Suka - Suka Asik

Semua kumpulan analis pembahasan penyakit beserta Asuhan Keperawatan yang sering digunakan... Juga beberapa konten pengalaman menarik yang patut dijadikan bahan sharing buat temen-temen...

Minggu, 22 Desember 2013

HYPERTIROID


LAPORAN KELOMPOK PROJECT BASED LEARNING (PjBL) I

HYPERTIROID
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Blok Endokrin

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013
1.       Definisi
                Pengeluaran hormon tiroid yang berlebihan diperkirakan terjadi akibat stimulasi abnormal kelenjar tiroid oleh imunoglobulin dalam darah. Stimulator tiroid kerja panjang ditemukan dalam serum dengan konsentrasi banyak, penyebab lain hipertiroidisme yang sering dijumpai adalah tiroidisme dan penggunaan hormon tiroid yang berlebihan. (Brunner & Suddarth, 2002)
Hipertiroid dikenal juga sebagai tirotoksitosis, yang dapat di definisikan sebagai respons jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid yang berlebihan. (Sylvia A. Price, 2006).
Hipertiroid adalah suatu ketidakseimbangan metabolik yang merupakan akibat dari produksi hormon tiroid yang berlebihan. (Dongoes E, Marilynn , 2000 hal 708).
Hipertiroid adalah respon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid yang berlebihan. Bentuk yang umum dari masalah ini adalah penyakit graves, sedangkan bentuk yang lain adalah toksik adenoma, tumor kelenjar hipofisis yang menimbulkan sekresi TSH meningkat, tiroditis subkutan dan berbagai bentuk kanker tiroid. (Arief mansjoer, 1999).

2.       Epidemiologi
Hipertiroid merupakan penyakit hormonal yang menempati urutan kedua terbesar di Indonesia setelah diabetes. Posisi ini serupa dengan kasus di dunia. Di RS Soetomo , pasien diabetes mencapai 35.000 orang, sedangkan pasien hipertiroid mencapai 1000 orang pada tahun 2003 (Harrison, 2000). Berdasarkan distribusi jenis kelamin dan umur pada penyakit hipertiroid amat bervariasi dari berbagai rumah sakit di Indonesia menunjukkan angka yang bervariasi. Perbandingan wanita dan laki-laki yang didapat di RSUP Palembang adalah 3,1:1, di RSCM Jakarta adalah 6:1, di RS Dr. Soetomo 8:1 dan di RSHS Bandung 10:1. Distribusi menurut umur di RSUP Palembang yang terbanyak adalah pada usia 21–30 tahun (41,73%) (Hermawan, 1990). 

