usia muda yaitu pada usia <40 tahun, sedangkan Dm tipe 2 biasanya terjadi pada usia >40 tahun.
3.    Riwayat pernah menderita diabetes gestasional
Mendapat diabetes selama kehamilan atau melahirkan bayi lebih dari 4,5 kg dapat meningkatkan risiko diabetes mellitus tipe 2.
4.    Riwayat berat badan lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2500 gram.
5.    Ras/ latar belakang etnis
Risiko DM tipe 2 lebih besar pada hispanik, kulit hitam, penduduk asli amerika, dan asia.
b.   Factor risiko yang dapat dimodifikasi
1.    Berat badan lebih/ obesitas (BB> 120% BB idaman/ IMT> 23kg/m2) dan ratio lingkar pinggang pinggul laki-laki 0,9 dan perempuas 0,8 lingkar pinggang pria = wanita 90cm, HDL dibawah 35mg/dl dan / tingkat trigliserida >250mg/dl dapat meningkatkan risiko DM tipe 2. Lemak ini akan memblokir kerja insulin sehingga glukosa tidak dapt diangkut ke dalam sel dan menumpuk dalam peredaran darah.


2.    Kurang aktivitas fisik
Glukosa darah dibakar menjadi energy dan sel-sel tubuh menjadi lebih sensitive terhadap insulin. Peredaran darah lebih baik dan risiko Dm tipe 2 turun 50%.
3.    Hipertensi, tekanan darah diatas 140/90 mmHg
Tekanan darah >140/90 mmHg dapat menimbulkan risiko Dm tipe 2
Memiliki riwayat penyakit kardiovaskular
Diet tidak sehat, dengan tinggi gula dan rendah serat (Depkes, 2008)
4.    Stres
Kondisi stres kronik cenderung membuat seseorang mencari makanan yang manis-manis dan berlemak tinggi untuk meningkatkan kadar serotonin pada otak. Serotonin mempunyai efek penenang sementara untuk meredakan stresnya. Tetapi efek mengkonsumsi makanan yang manismanis dan berlemak tinggi terlalu banyak berbahaya bagi mereka yang berisiko terkena diabetes mellitus.
5.    Alkohol
Alkohol dapat menyebabkan terjadinya inflamasi kronis pada pankreas yang dikenal dengan istilah pankreatitis. Penyakit tersebut dapat menimbulkan gangguan produksi insulin dan akhirnya dapat menyebabkan diabetes mellitus.
6.    Riwayat
-          Diabetes dalam keluarga
-          Diabetes gestasional
-          Melahirkan bayi dengan berat badan >4kg
-          Kista ovarium (Polycystic Ovary Sindrome)
-          IFC atau IGT
7.    Obesitas >120% berat badan ideal
Obesitas dapat menurunkan jumlah reseptor insulin dari dalam sel target insulin diseluruh tubuh. Jadi membuat insulin yang tersedia kurang efektif dalam meningkatkan efek metabolik yang biasa.
8.    Umur : 20-59th (8,7%) dan >65th (18%)
9.    Etnik/ras : ras kulit hitam risiko naik
10. Hipertensi >140/90mmHg
11. Hiperlipidemia : kadar HDL rendah <35mg/dl, kadar lipid darah tinggi >250mg/dl
12. Faktor-faktor lain :
-          kurang olahraga dan pola makan rendah serat, tinggi lemak, rendah karbohidrat
-          pernah mengalami gangguan toleransi glukosa kemudian normal kembali
-          riwayat terkena penyakit infeksi virus, misalnya virus rubella, morbili
-          riwayat lama mengkonsumsi obat-obatan atau suntikan golongan kortikosteroid
Diabetes Milletus tipe 1 atau IDDM disebabkan karena kurangnya kemampuan atau hilangnya kemampuan sel ß pankreas yang menyebabkan difisiensi insulin. kombinasi faktor geentik, imunologi dan kemungkinan faktor lingkungan (infeksi virus) diperkirakan turut menimbulkan destruksisel ß (Smletzer & Bare, 2002).
a.    Faktor genetic
Penderita DM tidak mewarisi diabetes tipe 1 itu sendiri, tetapi mewarisi satu presdiposisi atau kecenderungan genetik kearah terjadinya diabetes milletus tipe 1. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki ripe antigen HLA (Human Leucosyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab terhadap antigen transplantasi dan proses imun lainnya. 95 % pasien berkulit putih dengan DM tipe 1 memperlihatkan tipe HLA yang spesifik. (DR3 dan DR4). Resiko terjadinya DM meningkat hingga 3-5 kali lipat pada individu yang memiliki salah satu  HLA tipe ini, dan resiko akan meningkat 10-20 kali lipat pada individu yang memiliki kedua HLA tipe ini (Smletzer & Bare, 2002).
Etiologi Diabetes Mellitus
1.      Diabetes Mellitus Tipe I
a)      Faktor Genetik
Penderita Diabetes Mellitus tidak mewarisi Diabetes Mellitus tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya Diabetes Mellitus tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memiliki tipe antingen HLA (Human Leucocyte Antingen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggungjawab atas antingen trasplantasi dan proses umum lainnya.
b)      Faktor Imunologi
Pada Diaetes Mellitus tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana antibody sendiri akan menyerang sel beta pankreas yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
c)      Faktor Lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel beta pankreas yaitu infeksi virus coxsackievirus B4, streptococcus, dan endogen atau toksin tertentu, rubella, mumps melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam sel beta. Virus ini mengakibatkan destruksi atau perusakan sel. Bisa juga virus ini menyerang melalui reaksi autoimunitas yang menyebabkan hilangnya otoimun dalam sel beta.
2.  Diabetes Mellitus Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada Diabetes Mellitus tipe II masih belum diketahui. Virus dan kuman leukosit antigen tidak nampak memainkan peran terjadinya NIDDM. Faktor genetik memegang peran dalam proses terjadinya resistensi insulin. Selain itu, hal yang dapat menyebabkan NIDDM adalah obesitas, diet tinggi lemak dan rendah serat serta kurang gerak badan.

