LAPORAN TUGAS KELOMPOK PJBL
“HIPOTIROID”
Merchilliea Eso N. (115070200111046)
NURSING
DEPARTMENT MEDICAL FACULTY
BRAWIJAYA
UNIVERSITY
MALANG
2013
1. Definisi
Hipotiroidisme adalah suatu sindroma klinis akibat dari
defisiensi hormon tiroid, yang kemudian mengakibatkan perlambatan proses metabolik.
Hipotiroidisme pada bayi dan anak-anak berakibat pertambatan pertumbuhan dan
perkembangan jelas dengan akibat yang
menetap yang parah seperti retardasi mental. Hipotiroidisme dengan
awitan pada usia dewasa menyebabkan perlambatan umum organisme dengan deposisi glikoaminoglikan pada rongga intraselular, terutama pada otot
dan kulit, yang menimbulkan gambaran klinis miksedema.Gejala hipotiroidisme
pada orang dewasa kebanyakan reversibel dengan terapi (Francis, 1998).
Hipotiroid merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh
gangguan pada salah satu tingkat dari aksis hypothalamus-hipofisis-tiroid “end
organ”, dengan akibat terjadinya defisiensi hormon tiroid ataupun gangguan
respon jaringan terhadap hormon tiroid (Faizi,2012)
Hipotiroidisme merupakan keadaan yang ditandai dengan
terjadinya hipofuungsi tiroid yang berjalan lambat dan diikuti oleh
gejala-gejala kegagalan tiroid. Kejadian ini akibat kadarhormon tiroid berada
di bawah nilai optimal. (Suzanne,2002)
2. Klasifikasi
Hipotiroid
dapat diklasifikasikan menjadi :
1.
Hipotiroidisme Kongenital
a.
Hipotiroid Kongenital menetap
b.
Hipotiroid Kongenital transien
2.
Hipotiroidisme Didapat (Acquired)
a.
Hipotiroidisme Primer (kelainan pada kelenjar tiroid)
b.
Hipotiroidisme Sekunder (kelainan pada hipofisis)
c.
Hipotiroidisme tersier (kelainan hipotalamus)
d.
Resistensi Perifer terhadap kerja hormone tiroid
Sedangkan menurut Suzanne (2002) hipotiroid dibagi menjadi:
· Hipotiroid primer : kerusakan pada kelenjar tiroid itu sendiri
· Hipotiroid sentral: disfungsi tiroid disebabkan oleh kelenjar
hipofisis, hipotalamus, atau keduanya yang dibagi lagi menjadi:
- Hipotiroid Sekunder: Apabila
disfungsi tiroid disebabkan oleh kegagalan kelenjar hipofisis
- Hipotiroid Tersier atau
hipotalamus: Jika
ditimbulkanoleh kelainan hipotalamus yang mengakibatkan sekresi TSH tidak
adekuat akibat penurunan stimulasi oleh TRH.
3. Etiologi
dan Faktor Resiko
Menurut Elizabeth J Corwin
(2009) Hipotiroidisme dapat terjadi akibat malfungsi kelenjar tiroid, hipofisis
atau hipotalamus. Apabila hipotiroidisme disebabkan oleh malfungsi kelenjar
tiroid, kadar TH yang rendah disebabkan oleh kadar TSH yang rendah. TRH dari
hipotalamus tinggi karena tidak adanya umpan balik negatif pada pelepasannya
oleh TSH atau TH. Hipotiroidisme yang disebabkan oleh hipotalamusmenyebabkan
kadar TH, TSH dan TRH yang rendah. Hipotiroidisme akibat pengobatan dapat
terjadi setelah terapi atau pembedahan tiroid sebelumnya, terapi radioiodin,
atau obat-obat seperti sitokin, amiodaron, dan litium.
Menurut Hans Tandra (2011)
Penyakit tiroid bukan hanya diderita pada usia dewasa, melainkan juga dapat
diderita pada anak walaupun prevalensinya masih sedikit. Penyebab hipotiroid
pada anak bisa bermacam-macam. Bisa karena cacat ketika berada dalam kandungan
ibunya, sehingga pertumbuhan kelenjar tiroidnya tidak sempurna, dan bisa juga
lantaran ibu yang menderita hipotiroid. Di Negara berkembang, masalah
kekurangan yodium dapat berakibat hipotiroid pada anak.
Etiologi
menurut klasifikasinya:
a.
Etiologi hipotiroid
congenital menetap
1. Disgenesis Tiroid
Merupakan
penyebab terbesar Hipotiroidisme Kongenital non endemik, kira-kira 85-90 %.
Merupakan akibat dari tidak adanya jaringan tiroid total (agenesis) atau
parsial (hipoplasia) yang dapat terjadi akibat gagalnya penurunan kelenjar
tiroid ke leher (ektopik), disini dapat terjadi agenesis unilateral atau
hipoplasia. Faktor genetik dan lingkungan mungkin berperan pada disgenesis
tiroid, namun demikian sebagian besar penyebabnya belum diketahui.
2. Inborn Errors of Tyroid Hormonogenesis
Merupakan
kelainan terbanyak kongenital karena
kelainan genetik. Defek yang didapatkan adalah :
·
Kegagalan mengkonsentrasikan yodium
·
Defek organifikasi yodium karena kelainan
enzim TPO atau pada H2O2 generating system
·
Defek pada sintesis atau transport
triglobulin
·
Kelainan katifitas iodotirosin deidonase
3. Resisten TSH
Sindrom
resistensi hormone, bermanifestasi sangat luas, sebagai akibat dari berkurang
atau tidak adanya respon “end organ” terhadap hormone yang biologis aktif. Hal
ini dapat disebabkan karena defek pada reseptor atau post reseptor, TSH
resisten adalah suatu keadaan kelenjar tiroid refakter terhadap rangsang TSH.