3.       Etiologi
Gangguan hipertiroid dapat terjadi akibat disfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau hipotalamus. Peningkatan TH yang disebabkan oleh malfungsi kelenjar tiroid disertai penurunan TSH dan TRF, akibat umpan balik negative pada pelepasan keduanya oleh TH. Hipertiroidisme yang disebabkan oleh malfungsi hipotalamus memperlihatkan TH yang tinggi disertai TSH dan TRH yang berlebihan. (Corwin, 2009)
Penyebab Hipertiroid yang lazim adalah :
a.       Penyakit Graves
Merupakan penyebab hipertiroidisme yang paling lazim pada usia dasawarsa ketiga dan keempat. Menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid yang difus dan simetris dengan konsistensi yang normal atau sedikit lunak. Oftalmopati infiltrative klasik dapat terjadi dengan atau tanpa hipertiroidisme yang nyata. (Grabber, 2006)
Penyakit Graves adalah gangguan autoimun yang biasanya ditandai dengan produksi autoantibody yang mirip kerja TSH pada kelenjar tiroid. Autoantibody IgG ini, yang disebut thyroid stimulating immunoglobulin, menstimulasi produksi TH, namun tidak dihambat oleh kadar TH yang meningkat. Kadar TSH dan TRH  rendah karena keduanya dihambat oleh kadar TH yang tinggi. Penyebab penyakit Graves tidak diketahui, akan tetapi, tampak terdapat predisposisi genetic pada penyakit autoimun. Wanita yang berusia 20 dan 30an paling sering terdiagnosis penyakit ini walaupun penyakit ini mulai terjadi selama belasan tahun. (Corwin, 2009)
b.      Goiter multinodular toksik
Menyebabkan kelenjar tiroid nodular yang tidak teratur dan asimetris. Goiter multinodular toksisk biasanya timbul secara tersembunyi pada usia dasawarsa ke enam atau ke tujuh pada pasien yang telah menderita goiter nodular nontoksik selama bertahun-tahun. Scan tiroid dapat bermanfaat untuk menegakkan diagnosis. (Grabber 2006)
Goiter nodular adalah peningkatan ukuran kelenjar tiroid akibat peningkatan kebutuhan akan hormone tiroid. Peningkatan kebutuhan akan hormone tiroid terjadi selama periode pertumbuhan atau kebutuhan metabolic yang tinggi misalnya pubertas atau kehamilan. Dalam kasus ini, peningkatan TH disebabkan oleh aktivasi hipotalamus yang didorong oleh proses metabolism sehingga disertai oleh peningkatan TRH dan TSH. Apabila kebutuhan akan hormone tiroid berkurang, ukuran kelenjar tiroid biasanya kembali ke ukuran sebelumnya. Kadang-kadang terjadi perubahan yang irreversible dan kelenjar tidak mengalami regresi. Tiroid yang membesar dapat terus memproduksi TH dalam jumlah berlebihan. Apabila individu tetap mengalami hipertiroid, keadaan ini disebut goiter nodular toksik. (Corwin, 2009)
c.       Adenoma soliter yang hiperfungsi
Biasanya terjadi pada usia dasawarsa ke empat dan ke lima. Kelenjar tiroid mengandung nodul lunak sampai keras, halus, berbatas tegas yang memperlihatkan ambilan radioaktif kuat pada scan tanpa adanya ambilan radioaktif di bagian lain kelenjar. Sebagian besar pasien dengan adenoma soliter tidak menjadi tirotoksik. Jika menjadi tirotoksik, mereka biasanya tidak terlalu toksik disbanding penderita penyakit Graves, dan mereka tidak menderita oftalmopati atau miksidema pratibial.
Adenoma hipofisis pada sel-sel penghasil TSH atau penyakit hipotalamus jarang terjadi.
d.      Tiroiditis autoimun
Merupakan kelenjar tiroid yang berukuran normal atau membesar dan tidak nyeri. Antibody tiroid (jika ada) tinggi titernya. Ambilan 131I tertekan atau mencapai nol. Kelainan ini membaik secara spontan, tetapi seringkali kambuh. Tiroiditis autoimun, tiroiditis tanpa nyeri, tiroiditis limfositik, dan tiroiditis Hashimoto mungkin semuanya merupakan kelainan yang sama. (Grabber, 2006)

4.       Faktor Resiko
a.       Kondisi medis
Kondisi medis yang dapat meningkatkan resiko hipertiroidisme antara lain:
]  Infeksi virus
]  Kehamilan
Hanya sedikit wanita yang mengalami tiroiditis postpartum (hipertiroid yang dilanjutkan  hipotiroid)
]  Riwayat penyakit autoimun
]  Riwayat penyakit tiroid sebelumnya seperti goiter
]  Riwayat operasi tiroid
]  Diabetes tipe 1
]  Insufisiensi adrenal primer
]  Pernicious anemia
]  Pengobatan dengan
]  interferon beta-1b and interleukin-4, immunosuppressant therapy, antiretroviral for AIDS, dan lithium