4.    Manifestasi Klinis
Manifestasi klini diabetes melitus:
a.    Poliuria (peningkatan pengeluaran urin)
Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui membran dalam sel menyebabkan cairan intrasel berdifusi ke dalam sirkulasi atau cairan intravaskuler, aliran darah ke ginjal meningkat sebagai akibat dari hiperosmolariti dan akibatnya akan terjadi diuresis osmotik (poliuria).
b.    Polidipsia (peningkatan rasa haus)
Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel ke dalam vaskuler menyebabkan penurunan volume inttrasel sehingga efeknya dehidrasi sel. Akibat dari dehidrasi sel, mulut menjadi kering dan sensor haus teraktivasi menyebabkan seseorang haus terus dan ingin selalu minum (polidipsia).
c.    Poliphagia (peningkatan rasa lapar)
Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari penurunannya kadar insulin maka produksi energi menurun, penurunan energi akan menstimulasi rasa lapar. Maka reaksi yang terjadi adalah seseorang akan lebih banyak makan (poliphagia).
d.    Penurunan berat badan
Akibat glukosa tidak dapat ditransport ke dalam sel maka sel kekurangan cairan dan tidak mampu mengadakan metabolisme, akibat dari sel itu maka sel akan menciut, sehingga seluruh jaringan terutama otot mengalami atrofi dan penurunan secara otomatis.
e.    Rasa lelah dan kelemahan otot
Akibat aliran darah pada pasien DM lambat, katabolisme protein di otot dan ketidakmampuan sebagian besar sel untuk menggunakan glukosa sebagai energi.

5.  Patofisiologi
(terlampir)

6.  Pemeriksaan Diagnostik
1)    Aseton plasma (keton) :positif secara mencolok
2)    Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
3)    Osmolaritas serum : meningkat, tapi biasanya <330 mosm/dl
4)    Elektrolit :
-          Natrium : meningkat/menurun
-          Kalium :normal/meningkat semu (pemindahan seluler) selanjutnya menurun
-          Fosfor : lebih sering menurun
5)    Gas darah arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan Po menurun pada HCO3 (asidosis metabolik) dengan metabolis alkalosis respiratorik
6)    Trombosit darah : Ht mungkin meningkat (dehidrasi); leukositosis; hemokonsentrasi merupakan respon terhadap stres atau infeksi
7)    Ureum/kreatinin : meningkat atau normal (dehidrasi/menurun fungsi ginjal)
8)    Urin : gula dan aseton (+), berat jenis dan osmolaritas mungkin meningkat
9)    Insulin darah : mungkin menurun/tidak ada (Diaetes Mellitus I) atau normal sampai tinggi (Diabetes MellitusII)
10) Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya ISK, infeksi pernafasan, infeksi luka
11) Hb glikosilat : kadarnya meningkat 2-4kali lipat
12) Amilase darah : mungkin meningkat yang menandakan adanya pankreatitis akut sebagai penyebab dari Diabetes Mellitus (Diabetes Ketoasidosis)
13) Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktifitas hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin (DM 1 )
14) Tes benedict
Pada tes ini, digunakan reagen benedict, dan urin sebagai specimen.
Cara kerja :
1)    Masukkan 1-2 ml urine spesimen ke dalam tabung reaksi
2)    Masukkan 1 ml reagen benedict ke dalam urine tersebut, kocok.
3)    Panaskan selama kurang lebih 2-3 menit
4)    Perhatikan apabila adala perubahan warba
Tes ini lebih bermakna ke arah kinerja dari kondisi ginjal, karena pada arah DM, kadar glukosa sangat tinggi, sehingga dapat merusak kapiler dan glomerulus ginjal sehingga pada akhirnya, ginjal mengalami kebocoran dan apat terjadi gagal ginjal.
Interpretasi :
0      : berwarna biru, negatif, tidak ada glukosa, bukan DM
+1    : berwarnahijau, ada sedikit glukosa, belum pasti DM
+2    : berwarna orange, ada glukosa, jika pemeriksaam kadar gula darah  mendukung, maka termasuk DM
+3     : berwarna orange tua, ada glukosa, positif DM
+4     : berwarna merah pekat, banyak glukosa, DM kronik
15)     Rothira test
Pada test ini digunakan urine sebagai spesimen, sebagai reagen yang dipakai. Rothera agent dan hidroxida pekat.
Test ini mengindikasikan aanya kemungkinan dari ketosidosis akibat DM kronik yang tidak ditangani. Zat-zat tersebut terbentuk dari hasil pemecahan lipid secara masif ileh tubuh karena glukosa tidak dapat digunakan sebagai sumber energi dalam keadaan DM, sehingga tubuh melakukan mekanisme glukoneugenesis untuk menghasilkan energi, zat awal dari aseton danasam asetat tersebut adalah trigliseric acid/TGA yang merupakan hasil pemecahan dari lemak.
16)     Tes gula darah
Menilai kadar gula yang ada di dalam darah. Ada 3 macam GDS (Gula Darah Sesaat), gula darah puasa dan gula darah 2PP.
Rentang-rentang nilai :