Hilangnya fungsi reseptor TSH , akibat mutasi reseptor TSH defek molekuler pada
sebagian keluarga kasus dengan resisten TSH yang ditandai dengan kadar serum
TSH tinggi , dan serum hormon tiroid normal atau menurun, disertai kelenjar
tiroid normal atau hipoplastik.
4. Sintesis atau sekresi TSH berkurang
Hipotiroidism sentral disebabkan karena
kelainan pada hipofisis atau hipotalamus. Pada bayi sangat jarang dengan
prevalensi antara 1 : 25.000 sampai 1: 100.000 kelahiran.
5. Menurunnya transport T4 seluler
Sindrom
ini terjadi akibat mutasi monocarboxylate transporter 8 (MCT8), merupakan
fasilitator seluler aktif transport hormone tiroid ke dalam sel. Biasanya pada
laki laki menyababkan hipotiroidisme dengan kelainan neurologi seperti kelambatan
perkembangan menyeluruh, distonia hipotoniasentral , gangguan pandangan mata
serta kadar T3 meningkat.
6. Resistensi hormone tiroid
Merupakan
sindrom akibat dari tidak responsifnya jaringan target terhadap hormone tiroid,
ditandai dengan meningkatnya kadar FT4 dan FT3 dalam sirkulasi dengan kadar TSH
sedikit meningkat atau normal.
b.
Etiologi
hipotiroid congenital transien
1. Defisiensi yodium atau yodium yang
berlebihan
Pada
janin maupun pada bayi yang baru lahir sangat peka pengaruh nya pada tiroid,
sehingga harus dihindarkan penggunannya yodiu pada ibu selama kehamilan, sumber
sumber yodium termasuk obat-obatan (kalium yodia, amidarone), bahan kontras
radiologi( untuk pyelogram intra vena,
cholecytogram) dan larutan antiseptic (yodium povidon) yang digunakan
membersihkan kulit dan vagina, dapat berpengaruh.
2. Pengobatan ibu dengan obat antitiroid
Dapat
terjadi pada ibu yang diberikan obat antitiroid (PTU atau karbimasol atau
metimasil) untuk penyakit graves, bayi nya ditandai oleh pembesaran kelenjar
tiroid, sehingga dapat mengakibatkan gangguan prnafasan, khususnya bila
diberikan obat yang dosisnya tinggi.
3. Antibody reseptor tirotropin ibu
Reseptor
TSH (TSHR) meruoakan pasangan protein G merupakan reseptor berbentuk seperti
jangkar terhadap permukaan sel epitel tiroid (Tirosid) yang mengatur sintesis
dan lepasnya hormone tiroid . bila memblok TSH endogen dapat mengakibatkan hipo
tiroidisme.
c.
Etiologi
hipotiroid didapat
Primer :
1.Tiroiditis Hasimoto :
a. Dengan goiter
b. Atropi tiroid idiopatik,
diduga sebagai stadium akhir penyakit
tiroid autoimun, setelah tiroiditis Hashimoto
atau penyakit Graves.
2. Terapi iodin radioaktif
untuk penyakit Graves.
3. Tiroidektami subtotal
untuk penyakit Graves atau goiter nodular.
4. Asupan iodide berlebihan
(kelp, zat warna kontras)
5. Tirokiitis subakut.
6. Penyebab yang jarang di
Amerika Serikat.
a. Defisiensi iodide.
b. Bahan goitrogenik lain seperti
litium; terapi dengan obat antitiroid.
c. Kelainan bawaan sintesis
hormon tiroid.
Sekunder :
Hipopituitarisme karena adenoma hipofisis, terapi ablasi hipofisis, atau
destruksi hipofisis.
Tersier : Disfungsi
hipotalamus (jarang).
4. Manifestasi Klinis
Spektrum
gambaran klinik hipotiroidisme sangat lebar, mulai dari keluhan cepat lelah
atau mudah lupa sampai gangguan kesadaran berat (koma miksedema). Dewasa ini
sangat jarang ditemukan kasus-kasus dengan koma miksedema (Djokomoeljanto R,
2009)
Gejala
yang sering dikeluhkan pada usia dewasa adalah cepat lelah, tidak tahan dingin,
berat badan naik, konstipasi, gangguan siklus haid dan kejang otot. Pengaruh
hipotiroidisme pada berbagai sistem organ dapat dilihat pada table (Mansjoer A,
2007).
Tabel
Gejala klinis hipotiroidisme berdasarkan sistem organ :

Koma miksedema merupakan salah satu keadaan klinis hipotiroidisme yang jarang dijumpai dan merupakan merupakan keadaan yang kritis dan mengancam jiwa. Terjadi pada pasien yang lama menderita hipotiroidisme berat tanpa pengobatan sehingga suatu saat mekanisme adaptasi tidak dapat lagi mempertahankan homeostasis tubuh. Koma miksedema ditegakkan dengan (Djokomoeljanto, 2007 ; Vaidya, 2008):
1. Tanda
dan gejala klinis keadaan hipotiroidisme dekompensata.
2. Perubahan
mental, letargi, tidur berkepanjangan (20 jam atau lebih).
3. Defek
termoregulasi, hipotermia.
4. Terdapat
faktor presipitasi : kedinginan, infeksi, obat-obatan (diuretik, tranguilizer,
sedatif, analgetik), trauma, stroke, gagal jantung, perdarahan saluran cerna.
MANIFESTASI
KLINIS PEDIATRIK
Ë Riwayat dan
gejala pada neonatus dan bayi :
· Fontanella
mayor yang lebar dan fontanella posterior yang terbuka.
· Suhu rektal
< 35,5˚C dalam 0-45 jam pasca lahir.
· Berat badan
lahir > 3500 gram; masa kehamilan > 40 minggu.
· Suara besar dan
parau.
· Hernia
umbilikalis.
· Riwayat ikterus
lebih dari 3 hari.
· Miksedema.
· Makroglosi.
· Riwayat BAB
pertama > 20 jam setelah lahir dan sembelit (< 1 kali/hari).