  •  Usia : Hipertiroid dapat terjadi di semua usia, namun lebih banyak dialami oleh orang yang berusia ≥ 60 tahun. Hal ini disebabkan oleh banyaknya angka kejadian penyakit Graves pada usia 40-60 tahun
  •    Jenis Kelamin : Wanita lebih banyak mengalami hipertiroid dibandingkan pria. Wanita mengalami hipertiroid 5-10 kali lebih banyak dibandingkan pria.
  • Faktor Genetik : Riwayat keluarga dengan penyakit Graves atau penyakit yang berhubungan dengan tiroid yang lain dapat meningkatkan resiko terjadinya hipertiroid.
  • Latar Belakang Etnik : Masyarakat Jepang memiliki resiko lebih besar mengalami hipertiroidisme. Hal ini dapat terjadi akibat adanya kebiasaan diet tinggi garam pada ikan, akibatnya terjadi penumpukan iodindalam jumlah besar dalam tubuh.
  • Konsumsi Iodin berlebihan : Konsumsi iodine berlebihan dapat meningkatkan resiko terjadinya hipertiroid. Hal ini dapat terjadi akibat pengkonsumsian suplemen, makanan ataupun obat-obatan (eg. Amidaron) yang mengandung iodine. Selain itu juga dapat terjadi karena masyarakat kekurangan iodium lalu diberikan terapi iodium.
  • Merokok : Orang yang merokok lebih beresiko mengalami hipertiroid. Hal ini akibat adanya zat-zat karsinogenik dari rokok yang mengenai tubuh.
  • Stress
6.       Manifestasi Klinis
Terjadinya hipertiroid biasanya perlahan-lahan dalarn beberapa bulan sampai beberapa tahun, bahkan bisa secara dramatik. Hampir semua sistem dalam tubuh mengalami gangguan akibat kelebihan hormon tiroid sehinga memberikan banyak keluhan.
·         Apatis
·         Mudah lelah
·         Kelemahan otot.
·         Mual.
·         Muntah.
·         Gemetaran.
·         Kulit lembab.
·         Berat badan turun.
·         Takikardi
·         Mata melotot (eksoftalmos), kedipan mata berkurang.
(Smeltzer C. Suzanne, 2002 dan Price A, Sylvia, 1995)
Hipertiroid pada penyakit graves adalah akibat antibodi reseptor TSH yang merangsng aktivitas tiroid, sedang pada goiter multimodular toksik berhubungan dengan autonomi tiroid itu sendiri. Perjalanan penyakit hipertiroid biaanya perlahan-lahan dalam beberapa bulan sampai beberapa tahun.
Gambaran klinis hipertiridisme antara lain :
Umum
BB turun, keletihan, apatis, berkeringat, tidak tahan panas. Emosi : gelisah, iritabilitas, gugup, emosi labil, perilaku mania dan perhatian menyempit.
Kardiovaskuler
palpitasi, sesak nafas, angina, gagal jantung, sinus takikardi, disritmia, fibrilasi atrium, nadi kolaps.
Neuromuskuler
gugup, agitasi, tremor, korea atetosis, psikosis, kelemahan otot, miopati proksimal, paralisis periodik, miastenia gravis.
Gastrointestinal
BB turun, nafsu makan meningkat, diare, steatore, muntah
Reproduksi
oligomenore, amenore, libido meningkat, infertilitas
Kulit
pruritus, eritema Palmaris, miksedemia pretibial, rambut tipis
Struma
difus dengan atau tanpa bising, nodosa
Mata
periorbital puffiness, lakrimasi meningkat dan grittiness of eyes, kemosis ( odema konjungtiva), proptosis, ulserasi kornea, oftalmoplegia, diplopia, edema papil, penglihatan kabur.
(Smeltzer C. Suzanne, 2002. Price A, Sylvia, 1995)
  