Normal/bukan DM
Belum pasti DM
DM
GDS
·         Vena
·         Darah kapiler

<110
<90

110-199
90-199

>200
>200
GD Puasa
·         Vena
·         Darah kapiler

<110
<90

110-125
90-109

>126
>110
GD 2 PP
·         Vena
·         Darah kapiler

<140
<120

140-200
120-200

>200
>200
17)     Pemeriksaan toleransi glukosa oral
Untuk mendiagnosis diabetes awal. Secara pasti, namun tidak dibutuhkan untuk pernapasan dan tidak sebaiknya dilakukan pada pasien dengan manifestasi klinis DM dan hiperglikemia.
Cara pemeriksaan :
a)    3 hari sebelum pemeriksaan, pasien makan seperti biasa
b)    Kegiatan jasmani cukup
c)    Pasien puasa selama 10-12 jam
d)    Periksa kadar glukosa darah puasa
e)    Berikan glukosa 75 gram, yang dilarutkan dalam air 250 ml, lalu minum dalam waktu 5 menit
f)     Periksa kadar glukosa darah saat ½, 1, 2 jam setelahnya
g)    Saat pemeriksaan pasien harus istirahat dan tidak boleh merokok
Pada keadaan sehat, kadar glukosa darah puasa yang dirawat jalan dengan toleransi glukosa normal adalah 70-110 mg/dl. Setelah pemberian glukosa, kadar glukosa meningkat, namun akan kembali ke keadaan semula dalam waktu 2 jam. Kadar glukosa serum yang <200 mg/dl setelah ½, 1, 1 ½ jam setelah pemberian glukosa, dan <140 mg/dl setelah 2 jam setelah pemberian glukosa, ditetapkan sebagai nilai T T60 normal.
18)     Hemoglobin terglikosilasi (HbAIc)
Merupakan ukuran persentase molekul hemoglobin yang memiliki molekul glukosa terikat pada strukturnya. Persentase ini mencerminkan rerata kadar gula darah selama rentang usia sel darah merah. Oleh karena itu hemoglobin terglikosilasi merupakan suatu indikasi pengontrolan glikemia keseluruhan dalam periode 2 sampai 3 bulan sebelumnya. Umumnya hemoglobin terglikosilasi diatas 7% dianggap rerata gula darah tidak normal yang sesuai dengan diagnisis diabetes.
19)     C-peptida
Merupakan fragmen tidak aktif yang terlepas dari proinsulin, menghasilkan molekul insulin aktif. Pengukuran C-peptida dapat membantu menegakkan kemampuan pembuatan insulin pada sel beta. Jadi, merupakan uji yang dapat membedakan diabetes tipe1 dan tipe2. Individu dengan DM tipe2 umumnya memiliki C-peptida normal atau meningkat.

7.  Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan diabetes mempunyai tujuan akhir untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas DM, yang secara spesifik ditujukan untuk mencapai 2 target utama, yaitu:
1.  Menjaga agar kadar glukosa plasma berada dalam kisaran normal  
2.  Mencegah atau meminimalkan kemungkinan terjadinya komplikasi diabetes.
 The American Diabetes Association (ADA) merekomendasikan beberapa parameter yang dapat digunakan untuk menilai keberhasilan penatalaksanaan diabetes.
Ø Target Penatalaksanaan Diabetes
Parameter
Kadar Ideal Yang Diharapkan
Kadar Glukosa Darah Puasa
80–120mg/dl
Kadar Glukosa Plasma Puasa
90–130mg/dl
       Kadar Glukosa Darah Saat Tidur (Bedtime blood glucose)
100–140mg/dl

         Kadar Glukosa Plasma Saat Tidur  (Bedtime plasma glucose)
110–150mg/dl

Kadar Insulin
<7 %
Kadar HbA1c
<7mg/dl
Kadar Kolesterol
HDL  >45mg/dl (pria)
HDL  >55mg/dl (wanita)
Kadar Trigliserida
<200mg/dl
Tekanan Darah
<130/80mmHg

Pada dasarnya ada dua pendekatan dalam penatalaksanaan diabetes, yang pertama pendekatan tanpa obat dan yang kedua adalah pendekatan dengan obat.