· Kulit kering,
dingin, dan ”motling” (berbercak-bercak).
· Letargi.
· Sukar minum.
· Bradikardia
(< 100/menit).
Ë Gejala pada
anak besar :
· Dengan goiter
maupun tanpa goiter.
· Gangguan
pertumbuhan (kerdil).
· Gangguan
perkembangan motorik, mental, gigi, tulang, dan pubertas.
· Ganguan
perkembangan mental permanen terutama bila onset terjadi sebelum umur 3 tahun.
· Aktivitas
berkurang, lambat.
· Kulit kering.
· Miksedema.
· Tekanan darah
rendah, metabolisme rendah.
· Intoleransi
terhadap dingin.
(Fisher DA, 2002) , (Styne, 2004) (Rossi, 2005).
5. Patofisiologi
(terlampir)
6. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan kadar tirotropin (TSH) merupakan uji
diagnostik lini pertama untuk hipotiroid. Kenaikan kadar TSH memastikan
seseorang menderita hipotiroid primer. Kadar TSH normal adalah 0,4 mU/L sampai
4,0 mU/L yang terdistribusi secara logaritmik, sehingga konsentrasi rata-rata
berada di batas bawah dari kisaran normal. Akibatnya, kadar TSH pada batas atas
normal (> 3,0 mU/L) kemungkinan menunjukkan disfungsi tiroid yang masih
ringan, yang berisiko berkembang menjadi hipotiroid, terutama jika ditemukan
adanya autoantibodi tiroid (Roberts, 2004).
Pemeriksaan tirotropin (TSH) mempunyai keterbatasan dalam
mendiagnosis hipotirois sentral. Pada penderita hipotiroid sentral, kadar TSH
dapat rendah oleh karena penurunan produksi TSH, atau normal atau sedikit
meningkat sebagai hasil sintesis TSH
dengan aktivitas biologis yang rendah. Hipotiroid sentral dapat dicurigai pada
beberapa kondisi,
(1) jika didapatkan gambaran klinis hipotiroid tanpa
kenaikan kadar tirotropin,
(2) gambaran klinis defisiensi hormon hipofisis anterior
lain,
(3) adanya massa pada regio sellar atau
(4) pada pasien dengan hipopituitarisme (mis :
sarkoidosis, radioterapi atau perlukaan kranial, kanker dengan metastasis
hipofisis).
Pada kondisi-kondisi tersebut, pemeriksaan kadar
tirotropin dilakukan bersama sama dengan pemeriksaan kadar tiroksin bebas.
Kadar tiroksin bebas yang rendah memastikan diagnosis hipotiroid sentral.
Ditemukan kadar tiroksin bebas yang rendah ini, tanpa memperhitungkan berapa
kadar TSH, harus diikuti dengan pemeriksaan lanjutan, seperti pemeriksaan
pencitraan hipofisis, tes stimulasi TRH dan tes fungsi hipofisis yang lain.
Pada kecurigaan klinis hipotiroid, kadar tiroksin bebas yang berada pada batas
bawah nilai normal pun harus dicurigai sebagai hipotiroid sentral tahap awal,
yang perlu dievaluasi lebih lanjut dengan pemeriksaan yang lain. Sebaliknya ada
kondisi lain di mana peningkatan TSH tidak berhubungan dengan hipotiroid
misalnya pada insufisiensi adrenal, gagal ginjal atau paparan suhu yang sangat
dingin. Obat-obat yang digunakan pada kondisi darurat seperti glukokortikoid,
dopamin, dobutamin dapat menekan kadar TSH sehingga menutupi gejala hipotiroid.
Sebaliknya, pasien yang baru saja pulih dari kondisi sakit parah akan
menunjukkan kenaikan sementara kadar TSH, sehingga pemeriksaan fungsi tiroid
pada pasien yang sakit parah dapat
memberikan hasil yang membingungkan. Penggunaan obat-obat anti kejang
seperti fenitoin dan karbamazepin dapat memberikan hasil pemeriksaan TSH dan
tiroksin bebas yang rendah yang mungkin dikira sebagai hipotiroid sentral
(Roberts & Ladenson, 2004)
Tabel Nilai Laboratorium pada
hipotiroid
Kadar TSH Kadar
FT4 Kadar FT3 Kemungkinan diagnosis
Tinggi Rendah Rendah Hipotiroid
primer
Tinggi Normal Normal Hipotiroid subklinis yg
(> 10mU/L) cenderung berkembang mjd
Hipotiroid
klinis
Tinggi Normal
Normal Hipotiroid subklinis yg tdk
(5-10 mU/L) cenderung
berkembang mjd
Hipotiroid
klinis
Tinggi Tinggi Rendah Hilangnya enzim pengubah
T4-T3,
efek amiodaron
Tinggi Tinggi Tinggi resistensi hormon tiroid
Perifer
Rendah Rendah Rendah Hipotiroid
sentral (defisiensi
Tiroid
hipofisis)
Penghentian tiba-tiba
tiroksin Stl tx pengganti yg
berlebih
Diambil dari Hueston, 2001
o Pemeriksaan fungsi tiroid T4 dan TSH dilakukan
untuk memastikan diagnosis, apabila ditemukan kadar T4 rendah
disertai TSH meningkat maka diagnosis sudah dapat ditegakkan.
o Pemeriksaan darah perifer lengkap, air kemih, tinja,
kolesterol serum (biasanya meningkat pada anak > 2 tahun).
o Apabila ibu dicurigai menderita hipotiroid maka bayi
perlu diperiksa antibodi antitiroid. Kadar TBG diperiksa bila ada dugaan
defisiensi TBG yaitu bila dengan pengobatan hormon tiroid tidak ada respon.
Radiologis :
· USG atau CT scan tiroid.