Manifestasi klinis  menurut (Arief, M, Suproharta, Wahyu J.K. Wlewik S. 2000)
  •  Peningkatan frekuensi denyut jantung.
  • Peningkatan tonus otot, tremor, iritabilitas, peningkatan kepekaan terhadap Katekolamin.
  • Peningkatan laju metabolisme basal, peningkatan pembentukan panas, intoleran terhadap panas, keringat berlebihan.
  • Penurunan berat, peningkatan rasa lapar (nafsu makan baik 
  • Peningkatan frekuensi buang air besar
  • Gondok (biasanya), yaitu peningkatan ukuran kelenjar tiroid
  • Gangguan  reproduksi
  • Tidak taahan panas
  • Cepat lelah
  • Pembesaran kelenjar tiroid
  • Mata melotot (exoptalmus). Hal ini terjadi sebagai akibat penimbunan xat dalam orbit mata.

7.       Pemeriksaan Diagnostik
·         T4 Serum
Tes yang paling sering dilakukan adalah penentuan T4 serum dengan teknik radioimmunoassay atau peningkatan kompetitif. Kisaran T4 dalam serum yang normal berada diantara 4,5 dan 11,5 mg/dl (58,5 hingga 150 nmol/L).
·       T3 Serum
T3 serum mengukur kandungan T3 bebas dan terikat, atau total T3 total, dalam serum. Sekresinya terjadi sebagai respon terhadap sekresi TSH dan T4. Meskipun kadar T3 dan T4 serum umumnya meningkat atau menurun secara bersama-sama, namun kadar T4 tampaknya merupakan tanda yang akurat untuk menunjukan adanya hipertiroidisme, yang menyebabkan kenaikan kadar T4 lebih besar daripada kadar T3. Batas-batas normal untuk T3 serum adalah 70 hingga 220 mg/dl (1,15 hingga 3,10 nmol/L)
·       Tes TSH (Thyroid Stimulating Hormone)
Sekresi T3 dan T4 oleh kelenjar tiroid dikendalikan hormone stimulasi tiroid (TSH atau tirotropin) dari kelenjar hipofisis anterior. Pengukuran konsentrasi TSH serum sangat penting artinya dalam menegakkan diagnosis serta penatalaksanaan kelainan tiroid dan untuk membedakan kelainan yang disebabkan oleh penyakit pada kelenjar tiroid sendiri dengan kelainan yang disebabkan oleh penyakit pada hipofisis atau hipotalamus.kadar TSH dapat diukur dengan assay radioimunometrik, Nilai normal dengan assay generasi ketiga, berkisar dari 0,02 hingga 5,0 μU/ml.
Kadar TSH sensitif dan dapat dipercaya sebagai indikator fungsi tiroid. Kadar akan berada dibawah normal pada pasien dengan peningkatan autonom pada fungsi tiroid (penyakit graves, hiperfungsi nodul tiroid).
·      Tes Thyrotropin Releasing Hormone
Tes Stimulasi TRH merupakan cara langsung untuk memeriksa cadangan TSH di hipofisis dan akan sangat berguna apabila hasil tes T3 dan T4 tidak dapat dianalisa. Pasien diminta berpuasa pada malam harinya. Tiga puluh menit sebelum dan sesudah penyuntikan TRH secara intravena, sampel darah diambil untuk mengukur kadar TSH. Sebelum tes dilakukan, kepada pasien harus diingatkan bahwa penyuntikan. TRH secara intravena dapat menyebabkan kemerahan pasa wajah yang bersifat temporer, mual, atau keinginan untuk buang air kecil.
·       Tiroglobulin
Tiroglobulin merupakan precursor untuk T3 dan T4 dapat diukur kadarnya dalam serum dengan hasil yang bisa diandalkan melalui pemeriksaaan radioimmunoassay. Faktor-faktor yang meningkatkan atau menurunkan aktivitas kelenjar tiroid dan sekresi T3 serta T4 memiliki efek yang serupa terhadap sintesis dan sekresi tiroglobulin. Kadar tiroglobulin meningkat pada karsinoma tiroid, hipertiroidisme dan tiroiditis subakut. Kadar tiroglobulin juga dapat akan meningkat pada keadaan fisiologik normal seperti kehamilan.
·       Ambilan Iodium Radioaktif
Tes ambilan iodium radioaktif dilakukan untuk mengukur kecepatan
pengambilan iodium oleh kelenjar tiroid. Kepada pasien disuntikan atau radionuklidalainnya dengan dosis tracer, dan pengukuran pada tiroid dilakukan dengan alat pencacah skintilas (scintillation counter) yang akan mendeteksi serta menghitung sinar gamma yang dilepaskan dari hasil penguraian dalam kelenjar tiroid.
Tes ini mengukur proporsi dosis iodium radioaktif yang diberikan yang terdapat dalam kelenjar tiroid pada waktu tertentu sesudah pemberiannya. Tes ambilan iodium-radioaktif merupakan pemeriksaan sederhana dan memberikan hasil yang dapat diandalkan.
·       Pemeriksaan sidik tiroid
Dengan penggunaan yodium bila nodul menangkap yodium tersebut kurang dari tiroid normal disebut nodul dingin. Bila sama afinitasnya disebut nodul hangat. Kalau lebih banyak menangkap yodium disebut nodul panas. Sebagian besar karsinoma tiroid termasuk nodul dingin.