A.   TERAPI TANPA OBAT
Ø  Pengaturan Diet
Diet yang baik merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan diabetes. Diet  yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut:
·   Karbohidrat : 60-70%
·   Protein : 10-15%
·   Lemak : 20-25%   25
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut dan kegiatan fisik, yang pada dasarnya ditujukan untuk mencapai dan mempertahankan berat badan ideal.  Penurunan berat badan telah dibuktikan dapat mengurangi resistensi insulin dan memperbaiki respons sel-sel β terhadap stimulus glukosa. Dalam salah satu penelitian dilaporkan bahwa penurunan 5% berat badan dapat mengurangi kadar HbA1c sebanyak 0,6% (HbA1c adalah salah satu parameter status DM), dan setiap kilogram penurunan berat badan dihubungkan dengan 3-4 bulan tambahan waktu harapan hidup.
Selain jumlah kalori, pilihan jenis bahan makanan juga sebaiknya diperhatikan. Masukan kolesterol tetap diperlukan, namun jangan melebihi 300 mg per hari. Sumber lemak diupayakan yang berasal dari bahan nabati, yang mengandung lebih banyak asam lemak tak jenuh dibandingkan asam lemak jenuh. Sebagai sumber protein sebaiknya diperoleh dari ikan, ayam (terutama daging dada), tahu dan tempe, karena tidak banyak mengandung lemak. Masukan serat sangat penting bagi penderita diabetes, diusahakan paling tidak 25 g per hari. Disamping akan menolong menghambat penyerapan lemak, makanan berserat yang tidak dapat dicerna oleh tubuh juga dapat membantu mengatasi rasa lapar yang kerap dirasakan penderita DM tanpa risiko masukan kalori yang berlebih. Disamping itu makanan sumber serat seperti sayur dan buah-buahan segar umumnya kaya akan vitamin dan mineral.
Ø  Latihan
Latihan juga diperlukan untuk membantu mencegah diabetes. Pemeriksaan sebelum latihan sebaiknya dilakukan untuk memastikan bahwa klien lansia secara fisik mampu mengikuti program latihan kebugaran. Pengkajian pada tingkat aktivitas klien yang terbaru dan pilihan gaya hidup dapat membantu menentukan jenis latihan yang mungkin paling berhasil. Berjalan atau berenang, dua aktivitas dengan dampak rendah, merupakan permulaan yang sangat baik untuk para pemula. Untuk lansia dengan NIDDM, olahraga dapat secara langsung meningkatkan fungsi fisiologis dengan mengurangi kadar glukosa darah, meningkatkan stamina dan kesejahteraan emosional, dan meningkatkan sirkulasi, serta membantu menurunkan berat badan.
Penderita diabetes harus diajarkan untuk selalu melakukan latihan pada saat yang sama (sebaiknya ketika kadar glukosa darah mencapai puncaknya) dan intesitas yang sama setiap harinya. Olahraga yang dianjurkan adalah aerobik low impact dan rhitmis, misalnya berenang, jogging, naik sepeda, sedangkan latihan resisten statis tidak dianjurkan (misalnya olahraga beban angkat besi dll). Olahraga yang disarankan adalah olahraga yang bersifat CRIPE.
-       Continous: latihan harus berkesinambungan dan dilakukan terus-menerus tanpa henti. Contoh: bila dipilih jogging 30 menit, maka selama 30 menit pasien melakukan jogging tanpa istirahat.
-       Rhytmical: latihan olahraga yang dipilih yang berirama, yaitu otot-otot berkontraksi dan relaksasi secara teratur. Contoh: jalan kaki, jogging, berenang, bersepeda.
-       Interval: latihan dilakukan selang-seling antara gerak cepat dan lambat. Contoh: jalan cepat diselingi jalan lambat.
-       Progressive: latihan dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemampuan dari intensitas ringan sampai sedang hingga mencapai 30-60 menit.
-       Endurance: latihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi, seperti jalan (jalan santai atau cepat, sesuai umur), jogging, berenang, dan bersepeda
-       Hal-hal yang perlu diperhatikanselama latihan:
1.    Jangan lakukan latihan bila glukosa >250mg/dl
2.    Jika glukosa darah <100mg/dl sebelum latihan, makan dulu
3.    Rekomendasi latihan bagi penderita yang mengalami komplikasi disesuaikan dengan kondisinya
4.    Sediakan camilan karbohidrat sederhana
5.    Latihan dilakukan 2 jam setelah makan
B.   TERAPI FARMAKOLOGI
·         Terapi insulin
Insulin eksogen mengganti defek sel beta dengan menurunkan kadar glukosa, menelan produksi glukosa di hepar dan meningkatkan ambilan glukosa.
Penanganan insulin dimulai bila pengontrolan metabolik tidak memadai meskipun sudah diberikan obat hipoglikemik oral dosis maksimal : dosis besar (200 sampai 300 unit perhari)
Insulin manusia bersifat bioengineered, beberapa dengan memodifikasi insulin keluarga babi, tetapi sebagian besar dihasilkan dengan teknologi DNA kombinan.
·         Tipe insulin :
a.    Insulin yang bekerja singkat
Insulin yang dapat larut dan berwarna jerniah serta memiliki durasi yang singkat, insulin ini diserap 20-30 menit setelah injeksi. Durasi insulin tipe ini adalah sekitar 6-8 jam setelah injeksi.
b.    Analog insulin (perancang)
Perubahan struktur kemungkinan penyerapan segera setelah injeksi. Hal ini memungkinkan individu memiliki regimen yang fleksibel karena individu mampu menginjeksikan insulin sesaat sebelum makan atau bahkan 15 menit setelah makan. Puncak penyerapannya adlah 0,5-2 jam setelah injeksi dan durasinya adalah sekitar 5 jam.
c.    Insulin tingkat menengah