· Tiroid scintigrafi, membantu memperjelas penyebab yang
mendasari bayi dengan hipotiroidisme kongenital. Pasien meminum radioaktif
yodium atau technetium dan ditunggu hingga substansi tersebut ada pada kelenjar
tiroid. Jika tiroid berfungsi maka akan terlihat level penyerapan yang sama
pada seluruh kelenjar tiroid. Bila ada aktivitas berlebih akan terlihat daerah
berwarana putih. Sedangkan area yang kurang aktif akan terlihat lebih gelap.
· Umur tulang (bone age), adanya retardasi perkembangan
tulang misalnya disgenesis epifise atau deformitas veterbra.
· X-foto tengkorak, menunjukkan adanya fontanella besar dan
sutura yang melebar, tulang antar sutura (wormian) biasanya ada, terlihatnya
sella tursika yang membesar dan bulat, dan mungkin terlihat adanya erosi dan
penipisan.
7. Penatalaksanaan Medis
Tujuan penatalaksanaan
hipotiroid adalah memulihkan metabolisme klien kembali pada keadaan normal
dengan cara mengganti hormon yang hilang. Levotiroksin sintetik ( synthroid
atau levothroid) merupakan preparat terpilih untuk pngobatan hipotiroidisme
dengan dosis terapi didasarkan pada konsentrasi TSH dalam serum plasma klien.
Pada hipotiroidisme berat dan koma miksedema
penatalaksanaan mencakup seluruh organ vital. Koma miksedema adalah situasi
yang mengancam nyawa yang ditandai oleh eksaserbasi (perburukan) semua gejala
hipotiroidisme termasuk hipotermi tanpa menggigil, hipotensi, hipoglikemia,
hipoventilasi, dan penurunan kesadaran hingga koma. Kematian dapat terjadi apabila tidak diberikan HT
(synthroid) dan stabilisasi semua
gejala. Dalam keadaan darurat (misalnya koma miksedem), hormon tiroid bisa
diberikan secara intravena. Pemberian cairan harus diperhatikan
untuk menghindari resiko intoksikasi air. Pada klien yang kenaikan kadar
kolesterol, arterosklerosis, infark miokard, dan penyakit arteri koroner
keadaan tersebut harus diperbaiki dahulu sebelum diberikan terapi karena
pemberian HT akan meningkatkan metabolisme dan konsumsi oksigen sedangkan
suplai darah kurang sehingga pada klien dengan keadaan tersebut klien tidak
bisa mendapatkan terapi HT.
Dosis
pemberian HT / Levothyroxine

*Bila fasilitas untuk mengukur faal tiroid tidak ada, dapat dilakukan therapeutic
trial sampai usia 3 tahun dimulai dengan dosis rendah dalam 2-3 minggu;
bila ada perbaikan klinis, dosis dapat ditingkatkan bertahap atau dengan dosis
pemberian + 100 μg/m2/hari.Penyesuaian
dosis tiroksin berdasarkan respon klinik dari uji fungsi tiroid T3, T4, dan TSH
yang dapat berbeda tergantung dari etiologi hipotiroid.*
Hormon
Tiroid
Obat ini
diberikan untuk melengkapi hormon tiroid pada pasien dengan hypothyroidism.
Levothyroxine adalah bentuk yang diinginkan dari penggantian hormon tiroid pada
semua pasien dengan hypothyroidism. [69] tiroid Diparut dan dikeringkan adalah
obat usang yang terbuat dari jaringan hewan dikumpulkan. Tiroid kering
sebaiknya tidak digunakan.
Levothyroxine
(levothroid, levoxyl, Synthroid)
Dikenal
sebagai L-tiroksin, T4, dan tiroksin. Sebuah hormon tiroid dengan catatan
terbukti keamanan, kemanjuran, dan kemudahan penggunaan. Dalam bentuk aktif,
mempengaruhi pertumbuhan dan pematangan jaringan. Terlibat dalam pertumbuhan
normal, metabolisme, dan pengembangan.
Evaluasi
o
Anak-anak dengan hipotiroidisme kongenital harus
dipantau secara klinis dan biokimia. Parameter klinis harus mencakup
pertumbuhan linier, berat badan, perkembangan perkembangan, dan kesejahteraan
secara keseluruhan.
o
Pengukuran laboratorium T4 (total atau gratis T4) dan
TSH harus diulang 4-6 minggu setelah memulai terapi, maka setiap 1-3 bulan
selama tahun pertama kehidupan dan setiap 2-4 bulan selama tahun kedua dan
ketiga. Pada anak-anak usia 3 tahun dan lebih tua, interval waktu antara
pengukuran dapat ditingkatkan, tergantung pada keandalan pengasuh pasien.
Sebagai perubahan dosis dibuat, pengujian harus lebih sering.
o
Kemungkinan terjadinya hipertiroidisme perlu
diwaspadai. Dosis yang berlebihan dapat mengakibatkan takikardia, kecemasan
berlebihan, gangguan tidur, dan gejala tirotoksikosis yang lain. Pemberian
tiroksin berlebihan jangka lama mengakibatkan terjadinya kraniosinostosis.
Pemeriksaan fungsi tiroid.
o
2-4 minggu setelah terapi dimulai dan 2 minggu setelah
setiap perubahan dosis.
o
Apabila fase perkembangan otak sudah dilalui,
pemantauan dapat dilakukan 3 bulan sampai 6 bulan sekali dengan mengevaluasi
pertumbuhan linear, berat badan, perkembangan motorik dan bahasa serta
kemampuan akademis untuk yang sudah bersekolah.
o
Umur tulang dipantau tiap tahun.
o
Evaluasi perkembangan dan psychoneurological harus
dipertimbangkan pada semua bayi dengan hipotiroidisme kongenital. Evaluasi
tersebut sangat penting pada anak-anak yang pengobatannya ditunda atau tidak
memadai. Seperti disebutkan di atas, bayi didiagnosis dini yang memiliki
tanda-tanda terdeteksi hipotiroidisme pada saat diagnosis juga pada peningkatan
risiko masalah perkembangan. Setiap anak, perkembangan sekolah harus dipantau
dan orang tua didorong untuk mencari evaluasi awal dan intervensi sesegera
masalah diakui.
o
Reevaluasi setelah penarikan pengobatan harus
dipertimbangkan pada usia 3 tahun. Jika anak tetap hipotiroid pada usia 3
tahun, penggantian hormon thyroid dan pemantauan medis biasanya diperlukan
untuk kehidupan.