8.       Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hipertiroidisme secara farmakologi menggunakan empat kelompok obat ini yaitu: obat antitiroid, penghambat transport iodida, iodida dalam dosis besar menekan fungsi kelenjar tiroid, yodium radioaktif yang merusak sel-sel kelenjar tiroid. Obat antitiroid bekerja dengan cara menghambat pengikatan (inkorporasi) yodium pada TBG (thyroxine binding globulin) sehingga akan menghambat sekresi TSH (Thyreoid Stimulating Hormone) sehingga mengakibatkan berkurang produksi atau sekresi hormon tiroid.

A.      Obat-obatan Anti Tiroid (OAT)
Obat antitiroid dianjurkan sebagai terapi awal untuk toksikosis pada semua pasien dengan grave disease serta digunakan selama 1-2 tahun dan kemudian dikurangi secara perlahan-lahan. Indikasi pemberian OAT adalah :
·         Sebagai terapi yang bertujuan memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang menetap, pada pasien – pasien muda dengan struma ringan sampai sedang dan tirotoksikosis
·         Sebagai obat untuk kontrol tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan, atau sesudah pengobatan pada pasien yang mendapat yodium radioaktif.
·         Sebagai persiapan untuk tiroidektomi.
·         Untuk pengobatan pada pasien hamil.
·         Pasien dengan krisis tiroid.

Obat antitiroid tersebut berfungsi menghambat organifikasi iodida dan proses berpasangan iodotirosin untuk membentuk T3 dan T4. PTU juga menghambat perubahan T­­­­­­­­­­­­­­4 menjadi T3 di perifer dengan dosis 300-600 mg/hari secara oral dalam 3-4 dosis terbagi. Efek samping pengobatan yang utama adalah agranulositosis, yang terjadi sebagai suatu reaksi idiosinkrasi pada 0,2-0,5% pasien yang diterapi. Komplikasi ini terjadi dengan awitan yang cepat, tidak dapat diramalkan dengan lewat pemantauan hitung darah putih, dan bersifat reversibel bila obat dihentikan.
Adapun obat-obat yang temasuk obat antitiroid adalah Propiltiourasil, Methimazole, Karbimazol.