Insulin isofan adlah suspensi yang tidak dapat larut dan dikombinasikan dengan protamin, yang memperlambat peningkatan penyerapan insulin.
d.    Insulin yang bekerja lama
Insulin ultralente bekerja dalam waktu yang sangat lama. Obat ini mulai diserap 2-4 jam setelah injeksi, puncaknya adalah antara 4-24 jam dan berlangsung sampai 28 jam setelah injeksi
e.    Insulin bifasik (campuran) Merupakan suatu kombinasi dari insulin isofan dan insulin yang dapat larut dengan beragam profesi
PRINSIP TERAPI INSULIN
Indikasi :
1.    Semua penderita DM Tipe 1 memerlukan insulin eksogen karena produksi insulin endogen oleh sel-sel β kelenjar pankreas tidak ada atau hampir tidak ada
2.    Penderita DM Tipe 2 tertentu kemungkinan juga membutuhkan terapi insulin apabila terapi lain yang diberikan tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah
3.    Keadaan stres berat, seperti pada infeksi berat, tindakan pembedahan, infark miokard akut atau stroke
4.    DM Gestasional dan penderita DM yang hamil membutuhkan terapi insulin,apabila diet saja tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah.
5.    Ketoasidosis diabetic
6.    Insulin seringkali diperlukan pada pengobatan sindroma hiperglikemia hiperosmolar non-ketotik.
7.    Penderita DM yang mendapat nutrisi parenteral atau yang memerlukan suplemen tinggi kalori untuk memenuhi kebutuhan energi yang meningkat, secara bertahap memerlukan insulin eksogen untuk mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal selama periode resistensi insulin atau ketika terjadi peningkatan kebutuhan insulin.
8.    Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
9.    Kontra indikasi atau alergi terhadap OHO
·         Obat Hipoglikemik Oral
1.    Golongan sulfonylurea
Obat golongan ini bekarja dengan menstimulasi sel beta pancreas untuk melepaskan insulin yang tersimpan. Golongan ini tidak dipakai pada IDDM karena obat ini bekerja menurunkan glukosa darah. Minum glipzide kira-kira 30 menit sebelum makan untuk meningkatkan efektifitas. Hindari alcohol.
2.    Meglitinida
·         Gejala hipoglikemia dan penanganannya
·         Minum segera hingga 30 menit sebelum setiap kali makan
·         Lewatkan satu dosis bila tidak makan
·         Tambahkan satu dosis setiap kali makan tambahan
3.    Golongan biguanid
Saat ini golongan biguanid yang masih dipakai adalah metformin. Metformin menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap kerja insulin pada tingkat seluler, distal dari reseptor insulin, serta efeknya menurunkan glukosa hati.
·         Minum bersama makanan untuk menghindari gastrointestinal upset
·         Mungkin mengalami diare ringan dan kembung
·         Jika diminum bersama sulfonilureal/insulin kemungkinan terjadi hipoglikemia
·         Jelaskan bahwa gangguan ginjal mengarah pada asidosis laktat, maka harus dilakukan pemantauan ginjal dan hati secara teratur.
·         Gejala asidosis laktat seperti kejang atau nyeri otot, kelemahan
·         Hindari alcohol
·         Laporkan masalah medis yang bersamaan dan prosedur diagnostic mendatang.
4.    Alfa glukosidase inhibitor
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim alfa glukosidase di dalam saluran cerna sehingga dengan demikian dapat menurunkan kadar glukosa darah.
·         Menghambat aksi mempengaruhi enzim di dalam usus yang memecah glukosa kompleks
·         Tidak menyebabkan  hipoglikemia
·         Efek samping :intoleransi laktosa karena efek gula yang tidak tercerna oleh bacteria colon.
·         Minum bersama sendok pertama setiap makan
·         Lewati satu dosis bila tidak makan
·         Jika diminum dengan sulfanilureal atau insulin kemungkinan terjadi hipoglikemia
·         Kemingkinan terjadinya diare, nyeri perut
·         Laporkan gejala gangguan pencernaan yang terus menerus
5.    Tiazolidinedion
·         Minum dengan makanan
·         Jika diminum dengan sulfanilureal atau insulin kemungkinan terjadi hipoglikemia
·         Tanda-tanda toksisitas hati (mual, muntaj, nyeri perut, anoreksia).
6.    Penghambat DPP IV
·         Sitagliptin (januvia) Dikeluarkan melalui ginjal sehingga pada gangguan fungsi ginjal perlu penyesuaian dosis. Dosis standar adalah 100 mg/hari dan bila ada gangguan fungsi ginjal (GFR 30-50 /menit) diturunkan menjadi 50 mg/hari
·         Vildagliptin
C.   TERAPI PEMBEDAHAN
Pembedahan yang dilakukan adalah transplantasi pankreas, transplantasi pancreas-ginjal secara simultan, transplantasi islet. Tujuan dari terapi tranplantasi pancreas adalah untuk mencegah komplikasi dari diabetes mellitus seperti gagal ginjal, komplikasi mikrovaskular atau makrovaskular. Transplantasi pankreas-ginjal lebih menguntungkan karena pembedahan ini bertujuan untuk menurunkan pembatasan diet dan mampu mengkontrol normoglikemia tanpa injeksi insulin lagi oleh karena dengan tranplantasi ini dapat mempertahankan sekresi insulin lebih lama dan efektif. Transplantasi islet merupakan prosedur yang minimal invasive, hanya membutuhkan waktu satu jam operasi, insisi abdomen sepanjang tiga inchi, dan perawatan satu hari di rumah sakit. Sel islet diproleh dari donor pancreas dengan menggunakan proses isolasi dan purifikasi yang kompleks sehingga enzim keluar menghancurkan jaringan di sekitar sel islet.