Pencegahan
o
Suplemen diet iodida dapat mencegah gondok endemik dan
kretinisme, tetapi tidak hipotiroidisme kongenital sporadis. Iodisasi garam
adalah metode biasa, namun minyak goreng, tepung, dan air minum juga telah
iodinasi untuk tujuan ini. Suntikan intramuskular long-acting minyak beryodium
(lipiodol) telah digunakan di beberapa daerah, dan lipiodol juga bisa efektif.
o
Pelaksanaan dengan baik program skrining bayi yang
baru lahir telah membuat diagnosis bayi dengan hipotiroidisme kongenital
mungkin dalam 3 minggu pertama kehidupan. Dengan pengobatan dini dan memadai,
gejala sisa dapat dihilangkan di sebagian dan diminimalkan dalam sisanya.
o
Diagnosis dini dan pengobatan hipotiroidisme
kongenital mencegah keterbelakangan mental yang berat dan komplikasi neurologis
lainnya. Bahkan dengan pengobatan dini, beberapa anak menunjukkan
keterlambatan ringan di berbagai bidang seperti pemahaman membaca dan berhitung
di kelas tiga.
o
Bayi dengan usia tulang tertunda pada diagnosis atau
waktu yang lebih lama untuk menormalkan kadar hormon tiroid memiliki hasil yang
lebih buruk. Meskipun terus membaiknya IQ telah didokumentasikan pada pasien
yang diobati sampai remaja, beberapa masalah kognitif dapat bertahan. Ini
mungkin termasuk masalah dalam visuospatial, bahasa, dan fungsi motorik halus.
Cacat dalam memori dan perhatian juga dapat timbul.
o
Orang tua harus dididik tentang gangguan anak mereka,
masalah potensial yang terkait dengan ada pengobatan atau perawatan yang tidak
memadai, dan manfaat dari pengobatan dini dan tepat. Ini harus mencakup
petunjuk pada administrasi yang tepat dari obat dan bagaimana dan kapan untuk
menindaklanjuti dengan dokter. Karena masalah belajar yang mungkin, bahkan
dengan diagnosis dini dan pengobatan, orang tua harus dianjurkan kapan untuk
mencari evaluasi psikomotorik dan pendidikan dan intervensi. Program intervensi
anak usia dini, jika tersedia, harus didorong.
o
Ketika kesalahan bawaan dari produksi hormon tiroid
dicurigai, konseling genetik harus disediakan.
8. Komplikasi
Komplikasi yang dapat
terjadi akibat kekurangan hormon tiroid adalah:
a. Gondok
Hal
ini di sebabkan karena stimulasi terus menerus agar tiroid mengeluarkan hormon
sehingga dapat menyebabkan kelenjar membesar. Sel-sel tiroid menjadi aktif
berlebihan dan hipertrofik dalam usaha untuk menyerap semua iodium yang tersisa
dalam darah. Kadar HT yang rendah akan disertai kadar TSH dan TRH yang tinggi
karena minimnya umpan balik.
b. Perubahan
mental dan kepribadian
Pada
mulanya pasien akan mudah tersinggung, kemudian akan mengalami perubahan mental
dan pasien menjadi apatis. Pada hipotiroidisme tingkat lanjut pasien dapat
mengalami demensia yang disertai dengan perubahan kognitif dan kepribadian.
c. Gangguan
jantung.
Hipotiroidisme
berat dapat menyebabkan terjadinya peningkatan kadar kolesterol serum,
aterosklerosis, penyakit jantung koroner dan fungsi ventrikel kiri yang menurun
(jalek). Iskemia atau infark miokard dapat terjadi sebagai respon terhadap
terapi pada penderita hipotiroidisme yang berat dan sudah berlangsung lama atau
pada penderita koma miksedema (Smletzer & Bare, 2002)
d. Koma
miksedema
Koma
miksedema adalah situasi yang mengancam nyawa yang ditandai oleh eksaserbasi
(perburukan) semua gejala hipotiroidisme termasuk hipotermi tanpa menggigil,
hipotensi, hipoglikemia, hipoventilasi, dan penurunan kesadaran hingga koma.
e. Kematian
dapat terjadi apabila tidak diberikan HT dan stabilisasi semua gejala dengan
segera (Corwin Elizabeth J, 2009).
f. Komplikasi
obstetrik
Wanita
hamil yang mengalami hipotiroid beresiko mengalami komplikasi seperti abortus,
lahir mati, anemia, hipertensi dalam kehamilan, solusio plasenta, perdarahan
post partum, dan hipertensi dalam kehamilan.
g. Gangguan
pertumbuhan dan perkembangan (kretinisme).
Jika
hipotiroidisme yang berat sudah terjadi sewaktu hidup fetal, maka kita akan
mendapatkan penderita yang cebol dan mungkin imbesil. Pada waktu lahir tidak
ditemukan kelainan tetapi pada umur 2-3 bulan sudah bisa timbul gejala lidah
tebal dan jarak antara ke dua mata lebih besar dari biasanya. Pada waktu ini
kulit kasar dan warnanya agak kekuningan. Kepala anak besar, mukanya bulat dan
raut mukanya (ekspresi) seperti orang bodoh sedangkan hidungnya besar dan
pesek, bibirnya tebal, mulutnya selalu terbuka dan juga lidah yang tebal
dikeluarkan. Pertumbuhan tulang juga terlambat. Sedangkan keadaan psikis
berbeda-beda biasanya antara agak cerdik dan sama sekali imbesil (Behrman
dkk,2000)
h. Infertilitas
Hipotiroidisme
mengakibatkan gangguan konversi metabolisme perifer dari prekursor estrogen
menjadi estrogen, berakibat perubahan sekresi FS H dan LH dan siklus
anovulatoar dan infertilitas. Hal ini dihubungkan dengan menoragia berat.