1.       Propiltiourasil (PTU)
-       Nama generic       : Propiltiourasil
-       Nama dagang        : Propiltiouracil (generik)
-       Indikasi                    : hipertiroidisme
-       Kontraindikasi : hipersensisitif terhadap Propiltiourasil, blocking replacement regimen tidak boleh diberikan pada kehamilan dan masa menyusui.
-       Bentuk sediaan : Tablet 50 mg dan 100 mg
-       Dosis dan aturan pakai : untuk anak-anak 5-7 mg/kg/hari atau 150-200 mg/ m2/hari, dosis terbagi setiap 8 jam. Dosis dewasa 3000 mg/hari, dosis terbagi setiap 8 jam. untuk hipertiroidisme berat 450 mg/hari, untuk hipertiroidisme ocasional memerlukan 600-900 mg/hari; dosis pelihara 100-150 mg/haridalam dosis terbagi setiap 8-12 jam. Dosis untuk orangtua 150-300 mg/hari (Lacy, et al, 2006)
-       Efek samping : ruam kulit, nyeri sendi, demam, nyeri tenggorokan, sakit kepala, ada kecendrungan pendarahan, mual muntah, hepatitis.
-       Mekanisme Obat : menghambat sintesis hormon tiroid dengan memhambatoksidasi dari iodin dan menghambat sintesistiroksin dan triodothyronin (Lacy, et al, 2006)
-       Resiko khusus : .Hati-hati penggunaan pada pasien lebih dari 40 tahun karena PTU bisa menyebabkan hipoprotrombinnemia dan pendarahan, kehamilan dan menyusui, penyakit hati (Lee, 2006).

2.       Methimazole
-       Nama generic       : methimazole
-       Nama dagang        : Tapazole
-       Indikasi                    : agent antitiroid
-       Kontraindikasi       : Hipersensitif terhadap methimazole dan wanita hamil.
-       Bentuk sediaan : tablet 5 mg, 10 mg, 20 mg
-       Dosis dan aturan pakai : untuk anak 0,4 mg/kg/hari (3 x sehari); dosis pelihara 0,2 mg/kg/hari (3 x sehari). maksimum 30 mg dalam sehari.
-       Untuk dewasa      : hipertiroidisme ringan 15 mg/hari; sedang 30-40 mg/hari; hipertiroid berat 60 mg/ hari; dosis pelihara 5-15 mg/hari.
-       Efek samping : sakit kepala, vertigo, mual muntah, konstipasi, nyeri lambung, edema.
-       Resiko khusus : pada pasien diatas 40 tahun hati-hati bisa meningkatkan myelosupression, kehamilan (Lacy, et al, 2006)

3.       Karbimazole
-       Nama generik       : Karbimazole
-       Nama dagang        : Neo mecarzole (nicholas).
-       Indikasi                    : hipertiroidisme
-       Kontraindikasi       : blocking replacement regimen tidak boleh diberikan pada kehamilan dan masa menyusui.
-       Bentuk sediaan : tablet 5 mg
-       Dosis dan aturan pakai : 30-60 mg/hari sampai dicapai eutiroid, lalu dosis diturunkan menjadi 5-20 mg/hari; biasanya terapi berlangsung 18 bulan.
-       Sebagai blocking replacement regimen, karbamizole 20 – 60 mg dikombinasikan dengan tiroksin 50 -150 mg.
-       Untuk dosis anak mulai dengan 15 mg/hari kemudian disesuaikan dengan respon.
-       Efek samping : ruam kulit, nyeri sendi, demam, nyeri tenggorokan, sakit kepala, ada kecendrungan pendarahan, mual muntah, leukopenia.
-       Resiko khusus : penggunaan pada pasien lebih dari 40 tahun karena PTU bisa menyebabkan hipoprotrombinemia dan pendarahan, kehamilan dan menyusui (Lacy, et al, 2006).