8.    Komplikasi
Komplikasi pada penderita DM dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:
a.    Komplikasi Akut Diabetes
§  Hipoglikemia
Adalah keadaan dimana kadar glukosa darah turun dibawah 50-60 mg/dl (2,7- 3,3 mmol/L). Keadaan ini dapat terjadi karena beberapa hal seperti pemberian insulin atau preparat oral berlebihan, konsumsi makanan yang terlalui sedikit atau aktivitas fisik yang berat. Hipogilemia dapat terjadi setiap saat, bisa pada siang atau malam hari. Gejala yang dapat ditimbulkan dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu gejala androgenik dan gejala sistem syaraf pusat.
Hipoglikemia dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan berdasarkan keparahannya yaitu:
-       Hipoglikemia ringan
Terjadi ketika kadar glukosa darah menurun, sistem saraf simpatis akan terangsang. Pelimpahan adrenalin kedalam darah menyebabkan gejala seperti: perspirasi, tremor, takikardi, palpitasi, kegelisahan, dan rasa lapar.
-       Hipoglikemia sedang
Penurunan kadar glukosa menyebabkan sel-sel otak tidak memperoleh cukup bahan bakar (energi) dengan baik, sehingga dapat menyebabkan gejala seperti : ketidakmampuan berkonsentrasi, penurunan daya ingat, pati rasa daerah bibir dan lidah, bicara pelo, gerakan tidak terkoordinasi perubahan emosional, perilaku tidak rasional, perasaan ingin pingsan.
-       Hipoglikemia berat
Gejala yang ditimbulkan mencakup perilaku yang mengalami disorientasi, serangan kejang, sulit dibangunkan dari tidur atau bahkan kehilangan kesadaran.
Penangan yang harus segera dilakukan jika terjadi hipoglikemia adalah pemeberian 10-15 mg gula yang bekerja secara cepet peroral:
1.    2-4 tablet glukosa yang dapat dibeli diapotik
2.    4-6 ons saribuah/ teh manis
3.    6-10 butir permen khusus atau peremen pemanis lainnya
4.    2-3 sendok teh sirup atau madu (Smletzer & Bare, 2002).
§  Diabtes ketoasidosis (DKA)
-          Terjadi karena tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata.
Penyebab utamanya adalah insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi, keadaan sakit atau infeksi, manifestasi pada diabetes yang tidak terdiagnosis atau tidak terobati. Hal ini menyebabkan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein.
-          Ketosis dan asidosis merupakan tanda khas diabtes ketoasidosis yang dapat menimbulkan gejala pada gastointestinal seperti anoreksia, mual, muntah dan nyeri abdomen. Napas pasien berbau aseton (bau manis seperti buah) akibat meningkatnya badan keton. Selain itu kan timbul juga gejala hiperventilasi (disertai pernapasan yang sangat dalam tetapi tidak berat/ sulit) dapat terjadi. Pernafasan kussmaul menggambarkan upaya tubuh untuk mengurangi asidosis guna melawan efek dari pembentukan badan keton.
-          Perubahan mental pada ketoasidosis diabetik bervariasi antara pasien yang satu dengan
lainnya. pasien dapat terlihat sadar, mengantuk (latergi) atau koma, hal biasanya tergabtung pada osmolalitas.
-          Terapi ketoasidosis diabetik diarahkan pada perbaikan tiga permasalahan tiga permasalahan utama : dehidrasi, kehilangan elekrolit dan asidosis.
1.  Dehidrasi
§  Rehidrasi merupakan tindakan tindakan yang penting untuk mempertahankan perfusi jaringan. Disamping itu, penggantian cairan akan menggalakkan sekresi glukosa yang berlebihan melalui ginjal. Pasien mungkin membutuhkan 6-10 liter cairan infus untuk menggantikan cairan yang disebabkan oleh poliuria, hiperventilasi, diare, dan muntah.
§  Pada mulanya, larutan saline 0,9% diberikan dengan kecepatan yang sangat tinggi-biasanya 0,5- 1L/ jam selama 2 -3 jam. Larutan saline hipotonik (0,45%) dapat digunakan pada pasien-pasien yang menderita hipertensi atau hipernatremia atau yang beresiko mengalami gagal jantung kongestif. Setelah beberapa jam pertama, larutan normal salin 45% merupakan cairan infus pilihan untuk terapi rehidrasi selama tekanan darah pasien tetap stabil dan kadar natriumnya tidak terlalu rendah. Infus dengan kecepatan sedang hingga tinggi
(200-500 ml/jam) dapat dilanjutkan untuk beberapa jam berikutnya.
2.  Kehilangan elektrolit
§  Masalah elektrolit utama yang terjadi pada diabetes adalah kalium. Meskipun kontresi kalium plasma pada awalnya rendah, normal atau tinggi, namun simpanan kalium tubuh dapat berkurang secara signifikan. Selanjutnya kadar kalium akan menurun selama proses penanganan DKA sehingga perlu dilakukan pemantauan kalium yang sering.
§  Beberapa faktor yang berhubungan dengan terapi DKA yang menurunkan konsentrasi kalium serum mencakup:
a.    Rehidrasi yang menyebabkan peningkatatan volume plasma dan penurunan konsentrasi kalium serum.
b.    Rehidrasi yang menyebabkan peningkatan ekskresi kalium kedalam urine.
c.    Pemberian insulin yang menyebabkan peningkatan perpindahan kalium dari cairan ekstrasel ke dalam sel.
§  Penggantian kalium yang dilakukan dengan hati-hati namun tepat waktu merupakan tindakan yang penting untuk menghindari gangguan irama jantung berat yang dapat terjadi pada hipoglikemia. Karena kadar kalium akan menurun selama terapi DKA, pemberian kalium lewat infus harus dilakukan meskipun konsentrasi kalium dalam plasma tetap normal. Setelah DKA teratasi maka pemberian kalium dapat dikurangi. Untuk pemberian infus kalium yang aman maka perawat harus memperhatikan bahwa:
a.    Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia (berupa gelombang T yang tinggi, lancip atau (tertakik) pada hasil pemeriksaan EKG.
b.    Pemeriksaan laboratorium terhadap kalium memberikan hasil yang normal atau rendah.
c.    Pasien dapat berkemih atau tidak mengalami gangguan fungsi ginjal.
3.    Asidosis
§  Akumulasi badan keton (asam) merupakan akibat pemecahan lemak. Asidosis yang terjadi pada DKA dapat diatasi melalui pemberian insulin. insulin menghambat pemecahan lemak sehingga menghentikan pembentukan senyawa-senyawa yang bersifat asam.
§  Isulin biasanya diberikan melalui infus dengan kecepatan lambat tapi kontinu ( misalnya, 5 unit per jam). Kadar glukosa darah tipa jam harus dikukur. Dekstrosa ditambahkan kedalam cairan infus (misalnya, D5 NS atau D545NS) bila kadar glukosa mencapai 250 hingga 30 mg/dl (13,8- 16,6 mmol/L) untuk menghindari penurunan kadar glukosa darah yang terlalu cepat.