9. Asuhan Keperawatan
Pengkajian
1) Identitas klien
Merupakan biodata
klien yang meliputi
: nama, umur,
jenis kelamin, agama,
suku bangsa / ras, pendidikan,
bahasa yang dipakai,
pekerjaan, penghasilan dan
alamat.
2) Keluhan utama
Keluhan
utama biasanya yaitu
kurang energi, manifestasinya sebagai lesu, lamban bicara, mudah lupa,
obstipasi. Metabolisme rendah menyebabkan bradikardia, tidak tahan dingin,
berat badan naik dan anoreksia. Kelainan psikologis meliputi depresi, meskipun
nervositas dan agitasi dapat terjadi. Kelainan reproduksi yaitu oligomenorea,
infertil, aterosklerosis meningkat.
3) Riwayat penyakit
sekarang
Pada
orang dewasa, paling sering mengenai wanita dan ditandai oleh peningkatan laju
metabolik basal, kelelahan dan letargi, kepekaan terhadap dingin, dan gangguan
menstruasi. Bila tidak diobati, akan berkembang menjadi miksedema nyata. Pada
bayi, hipotiroidisme hebat menimbulkan kretinisme. Pada remaja hingga dewasa,
manifestasinya merupakan peralihan dengan retardasi perkembangan dan mental
yang relatif kurang hebat serta miksedema disebut demikian karena adanya
edematus, penebalan merata dari kulit yang timbul akibat penimbunan
mukopolisakarida hidrofilik pada jaringan ikat di seluruh tubuh.
4) Riwayat penyakit
dahulu
Hipotiroidisme tidak terjadi
dalam semalam, tetapi perlahan selama
berbulan-bulan, sehingga pada awalnya pasien atau keluarganya tidak menyadari,
bahkan menganggapnya sebagai efek penuaan. Pasien mungkin kedokter ketika
mengalami keluhan yang tidak khas seperti lelah dan penambahan berat badan.
Dokter akan meminta pemeriksaan laboratorium yang tepat, yaitu kadar T4 rendah
dan TSH yang tinggi, sehingga diagnosis hipotirodisme dapat diketahui pada
tahap awal ketika gejalanya masih ringan.
5) Pemeriksaan fisik
Inspeksi : Kaji adanya:
-
Ekspresi
wajah tumpul
-
Capek
-
Mengantuk
-
Berat
badan meningkat
-
Kelambanan
mental
-
Kurangnya
pertumbuhan rambut
-
Suara
parau (seperti katak)
-
Kulit
bersisik
-
Oedema
seluruh tubuh
-
Ekspresi
sakit kepala
-
Mual
-
Anoreksia
Palpasi: Kaji adanya:
-
Denyut
nadi melemah
-
Konstipasi
Aukskultasi: Kaji
adanya:
-
Detak
jantung lambat
-
Tekanan
darah menurun
Perkusi: Kaji adanya:
-
Suara
perut dullness
1). Pemeriksaan
Per Sistem
v Integumen : Kaji adanya:
a) Kulit kering, pecah-pecah, bersisik dan menebal
b) Pembengkakan, tangan, mata dan wajah
c) Tidak tahan dingin
d) Pertumbuhan kuku buruk, kuku menebal
v
Muskuloskeletal:
Kaji adanya:
a) Volume otot bertambah, glossomegali
b) Kejang otot, kaku, paramitoni
c) Artralgia dan efusi sinovial
d) Osteoporosis
e) Pertumbuhan tulang terhambat pada usia muda
f) Umur tulang tertinggal disbanding usia kronologis
g) Kadar fosfatase alkali menurun
v
Neurologik:
Kaji adanya:
a) Letargi dan mental menjadi lambat
b) Aliran darah otak menurun
c) Kejang, koma, dementia, psikosis (gangguan memori,
perhatian kurang, penurunan reflek tendon)
d) Ataksia (serebelum terkena)
e) Gangguan saraf ( carfal tunnel)
f) Tuli perseptif, rasa kecap, penciuman terganggu
v
Kardiorespiratorik
Kaji adanya:
a) Bradikardi, disritmia, hipotensi
b) Curah jantung menurun, gagal jantung
c) Efusi pericardial (sedikit, temponade sangat jarang)
d) Kardiomiopati di pembuluh. EKG menunjukkan gelombang T
mendatar/inverse
e) Penyakit jantung iskemic
f) Hipotensilasi
g) Efusi pleural
v
Gastrointestinal:
Kaji adanya:
a) Konstipasi, anoreksia, peningkatan BB, distensi abdomen
b) Obstruksi usus oleh efusi peritoneal
c) Aklorhidria, antibody sel parietal gaster, anemia
pernisiosa
v
Renalis:
Kaji adanya:
a) Aliran darah ginjal berkurang, GFR menurun
b) Retensi air (volume plasma berkurang)
c) Hipokalsemia
v
Hematologi:
Kaji adanya:
a) Anemia normokrom normositik
b) Anemia mikrositik/makrositik
c) Gangguan koagulasi ringan
v
Sistem
endokrin: Kaji adanya::
a) Pada perempuan terjadi perubahan menstruasi seperti
amenore / masa menstruasi yang memanjang, menoragi dan galaktore dengan
hiperprolaktemi
b) Gangguan fertilitas
c) Gangguan hormone pertumbuhan dan respon ACTH, hipofisis
terhadap insulin akibat hipoglikemi
d) Gangguan sintesis kortison, kliren kortison menurun
e) Insufisiensi kelenjar adrenal autoimun
f) Psikologis / emosi : apatis, agitasi, depresi, paranoid,
menarik diri, perilaku maniak
g) Manifestasi klinis lain berupa : edema periorbita, wajah
seperti bula (moon face), wajah kasar, suara serak, pembesaran leher, lidah
tebal, sensitifitas terhadap opioid, haluaran urin menurun, lemah, ekspresi
wajah kosong dan lemah.