4.       Tiamazole
-       Nama generik       : Tiamazole
-       Nama dagang        : Thyrozol (Merck).
-       Indikasi                    : hipertiroidisme terutama untuk pasien muda, persiapan operasi.
-       Kontraindikasi       : hipersensitivitas
-       Bentuk sediaan : tablet 5 mg, 10 mg
-       Dosis dan aturan pakai : untuk pemblokiran total produksi hormon tiroid 25-40 mg/hari; kasus ringan 10 mg (2 x sehari); kasus berat 20 mg (2 x sehari); setelah fungsi tiroid normal (3-8 minggu) dosis perlahan-lahan diturunkanhingga dosis pemelihara 5 – 10 mg/hari.
-       Efek samping : alergi kulit, perubahan pada sel darah, pembengkakan pada kelenjar ludah.
-       Resiko khusus : jangan diberikan pada saat kehamilan dan menyusui, hepatitis.

B.      Pengobatan dengan Yodium Radioaktif
Dianjurkan sebagai terapi definitif pada pasien usia lanjut. Indikasi :
·           Pasien umur 35 tahun atau lebih
·           Hipertiroidisme yang kambuh sesudah penberian dioperasi
·           Gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid
·           Adenoma toksik, goiter multinodular toksik
Pengobatan yodium radioaktif merupakan suatu pemancar-beta yang terperangkap oleh sel folikular tiroid dan berada dalam tirosin beryodium dan tironin. Pemancar-beta ini memancarkan radiasi local dan melakukan ablassi jaringan tirois. Dosis yang diberikan bervariasi dari 40 sampai 200 mikroCi/g dari berat tiroid yang diperkirakan.
Komplikasi utama dari terapi ini adalah munculnya hipotiroidisme yang bergantung pada dosis. Biasanya 30 % pasien menjadi hipotiroid dalam tahun pertama setelah terapi dan sebagian kecil mengalami hipotiroid dalam tahun berikutnya.

C.      Pembedahan Tiroidektomi
Tiroidektomi subtotal efektif untuk terapi hipertiroidisme tetapi disertai dengan beberapa komplikasi potensial, termasuk cedera pada nervus laringeus rekurens dan hipoparatiroidisme. Iodium biasanya diberikan sebelum operasi untuk mengendalikan tirotoksikosis dan untuk mengurangi vaskularitas kelenjar itu.
Pengangkatan sekitar 5/6 jaringan tiroid  praktis menjamin kesembuhan dalam waktu lama bagi sebagian besar penderita penyakit goiter  eksoftalmik. Sebelum pembedahan, preparat propiltiourasil diberikan sampai tanda-tanda hipertiroidisme menghilang. Indikasi :
·         Pasien umur muda dengan struma besar serta tidak berespons terhadap obat antitiroid.
·         Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat antitiroid dosis besar.
·         Alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima yodium radioaktif.
·         Adenoma toksik atau struma multinodular toksik.
·         Pada penyakit Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodus

D.      Obat-obatan lain
·         Antagonis adrenergik-beta
Digunakan untuk mengendalikan tanda-tanda dan gejala hipermetabolik (takikardi, tremor, palpitasi). Antagonis-beta yang paling sering digunakan adalah propranolol, yang biasanya diberikan secara oral dengan dosis 80-180 mg per hari dalam 3-4 dosis terbagi.
·         Kalium Iodida (SSKI:1 tetes = 50 mg iodida anorganik)
3 tetes secara oral 3 kali sehari, sering digunakan sebagai pengganti tionamid (PTU dan metimazol) setelah terapi radioiodin.

E.       Nonfarmakologi
·           Diet yang diberikan harus tinggi kalori 2600-3000 kalori perhari
·           Konsumsi protein yang tinggi yaitu 100-125 gr (2,5 gr/kgBB) per hari seperti susu dan telur
·           Olahraga secara teratur
·           Mengurangi rokok, alcohol dan kafein yang dapat meningkatkan metabolisme.