·         Sindrom Hiperglikemik Hiperosmolar Nonketotik (HHNK).
-    Merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaris dan hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat kesadaran (sense of awareaness). Pada saat yang sama tidak atau terjadi ketosis ringan. Kelainan dasar biokimia pada sindrom ini berupa kekurangan insulin efektif. Keadaan hiperglikemia persisten menyebabkan deuresis omosis sehingga menyebabkan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Untuk mempertahankan keadaan osmotok, cairan akan berpindah dari ruang intra sel ke ruang ekstra sel. Dengan adanya glukosuria dan dehidrasi, akan dijumpai keadan hipernatremia dan peningkatan osmolaritas. Salah satu perbedaan antara HHNK dengan DKA adalah tidak terdapatnya ketosis dan asidosis pada sindrom HHNK.
-    Gambaran klinis pada sindrom HHNK adalah adanya hipotensi, dehidrasi berat (membrane mukosa kering, trugor kulit jelek), takikardi, dan tanda-tanda neurologis yang bervariasi (perubahan sensori, kejang-kejang, hemiperesis).
-    Penatalaksanaan pada sindrom HHNK serupa dengan terapi DKA, yaitu : cairan, elektrolit dan insulin. Karena peningkatan usia yang khas pada penderita sindrom HHNK, maka pemantauan yang ketat terhadap status volume dan elektrolit diperlukan untuk mencegah gagal jantung keongestif serta disritmia jantung.
b.    Komplikasi Jangka Panjang
Komplikasi jangka panjang DM dapat menyerang semua organ dalam tubuh. Kategori komplikasi kronis DM yang lazim digunakan adalah komplikasi makrovaskuler, mikrovaskuler dan neuropati.
Komplikasi jangka panjang tampak pada DM tipe 1 atau 2 dan biasanya tidak terjadi dalam 5-10 tahun pertama setelah diagnosis DM ditegakkan. Penyakit (mikrovaskuler) renal lebih sering terjadi pada pasien DM tipe 1 sementara komplikasi (makrovaskuler) kardiovaskuler lebih sering dijumpai pada paien DM tipe 2 yang berusia lebih tua.
§  Komplikasi makrovaskuler
a.  Penyakit arteri koroner à perubahan aterosklerotik dalam pembuluh arteri koroner menyebabkan peningkatan terjadinya IMA.
b.  Penyakit serebrovaskuler à perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah serebral atau pembentukan embulus ditempat lain di pembuluh darah yang kemudian terbawa aliran darah hingga terjepit dalam pembuluh darah serebral dapat menyebabkan iskemia sepintas (TIA) atau serangan stroke.
c.  Penyakit vaskuler perifer à perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah besar pada ekstremitas bawah merupakan penyebab meningkatnya insiden penyakit oklusif arteri perifer pada penderita DM. Tanda-tanda dan gejala mencakup berkurangnya denyut nadi perifer dan klaudikasio intermiten (nyeri pada pantat atau betis ketika berjalan). Bentuk penyakit oklusif arteri yang paling parah adalah terjadinya gangren (Smletzer & Bare, 2002).
§  Komplikasi mikrovaskuler
Dapat menyerang pembuluh darah kecil yang ada pada mata (retina) menimbulkan  terjadinya retinopati pada penderita DM. Selain kerusakan  pembuluh darah kecil pada mata juga dapat timbul kerusakan pada pembuluh darah kecil yang ada di ginjal à nefropati.
c.    Neuropati
mengacu kepada sekelompok penyakit yang menyerang semua tipe saraf, termasuk saraf perifer (sensorimotor), otonom maupun spinal.
§  Polineuropatik sensorik (neuropati perifer) à mengenai bagian distal serabut syaraf khususnya ekstremitas bawah. Gejala permulaannya adalah parestesia (rasa tertusuk-tusuk, kesemutan, peningkatan kepekaa) dan rasa terbakar (khususnya pada malam hari) dan berlanjut kaki terasa baal.
§  Neuropati otonom à mengakibatkan berbagai disfungsi yang mengenai hampir seluruh organ tubuh.
-     Kardiovaskuler : frekuensi jantung meningkat (takikardi) tetap menetap, hipotensi ortoststik dan infak miokard tanpa nyeri “silent”.
-     Gastrointestinal : cepat kenyang, kembung,mual, muntah.
-     Urinarius : retensi urin dan penurunan kemampuan untuk merasakan kandung kemih yang penuh.
-     Kelenjar adrenal : tidak adanya atau kurangnya gejala hipoglikemia.
-     Neuropati sudomotorik : tidak adanya atau berkurangnya pengeluaran keringat (anhidrosis) pada bagian ekstremitas disertai peningkatan komponensatorik perspirasi bagian tubuh lain. Kekeringan pada kaki membawa resiko timbulnya ulkus kaki.
-     Disfungsi seksual : khususnya impotensi pada laki-laki