(Maulidia,
2012)
Hasil pemeriksaan penunjang (lihat hasil tes lab)
Tabel Nilai Laboratorium pada
hipotiroid
Kadar TSH Kadar
FT4 Kadar FT3 Kemungkinan diagnosis
Tinggi Rendah Rendah Hipotiroid
primer
Tinggi Normal Normal Hipotiroid subklinis yg
(> 10mU/L) cenderung berkembang mjd
Hipotiroid
klinis
Tinggi Normal
Normal Hipotiroid subklinis yg tdk
(5-10 mU/L) cenderung
berkembang mjd
Hipotiroid
klinis
Tinggi Tinggi Rendah Hilangnya enzim pengubah
T4-T3,
efek amiodaron
Tinggi Tinggi Tinggi resistensi hormon tiroid
Perifer
Rendah Rendah Rendah Hipotiroid
sentral (defisiensi
Tiroid
hipofisis)
Penghentian tiba-tiba
tiroksin Stl tx pengganti yg
berlebih
(Houston,
2001)
Analisa
Data
Data
|
Etiologi
|
Dx
|
Ds : -
Do : bradikardi, gangguan kontraktilitas, kardiomegali, ↑
resistensi pemb. darah perifer & ↓ vol darah.
|
Faktor resiko
↓
↓ produksi hormone tiroid à T3
↓
Gangguan ↓ penyerapan
kalsium, aktivitas produksi ATP & ↓ reseptor beta adrenergik
↓
↓ kontraktilitas
miokard, gangguan irama jantung
↓
↓ volume darah sekuncup
↓
Penurunan curah jantung
|
Penurunan Curah Jantung b/d perubahan frekuensi jantung, perubahan
kontraktilitas, perubahan volume sekuncup
|
DS:
·
Melaporkan
secara verbal adanya kelelahan atau kelemahan.
·
Adanya
dyspneu atau ketidaknyamanan saat beraktivitas.
·
DO :
·
Respon
abnormal dari tekanan darah atau nadi terhadap aktifitas
·
Perubahan
ECG : aritmia, iskemia
|
Faktor resiko
↓
Metabolisme
↓
Protein, lemak,
karbohidrat, vit2 lain terhambat
↓
Prod. ATP & ADP ↓
↓
Kelelahan otot
(hipotonia)
↓
Nyeri, kekakuan &
pembengkakan sendi
↓
Intoleransi aktivitas
|
Intoleransi aktivitas b/d
·
Tirah
Baring atau imobilisasi
·
Kelemahan
menyeluruh
·
Ketidakseimbangan
antara suplei oksigen dengan kebutuhan
·
Gaya
hidup yang dipertahankan
|
Ds:
- Nyeri perut
- Ketegangan perut
- Anoreksia
- Perasaan tekanan pada rektum
- Peningkatan tekanan abdominal
- Mual
- Defekasi dengan
nyeri
Do:
-
Perubahan
pola BAB
-
Feses
berwarna gelap
-
Penurunan
frekuensi BAB
-
Penurunan
volume feses
-
Distensi
abdomen
-
Feses
keras
-
Bising
usus hipo/hiperaktif
|
Faktor resiko dan etiologi hipotiroid (defisiensi
iodium, disfungsi hipofisis, disfungsi TRH hipotalamus)
↓
Penekanan produksi hormon tiroid
↓
Hipotiroid
↓
Penurunan laju metabolisme dalam tubuh (BMR)
↓
Motalitas saluran cerna
↓
Konstipasi
|
Konstipasi b/d ppenurunan motilitas traktus gastrointestinal
|
Prioritas Diagnosa
1. Penurunan
Curah Jantung
2. Konstipasi
3. Intoleransi aktivitas
Perencanaan
Intervensi
Dx
|
Tujuan & KH
|
Intervensi
|
Penurunan Curah Jantung b/d perubahan frekuensi jantung, perubahan
kontraktilitas, perubahan volume sekuncup
|
Tujuan:
Setelah
diberikan askep selama 3x24 jam diharapkan penurunan curah jantung terkendali.
KH :
·
TTV normal
-
TD:
120/80 mmHg
-
HR:
60-80x/menit
-
RR:
18-20x/menit
·
Tidak ada
kanaikan BB secara drastis akibat edema
·
Dapat
mentoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan
|
Vital signs monitoring
· Monitor tanda
vital, pulsasi perifer, kapilari refill dengan membandingkan pengukuran pada
kedua ekstremitas dengan posisi berdiri, duduk dan tiduran jika memungkinkan
· Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
·
Observasi
kualitas dan kekuatan denyut jantung, nadi perifer, warna dan kehangatan
kulit
· Catat adanya disritmia jantung
Cardiac
care
· Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac output
· Monitor toleransi aktivitas pasien
· Monitor
adanya tanda-tanda penurunan sensori : letargi, bingung dan disorientasi
· Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari
kelelahan
· Sediakan
waktu istirahat yang cukup bagi px dan damping px pada saat melakukan
aktivitas
· Kolaborasi:
pemeriksaan serial ECG, foto thorax, pemberian obat – obat digitalis, diuretik, anti aritmia, inotropik, nitrogliserin dan vasodilator
untuk mempertahankan kontraktilitas jantung sesuai order
· Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan
antiaritmia
· Monitor
intake dan output secara adekuat
· Monitor balance cairan
· Kolaborasi
pemberian oksigen & cairan tubuh melalui infuse, bila perlu
|
Intoleransi aktivitas
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam toleransi
aktivitas pasien akan
meningkat dengan indikator :
-Saturasi oksigen dalam rentang yang
diharapkan dalam respon aktivitas
-Heart rate dalam rentang yang
diharapkan dalam respon aktivitas
-RR dalam rentang yang diharapkan
dalam respon aktivitas
-Tekanan darah dalam rentang yang
diharapkan dalam respon aktivitas
|
· Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan
aktivitas
· Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan
· Monitor nutrisi dan
sumber energi yang adekuat
· Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi
secara berlebihan
· Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas (takikardi, disritmia,
sesak nafas, diaporesis, pucat, perubahan hemodinamik)
· Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
· Kolaborasikan
dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalam merencanakan program terapi yang
tepat.