F.        Pendidikan Kesehatan
·         Penyuluhan kesehatan secara profesional dengan memberikan materi penyuluhan seperti : apakah itu Hipertiroid dan bagaimana penatalaksanaannya.
·         Informasikan kepada keluarga klien tentang emosi klien dan anjurkan kepada keluarga untuk menjaga emosi klien.
·         Pemberian pengetahuan kepada klien dan keluarga tentang dosis -dosis obat yang diberikan.
·         Informasikan kepada klien dan keluarga untuk melakukan aktivitas yang ringan dan tidak melakukan aktivitas yang berat-berat.
·         Diet yang diberikan harus tinggi kalori, yaitu memberikan kalori 2600-3000 kalori per hari baik dari makanan maupun dari suplemen.
·         Konsumsi protein harus tinggi yaitu 100-125 gr (2,5 gr/kg berat badan ) per hari untuk mengatasi proses pemecahan protein jaringan seperti susu dan telur.
·         Olah raga secara teratur.
·         Mengurangi rokok, alkohol dan kafein yang dapat meningkatkan kadar metabolisme.
·         Gunakan obat tetes mata untuk mengurangi terjadinya iritasi pada mata

9.       Komplikasi
·         Komplikasi hipertiroidisme yang dapat mengancam nyawa adalah krisis tirotoksik (thyroid storm atau badai tiroid). Badai tiroid adalah suatu aktivitas yang sangat berlebihan dari kelenjar tiroid yang terjadi secara tiba-tiba. Badai tiroid merupakan suatu keadaan darurat yang sangat berbahaya dan memerlukan tindakan segera. Tekanan yang berat pada jantung bisa menyebabkan ketidakteraturan irama jantung yang bisa berakibat fatal (aritmia) dan syok.
Hal ini dapat berkembang secara spontan pada pasien hipertiroid yang menjalani terapi, selama pembedahan kelenjar tiroid, atau terjadi pada pasien hipertiroid yang tidak terdiagnosis. Akibatnya adalah pelepasan Tiroid Hormon dalam jumlah yang sangat besar yang menyebabkan takikardia, agitasi, tremor, hipertermi, dan apabila tidak diobati dapat menyebabkan kematian.
·         Komplikasi lainnya adalah penyakit jantung hipertiroid, oftalmopati Graves, dermopati Graves, infeksi karena agranulositosis pada pengobatan dengan obat antitiroid.
·         Ulkus Kornea
Ulkus kornea terjadi oleh karena pembengkakan kelenjar retroorbita dan perubahan degenaratif otot occuler menyebabkan mata sulit di tutup sehingga terjadi iritasi mata, lalu infeksi yang menyebabkan ulkus kornea.

·       Dermopati
Merupakan sebuah manifestasi klinis dari penyakit Graves yang jarang terjadi dengan tanda dan gejala seperti kemerahan, bengkak dan kulit tipis. Biasanya lokasi terjadinya dermopati di daerah tibial (tulang kering kaki).
·         Kelemahan dan pengkisutan otot yang luar biasa.
·         Kegelisahan.
·         Perubahan suasana hati.
·         Kebingungan.
·         Perubahan kesadaran (bahkan sampai terjadi koma).






DAFTAR PUSTAKA

1.       Winchester Hospital. 2009.Risk Factor for Hyperthyroidism.  http://www.winchesterhospital.org. diakses tanggal 19 November 2013 pukul 18.30 WIB
2.      The Clinical Key Elsevier. 2013.Hyperthyroidism. https://www.clinicalkey.com/topics/endocrinology/hyperthyroidism.html. diaksess tanggal 19 November 2013 19.14 WIB.
3.       Munifa. 2011. Pola Makan dan Merokok sebagai Faktor Resiko Kejadian Hipertiroid. Yogyakarta: FKUGM.
4.       Arief, M, Suproharta, Wahyu J.K. Wlewik S. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, ED :  3 jilid : 1. Jakarta : Media Aesculapius FKUI
5.       Price A, Sylvia. 1995. Pathofisiologi,Ed:2. Jakarta: EGC
6.       Graber, Mark A. 2006. Buku Saku Dokter Keluarga University of IOWA. Jakarta : EGC
7.       Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC





Tidak ada komentar:

Posting Komentar