9.    Asuhan Keperawatan
A.   Pengkajian
1)    Identitas Pasien
a)    Nama                         :  Anak kurnia
b)    Usia                :  17 tahun
c)    Jenis kelamin           :
d)    Pekerjaan      : Pelajar
2)    Status kesehatan saat ini
a)    Keluhan Utama                                :
b)    Lama keluhan                                  : 10 hari
c)    Factor pencetus                   : Infeksi
d)    Factor penghambat             : -
e)    Upaya yang telah dilakukan          : dibawa ke RS
f)     Diagnose medis                   : Diabetes Melitus tipe 1
3)    Riwayat kesehatan saat ini                       
Klien sudah panas 8hari dengan suhu tertinggi mencapai 40oC. Dua hari kemudian mengalami polidipsi , poliuria, dengan suhu normal dan glukosa plasma 50.6 mmol/L. Pemeriksaan fisik nadi 130 x/menit. Terlihat tremor, klien mengelih lemas dan pusing
4)    Pola eliminasi                       : klien mengatakan sering BAK karena minumnya banyak.
5)    Pemeriksaan fisik    :
a.    kesadaran umum           : compos mentis 4 5 6
-          Kesadaran    : sadar penuh
-          TTV                 : Nadi : 130x/menit
b.    Hasil pemeriksaan penunjang            :
·      Glukosa plasma : 50,6 mmol/L
·      Keton bernilai positif pada darah dan urin
·      HbA1C : 5,7 %
B.   Analisa Data
Data
Etiologi
Masalah Keperawatan
DS : Polidipsi, poliuria
DO : Glukosa plasma 50,6 mmol/L, tremor, keton (+) dlm darah dan urin.
Autoimun -> poliuria + polidipsi + glukosa plasma 50,6 mmol/L -> Resiko Keridak Seimbangan Glukosa Darah
Resiko Keridak Seimbangan Glukosa Darah
DS : klien dan orang tua masih bingung penatalaksanaan selanjutnya
DO : -
Autoimun -> gangguan metabolism karbohidrat, protein, dan lemak -> penurunan uptake glukosa oleh sel -> defisiensi glukosa  intrasel -> sel2 kelaparan -> stimulasi ke hypothalamus -> polifagia -> pola makan tidak teratur -> defisiensi pengetahuan
Defisiensi Pengetahuan
DS : klien mengeluh lemas dan pusing
DO : -
Autoimun -> DM 1 -> Glukoneogenesis meningkat ->  gangguan metabolisme lemak dan protein -> katabolisme lemak dan protein meningkat -> simpanan energy menurun -> tubuh lemah dan letih -> keletihan
Keletihan
C.   Intervensi
1.  Resiko Keridak Seimbangan Glukosa Darah
·      Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam, glukosa darah  membaik
·      KH        : -  Kadar glukosa darah membaik
-     Urine keton menurun
·      Intervensi         :
c.  Monitor kadar glukosa darah
d. Monitor tanda gejala hipoglikemia
e. Kolaborasi pemberian insulin
f.   Berikan cairan IV dan insulin
g. Identifikasikan adanya tanda hiperglikemia
h. Anjurkan tes HbA1C
i.   Instruksikan uji ketone urine
j.   Identifikasikan jika ada peningkatan ketone
k.  Ajarkan tes gula darah mandiri
l.   Diskusikan pembuatan diari hasil tes gula darah pribadi
m. Ajarkan suntik insulin mandiri
2.  Defisit Pengetahuan
·      Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 7x24 jam, pasien memperoleh informasi yang jelas dan benar tentang penyakitnya.
·      KH       : -  Knowledge : disease process
-       Knowledge : health behavior
·      Intervensi         :
a. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yg spesifik
b. Jelaskan Patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi dengan cara yang tepat
c.  Gambarkan tanda dan gejala yang muncul pada penyakit dengan cara yang tepat
d. Sediakan informasi pada pasien tentang kondisinya
e. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi
f.   Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan
g. Edukasi cara pengguanaan insulin mandiri
3.    Keletihan
·      Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5x24 jam, klien mampu coservating energy.
·      KH : - Mampu menyesuaikan lifestyle sesuai tingkat energi
-    Intake nutrisi adekuat
-    Aktifitas dan istirahat seimbang
·      Intervensi :
a.  Kaji status kelemahan
b.  Tentukan intervensi untuk mengurangi kelemahan
c.  Monitor intake nutrisi
d.  Konsultasikan dengan ahli gizi
e.  Pastikan pasien mengerti prinsip energy conservation
f.   Anjurkan untuk mengurangi aktivitas jika tanda dan gejala kelemahan meningkat
g.  Seimbangkan aktifitas dan istirahat
h.  Ajarkan teknik organisasi aktifitas untuk mengurangi keletihan









DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta EGC

Depkes. 2008. Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Penyakit Diabetes Melitus. Jakarta: Depkes RI

Doctermen. 2005. Nursing Intervention Classification (NIC). Edisi 5. USA: Mosby

Gibney Michael J dkk.2009. Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta; EGC.

Nanda Internasional. 2012. Diagnosa Keperawatan. jakarta: EGC

Price, SA. 2005. Patofisiologi: Konsep klinis, Prose-proses penyakit edisi 4. Jakarta: EGC

Smletzer & Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah VOL 2. Jakarta; EGC

Soegondo, Sidartawan. 2009. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: Balai penerbitan FKUI

Sudoyo, Aris. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: EGC

Tjokroanegoro, Arjatmo. 2002. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu cet. 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI








Tidak ada komentar:

Posting Komentar