· Bantu
klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
· Bantu
untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik,
psikologi dan sosial
· Bantu
untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk aktivitas
yang diinginkan
· Bantu
untuk mengidentifikasi aktivitas yang
disukai
· Bantu
klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang
· Sediakan
penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
· Bantu
pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan
· Monitor
respon fisik, emosi, sosial dan spiritual
|
Konstipasi
|
NOC:
· Bowl Elimination
· Hidration
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam konstipasi pasien teratasi dengan kriteria hasil:
· Pola BAB dalam batas normal
· Feses lunak
· Cairan dan serat adekuat
· Aktivitas adekuat
·
Hidrasi
adekuat
|
Manajemen konstipasi
· Identifikasi
faktor-faktor yang menyebabkan konstipasi
·
Jelaskan
penyebab dan rasionalisasi tindakan pada pasien
·
Konsultasikan
dengan dokter tentang peningkatan dan penurunan bising usus
·
Kolaborasi
jika ada tanda dan gejala konstipasi yang menetap
·
Jelaskan
pada pasien manfaat diet (cairan dan serat) terhadap eliminasi
·
Jelaskan
pada klien konsekuensi menggunakan laxative dalam waktu yang lama
·
Kolaborasi
dengan ahli gizi diet tinggi serat dan cairan
·
Dorong
peningkatan aktivitas yang optimal
·
Sediakan
privacy dan keamanan selama BAB
|
Implementasi
& Evaluasi
Dx
|
Implementasi
|
Evaluasi
|
Penurunan Curah Jantung b/d perubahan frekuensi jantung, perubahan
kontraktilitas, perubahan volume sekuncup
|
Dilakukan sesuai perencanaan intervensi yang dibuat
|
S : (keluhan klien)
O : TTV normal, Tidak ada kanaikan BB secara drastis akibat edema, Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan
A : (kesimpulan kondisi klien)
P : diteruskan / berhenti / lakukan intervensi selanjunya
|
Intoleransi aktivitas
|
Dilakukan sesuai perencanaan intervensi yang dibuat
|
S : (keluhan klien)
O : klien tampak mampu menjalankan aktivitasnya, ttv normal
A : (kesimpulan kondisi klien)
P : diteruskan / berhenti / lakukan intervensi selanjunya
|
Konstipasi
|
Dilakukan sesuai perencanaan intervensi yang dibuat
|
S : (keluhan klien)
O : feses lunak, BAB lancar
A : (kesimpulan kondisi klien)
P : diteruskan / berhenti / lakukan intervensi selanjunya
|
DAFTAR
PUSTAKA
·
Behrman
dkk.2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson
Edisi 15 Vol 3. Jakarta;EGC
·
Brunner
& Suddarth. 2002. Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta EGC
·
Corwin,
Elizabeth J. 2009. Buku Saku
Patofisiologi Edisi 3. Jakarta: EGC
· Faizi,
Muhammad, Netty EP. 2012. Hipotiroid.
Surabaya: Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga, Surabaya.
·
Fisher DA. Disorders of the Thyroid in the Newborn and Infant. In : Sperling
MA, ed. Pediatric Endocrinology. Philadelphia : Saunders, 2002 : 161-82.
· Francis S. Greenspan; John D. Baxter.
1998. Endokrinologi Dasar dan Klinik.
Edisi 4. Jakarta: EGC
·
Hueston,
WJ. 2001. Treatment of hypothyroidism.
Am Fam Fhysician 64 : 1717-24.
·
Maulidia, 2011. Asuhan
Keperawatan Hipotiroid. Palembang: Akademi Keperawatan Aisyiah
· Purnamasari D, Subekti I. Penyakit
tiroid. Dalam: Mansjoer A, Sudoyo AW, Rinaldi I, et al.
Kedokteran perioperatif evaluasi dan
tatalaksana dibidang ilmu penyakit dalam. Pusat penerbit ilmu penyakit
dalam FKUI. Jakarta. Interna publishing. 2007. 181-188
·
Roberts,
CGP., Ladenson, PW. 2004. Hypothyroidism. Lancet
363 : 793-803. Jakarta :EGC
·
Rossi WC,
Caplin N, Alter CA. Thyroid Disorders in Children. In:
Moshang T, ed. Pediatric Endocrinology – The Requisites in Pediatrics. St
Louis, Missouri: Elsevier Mosby, 2005 : 171-90.
· Styne
DM. Disorders of the Thyroid Gland. In: Core Handbooks in Pediatrics –
Pediatric Endocrinology. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins, 2004
: 83-108
· Sumual AR, Langi Y. Hipotiroidisme.
Dalam: Djokomoeljanto, editor. Buku ajar tiroidologi klinik. Badan penerbit
Universitas Diponegoro. Semarang. 2007. 295-317
· Syahbuddin S. Diagnosis dan pengobatan
hipotiroidisme. Dalam: Djokomoeljanto R, Darmono, Suhartono T, GD Pemayun T,
Nugroho KH,editors. The 2nd Thyroidologi Update 2009. Badan penerbit
Universitas Diponegoro. Semarang. 2009. 197-205
·
Tandra,
Hans. 2011. Mencegah dan Mengatasi Penyakit Tiroid. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama
· Vaidya B, Pearce Simon HS. Management
of hypothyroidism in adult. BMJ. 2008; 337: 284-289..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar