AUB / Abnormal Uterine Bleeding
DEFINISI
Abnormal
Uterine Bleeding/ Perdarahan Uterus Abnormal merupakan perdarahan yang terjadi
diluar siklus menstruasi yang dianggap normal. Perdarahan Uterus Abnormal dapat
disebabkan oleh faktor hormonal, berbagai komplikasi kehamilan, penyakit
sistemik, kelainan endometrium (polip), masalah-masalah serviks / uterus
(leiomioma) / kanker. Namun pola perdarahan abnormal seringkali sangat membantu
dalam menegakkan diagnosa secara individual. (Ralph. C Benson, 2009).
Perdarahan
Uterus Disfungsional (PUD) digunakan untuk menunjukan semua keadaan perdarahan
melalui vagina yang abnormal.DUB disini didefenisikan sebagai perdarahan vagina
yang terjadi didalam siklus <20 hari / >40 hari, berlangsung >8 hari mengakibatkan
kehilang darah > 80 mL & anemia. Ini merupakan diagnosis penyingkiran dimana penyakit
lokal & sistemik harus disingkirkan. Sekitar 50 % dari pasien ini
sekurang-kurangnya berumur 40 th & 20 % yang lain adalah remaja, karena
merupakan saat siklus anovulatori lebih sering ditemukan. (Rudolph,A. 2006).
EPIDEMIOLOGI
Perdarahan uterus disfungsional tidak dipengaruhi
oleh ras, namun dari
segi umur yang paling umum yaitu pada usia ekstrim tahun reproduksi
wanita, baik di awal / mendekati akhir, tetapi mungkin terjadi pada setiap saat selama hidup
reproduksinya. Sebagian besar kasus perdarahan uterus disfungsional pada remaja terjadi
selama 2th pertama setelah
onset menstruasi, ketika hipotalamus-hipofisis mungkin gagal untuk merespon
estrogen & progesteron (Estephan A.2005)
PATOFISIOLOGI
(terlampir)
FAKTOR RESIKO
Menurut
Manuaba edisi 2010 :
a.
Gagalnya efek umpan balik positif dari estrogen, pengubahan perifer yang
abnormal dari androgen menjadi estrogen / cacat endometrium yang dapat berada
dalam tingkat reseptor atau dalam sekresi atau pelepasan prostaglandin.
b.
Bila tidak ada sekresi progesteron (anovulasi) & dalam perangsangan
yang terus berlanjut, endometrium akan berproliferasi ,sehingga mencapai tinggi
yang abnormal. Terdapat vaskularitas yang hebat & pertumbuhan kelenjar yang
tanpa dukungan stroma. Endometrium tumbuh melebihi rangsangan yang ditimbulkan estrogen
& perdarahan dengan peluruhan endometrium secara tidak teratur.
c.
Kelainan fungsi poros hipotalamus-hipofise-ovarium.
Usia terjadinya
:
|
||
Perimenars (8-16th)
|
Masa reproduksi (16-35 th)
|
Perimenopouse (45-65 th)
|
Berdasarkan tipe AUB / PUD, yaitu :
a.
PUD
anovulatoris
Bentuk dominan pada masa menarche
dan pramenopause akibat terganggunya fungsi neuroendokrinologi. Ditandai dengan
produksi estradiol 17 β terus menerus tanpa disertai dengan pembentukan corpus
luteum & pelepasan progesterone. Estrogen tanpa diimbangi dengan progesteron
menyebabkan proliferasi endometrium terus menerus yang menghasilkan pasokan
darah berlebih & dikeluarkan secara irregular
b.
PUD Ovulatoris
Angka kejadian: 10% wanita usia
masa reproduksi. Bercak darah pada pertengahan siklus setelah “LH surge”
biasanya bersifat fisiologis. Polimenorea paling sering terjadi akibat
pemendekan fase folikuler. Kemungkinan lain adalah pemanjangan fase luteal
akibat corpus Luteum yang persisten
Menurut Isselbacher.Harrison, perdarahan Uterus Disfungsional dapat
dibedakan menjadi penyebab dengan siklus Ovulasi dan penyebab yang berhubungan
dengan siklus anovulasi. Namun ada beberapa kondisi yang dikaitkan dengan perdarahan rahim
disfungsional, antara lain :
1.
Alat kontrasepsi IUD / hormonal
Wanita yang menggunakan alat kontrasepsi dalam rahim (IUD) untuk pengendalian
kelahiran, juga mungkin mengalami periode yang berlebihan atau berkepanjangan.
Jika Anda mengalami perdarahan berat saat menggunakan IUD, IUD harus dihapus
dan diganti dengan metode pengendalian kelahiran alternatif. Biasanya
terdeteksi segera setelah menstruasi dimulai.
2. Gangguan
trombosit
Merupakan kelainan darah yang paling umum yang menyebabkan
perdarahan >>berlebihan, gangguan trombosit yang paling
umum adalah penyakit von
Willebrand. Wanita
dengan penyakit von Willebrand umumnya akan mengalami tidak hanya perdarahan
menstruasi yang berat, tapi mimisan, memar mudah, dan darah dalam tinja.
3.
Hormon
Ketidakseimbangan
hormon yang mengganggu ovulasi dapat menyebabkan perdarahan uterus abnormal.
Beberapa hal yang dapat mengganggu keseimbangan hormon yang rumit yang mempengaruhi
ovulasi dan pendarahan, yaitu :
a.
Kehamilan à Pada
wanita usia subur, kehamilan merupakan penyebab utama dari periode dilewati.
b.
Perimenopause à Perubahan
hormonal yang terjadi selama menjelang
menopause (berhentinya menstruasi) menyebabkan kelainan perdarahan.
c.
Stres à Stres
hormon seperti kortisol yang diketahui mengganggu ovulasi.
d.
Polycystic ovary syndrome (PCOS) à suatu
kondisi di mana ovarium menjadi penuh dengan kista kecil dan memperbesar. Masalah
terjadi ketika kelenjar pituitary memproduksi terlalu banyak hormon yang
disebut luteinizing hormone (LH). Ketidakseimbangan hormon yang menciptakan
hasil meluap-luap lapisan rahim yang membuat perdarahan tidak teratur.
e.
Penyebab Lainnya à Masalah yang
berasal dari kelenjar tiroid, kelenjar pituitary, atau kelenjar adrenal dapat
mengganggu ovulasi. Masalah
fisik di dalam rahim dapat menyebabkan perdarahan abnormal, yaitu :
o
Fibroid
à pertumbuhan
non-kanker yang menyerang dinding rahim di minimal 20% dari wanita berusia di
atas 35. Fibroid dapat muncul secara tunggal atau dalam kelompok, dan sekecil
anggur atau sebesar jeruk. Mereka terdiri dari otot dan jaringan fibrosa, dan
dapat menyebabkan aliran berlebihan saat menstruasi atau pendarahan antara periode.
o
Polip
à pertumbuhan non-kanker yang dapat menyerang
leher rahim atau uterus. Polip mungkin begitu kecil sehingga mereka tidak
diketahui, atau mungkin cukup besar untuk menyodok ke dalam rongga rahim atau
panggul dan menyebabkan perdarahan abnormal.
o
Penyakit
radang panggul (PID) à suatu
kondisi di mana saluran tuba menjadi meradang, biasanya karena infeksi seksual
diperoleh. Perdarahan yang tidak teratur adalah salah satu dari banyak gejala
PID.
o
Kanker
rahim à pertumbuhan
ganas pada rahim. Hal ini dapat terjadi pada dinding rahim (endometrium) / dalam dinding otot nya (sarkoma uterus).
o
Kanker
endometrium à kanker yang paling umum dari sistem reproduksi wanita, & hampir selalu menyerang wanita menopause antara usia 50 - 70. Setiap perdarahan setelah menopause harus diperiksa
segera.
o
Gangguan
nutrisi à Wanita
dengan lemak tubuh sangat rendah karena gangguan makan, diet ketat, atau
olahraga berlebihan sering dapat berhenti ovulasi dan menstruasi.
MANIFESTASI KLINIS
Perdarahan
rahim yang dapat terjadi tiap saat dalam siklus menstruasi. Jumlah perdarahan
bisa sedikit-sedikit dan terus menerus atau banyak dan berulang. Pada siklus
ovulasi biasanya perdarahan bersifat spontan, teratur dan lebih bisa diramalkan
serta seringkali disertai rasa tidak nyaman sedangkan pada anovulasi
merupakan kebalikannya (Rudolph,Abraham, 2006). Selain itu
gejala yang yang dapat timbul diantaranya seperti mood ayunan, kekeringan
atau kelembutan Vagina serta juga dapat menimbulkan rasa
lelah yang berlebih (Stork,Susan, 2006).
·
Pada siklus ovulasi
Karakteristik
PUD bervariasi, mulai dari perdarahan banyak tapi jarang, hingga spotting atau
perdarahan yang terus menerus. Perdarahan ini merupakan kurang lebih 10% dari
perdarahan disfungsional dengan siklus pendek (polimenorea) atau panjang
(oligomenorea). Untuk menegakan diagnosis perlu dilakukan kerokan pada masa
mendekati haid. Jika karena perdarahan yang lama dan tidak teratur sehingga
siklus haid tidal lagi dikenali maka kadang-kadang bentuk kurve suhu badan
basal dapat menolong (Wiknjoksastro, 2007). Jika sudah
dipastikan bahwa perdarahan berasal dari endometrium tipe sekresi tanpa ada sebab
organik, yaitu :
1. korpus
luteum persistens : dalam hal ini dijumpai perdarahan kadang-kadang bersamaan
dengan ovarium membesar. Dapat juga menyebabkan pelepasan endometrium tidak
teratur.
2.
Insufisiensi korpus luteum dapat menyebabkan
premenstrual spotting, menoragia atau polimenorea. Dasarnya ialah kurangnya
produksi progesteron disebabkan oleh gangguan LH releasing faktor. Diagnosis
dibuat, apabila hasil biopsi endometrial dalam fase luteal tidak cocok dengan
gambaran endometrium yang seharusnya didapat pada hari siklus yang
bersangkutan.
3.
Apopleksia uteri: pada wanita dengan
hipertensi dapat terjadi pecahnya pembuluh darah dalam uterus.
4.
Kelainan darah seperti anemia, purpura
trombositopenik dan gangguan dalam mekanisme pembekuan darah.
·
Pada siklus tanpa ovulasi
(anovulation)
Perdarahan
tidak terjadi bersamaan. Permukaan dinding rahim di satu bagian baru sembuh
lantas diikuti perdarahan di permukaan lainnya. Jadilah perdarahan
rahim berkepanjangan (Wiknjoksastro, 2007).
v Berdasarakan jenis
perdarahan yang muncul, yaitu :
Batasan
|
Pola Abnormalitas Perdarahan
|
Oligomenorea
|
Perdarahan uterus yang terjadi dengan
interval > 35 hari dan disebabkan oleh fase folikuler yang memanjang.
|
Polimenorea
|
Perdarahan uterus yg trjadi dgn interval
<21 hari & disebabkan defek fase luteal.
|
Menoragia
|
Perdarahan uterus yang terjadi dengan
interval normal ( 21 – 35 hari) namun jumlah darah haid
> 80 ml atau > 7 hari.
|
Menometroragia
|
Perdarahan uterus yang tidak teratur,
interval non-siklik dan dengan darah yang berlebihan (>80 ml) dan atau
dengan durasi yang panjang ( > 7 hari).
|
Metroragia / perdarahan antara haid
|
Perdarahan uterus yang tidak teratur
diantara siklus ovulatoir dengan penyebab a.l penyakit servik, AKDR,
endometritis, polip, mioma submukosa, hiperplasia endometrium, dan keganasan.
|
Bercak intermenstrual
|
Bercak perdarahan yang terjadi sesaat sebelum
ovulasi yang umumnya disebabkan oleh penurunan kadar estrogen.
|
Perdarahan pasca menopause
|
Perdarahan uterus yang terjadi pada wanita
menopause yang sekurang-kurangnya sudah tidak mendapatkan haid selama 12
bulan.
|
Perd.uterus abnormal akut
|
Perdarahan uterus yang ditandai dengan
hilangnya darah yang sangat banyak dan menyebabkan gangguan hemostasisis
(hipotensi , takikardia atau renjatan).
|
Perdarahan uterus disfungsi
|
Perdarahan uterus yang bersifat ovulatoir
atau anovulatoir yang tidak berkaitan dengan kehamilan, pengobatan, penyebab
iatrogenik, patologi traktus genitalis yang nyata dan atau gangguan kondisi
sistemik.
|
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut Wiknjoksastro (2007)
& Morgan,Geri dkk (2009), yaitu :
1. Anamnesis dan pemeriksaan klinis yang
lengkap
Jika anamnesis dan pemeriksaan
fisik menunjukkan adanya penyakit sistemik, maka penyelidikan lebih jauh
mungkin diperlukan. Abnormalitas pada pemeriksaan pelvis harus diperiksa dengan
USG dan laparoskopi jika diperlukan.
Perdarahan Pervaginam
Kuantitas
Penyemburan
Spotting (diluar
menstruasi)
|
Durasi
Menorrhagia
(Hipermenorrhoe)
Spotting (antar
menstruasi, postmenstruasi, post menopause)
|
Warna
·
Merah segar
·
Noda cokelat
|
Gejala Penyerta
·
Demam dan nyeri
·
Kram uterus dan
kehamilan
·
Petekiae dan
Epitaksis
|
Riwayat penyakit dahulu
·
Kontrasepsi oral
·
AKDR
|
Interval
·
Siklik
·
Non siklik
·
setelah amenorrhoe
·
perdarahan antar menstruasi (misalnya
setelah koitus atau pembilasan)
|
Perdarahan siklik (reguler) didahului oleh
tanda premenstruasi (mastalgia, kenaikan berat badan karena meningkatnya cairan
tubuh, perubahan mood / kram abdomen ) lebih cenderung bersifat ovulatori.
Sedangkan, perdarahan lama yang terjadi dengan interval tidak teratur setelah
mengalami amenore berbulan–bulan, kemungkinan bersifat anovulatori.
Peningkatan suhu basal tubuh ( 0,3 – 0,6 C
), peningkatan kadar progesteron serum ( > 3 ng/ ml ) & perubahan
sekretorik pada endometrium yang terlihat pada biopsi yang dilakukan saat onset
perdarahan, semuannya merupakan bukti ovulasi.
Pada
pemeriksaan fisik juga ditemukan : Suhu meningkat menandakan infeksi pelvis, Takikardi dan hipotensi
nenandakan hipovolemia (perdarahan ekstra peritoneal atau intra peritoneal),
sepsis, Petekiae atau ekimosis menandakan kelainan
koagulasi.
2. Pemeriksaan
abdomen
Inspeksi & palpasi
misalnya menunjukkan kehamilan / iritasi peritoneum. Uterus yang membesar
menandakan adanya kehamilan ektopik maupun missed abortion, uterus yang
lebih besar (dari ukuran kehamilan bila dilihat dari HPHT) kemungkinan
menandakan kehamilan mola, kehamilan ganda / kehamilan dalam suatu uterus
fibroid.
3. Pemeriksaan
pelvis
Spekulum
digunakan untuk memeriksa kuantitas darah &
sumber perdarahan, laserasi vagina, lesi servik, perdarahan ostium uteri, benda
asing. Bimanual digunakan untuk
pemeriksaan patologis.
4.
Pemeriksaan
penunjang:
Pemeriksaan
darah : Hemoglobin, uji fungsi thiroid , dan kadar HCG, FSH, LH,
Prolaktin & androgen serum jika ada indikasi atau skrining gangguan
perdarahan jika ada tampilan yang mengarah kesana.
Deteksi patologi
endometrium melalui (a) dilatasi dan kuretase dan (b)
histeroskopi. Wanita tua dengan gangguan menstruasi, wanita muda dengan perdarahan
tidak teratur atau wanita muda ( < 40 tahun ) yang gagal berespon terhadap
pengobatan harus menjalani sejumlah pemeriksaan endometrium. Penyakit organik
traktus genitalia mungkin terlewatkan bahkan saat kuretase. Maka penting untuk
melakukan kuretase ulang dan investigasi lain yang sesuai pada seluruh kasus
perdarahan uterus abnormal berulang atau berat. Pada wanita yang memerlukan
investigasi, histeroskopi lebih sensitif dibandingkan dilatasi dan kuretase
dalam mendeteksi abnormalitas endometrium
Laparoskopi : Laparoskopi bermanfaat
pada wanita yang tidak berhasil dalam uji coba terapeutik.
5. Data
Diagnostik Tambahan
·
Biopsi
endometrium atau kuretase yang dapat memberikan suatu diagnosis histologi
spesifik.
·
Biopsi vulva,
vagina atau serviks, lesi harus dibiopsi kecuali jika lesi khas untuk penyakit trofoblastik
metastatik dan dapat berdarah hebat bila dibiopsi.
·
Cairan
serviks untuk perwarnaan gram terutama jika dicurigai
adanya infeksi.
·
Tes kehamilan
terhadap hCG. Tes positif kuat mengesankan adanya jaringan trofoblastik baik
intra maupun ekstrauterin.
·
Determinasi
serangkaian hematokrit.
·
Tes koagulasi
dapat dilakukan bila dicurigai adanya kelainan koagulasi.
·
Tes fungsi
tiroid dapat diindikasikan sewaktu evaluasi lanjutan.
PENATALAKSANAAN MEDIS
v Menurut (Wiknjoksastro,
2007) & (Estephan A. 2005), prinsip secara
umum yaitu :
1.
Menghentikan
perdarahan à Langkah-langkah
upaya menghentikan perdarahan adalah sebagai berikut:
a.
Kuret (curettage) à Hanya
untuk wanita yang sudah menikah.
b.
Obat (medikamentosa)
o
Golongan
estrogen.
Pada umumnya
dipakai estrogen alamiah, misalnya: estradiol valerat (nama generik) yang
relatif menguntungkan karena tidak membebani kinerja liver dan tidak
menimbulkan gangguan pembekuan darah. Jenis
lain, misalnya: etinil estradiol, tapi obat ini dapat
menimbulkan gangguan fungsi liver. Dosis dan cara pemberian :
-
Estrogen konyugasi (estradiol valerat): 2,5 mg
diminum selama 7-10 hari.
-
Benzoas estradiol: 20 mg disuntikkan intramuskuler.
(melalui bokong)
-
Jika perdarahannya banyak, dianjurkan nginap
di RS (opname), dan diberikan Estrogen konyugasi (estradiol valerat): 25 mg
secara intravenus (suntikan lewat selang infus) perlahan-lahan (10-15 menit),
dapat diulang tiap 3-4 jam. Tidak boleh lebih 4 kali sehari.
Estrogen
intravena dosis tinggi ( estrogen konjugasi 25 mg setiap 4 jam sampai
perdarahan berhenti ) akan mengontrol secara akut melalui perbaikan
proliferatif endometrium dan melalui efek langsung terhadap koagulasi, termasuk
peningkatan fibrinogen dan agregasi trombosit. Terapi estrogen
bermanfaat menghentikan perdarahan khususnya pada kasus endometerium atrofik
atau inadekuat. Estrogen juga diindikasikan pada kasus DUB sekunder akibat
depot progestogen ( Depo Provera ).2 Keberatan terapi ini ialah bahwa setelah
suntikan dihentikan, perdarahan timbul lagi. 4
o
Obat
Kombinasi
Terapi siklik
merupakan terapi yang paling banyak digunakan dan paling efektif. Pengobatan
medis ditujukan pada pasien dengan perdarahan yang banyak atau perdarahan yang
terjadi setelah beberapa bulan amenore. Cara terbaik adalah memberikan
kontrasepsi oral ; obat ini dapat dihentikan setelah 3 – 6 bulan dan dilakukan
observasi untuk melihat apakah telah timbul pola menstruasi yang normal. Banyak
pasien yang mengalami anovulasi kronik dan pengobatan berkelanjutan diperlukan.
o
Golongan
progesterone
Pertimbangan di
sini ialah bahwa sebagian besar perdarahan fungsional bersifat anovulatoar,
sehingga pemberian obat progesterone mengimbangi pengaruh estrogen terhadap
endometrium. Obat untuk jenis ini, antara lain:
-
Medroksi progesteron asetat (MPA): 10-20 mg
per hari, diminum 7-10 hari.
-
Norethisteron: 3×1 tablet, diminum selama 7-10
hari.
-
Kaproas hidroksi-progesteron 125 mg secara
intramuskular.
o
OAINS
Menorragia
dapat dikurangi dengan Obat Anti Inflamasi Non Steroid. Fraser dan Shearman
membuktikan bahwa OAINS paling efektif jika diberikan selama 7 hingga 10 hari
sebelum onset menstruasi yang diharapkan pada pasien DUB ovulatori, tetapi
umumnya dimulai pada onset menstruasi dan dilanjutkan selama espisode
perdarahan dan berhasil baik. Obat ini mengurangi kehilangan darah selama
menstruasi ( mensturual blood loss / MBL ) dan manfaatnya paling besar pada DUB
ovulatori dimana jumlah pelepasan prostanoid paling tinggi.
2.
Mengatur
menstruasi agar kembali normal à
Setelah perdarahan berhenti, langkah selanjutnya adalah pengobatan untuk
mengatur siklus menstruasi, misalnya dengan pemberian: Golongan progesteron:
2×1 tablet diminum selama 10 hari. Minum obat dimulai pada hari ke 14-15
menstruasi.
3.
Transfusi
jika kadar hemoglobin kurang dari 8 gr%. à Terapi yang ini diharuskan pasiennya untuk
menginap di Rumah Sakit atau klinik. Sekantong darah (250 cc) diperkirakan
dapat menaikkan kadar hemoglobin (Hb) 0,75 gr%. Ini berarti, jika kadar Hb
ingin dinaikkan menjadi 10 gr% maka kira-kira perlu sekitar 4 kantong darah.
v
Penatalaksanaan berdasarkan
tipe AUB
1. Perdarahan uterus disfungsi yang anovulatoir
Pil
kontrasepsi oral digunakan untuk mengatur siklus haid dan kontrasepsi. Pada
penderita dengan siklus haid tidak teratur akibat anovulasi kronik (oligo
ovulasi), pemberian pil kontrasepsi mencegah resiko yang berkaitan dengan
stimulasi estrogen berkepanjangan terhadap endometrium yang tidak diimbangi
dengan progesteron (“unopposed estrogen stimulation of the endometrium”).
Pil kontrasepsi secara efektif dapat mengendalikan perdarahan anovulatoir pada
penderita pre dan perimenopause. Bila terdapat kontraindikasi pemberian pil
kontrasepsi ( perokok berat atau resiko tromboflebitis) maka dapat diberikan
terapi dengan progestin secara siklis selama 5 – 12 hari setiap bulan sebagai
alternatif.
OBAT
|
DOSIS
|
MAKSUD
|
Pil kontrasepsi
|
·
Etinil estradiol 20 – 35 mcg + progestin monofasik tiap hari
·
Pil 35 mcg 2 – 4 kali sehari selama 5 – 7 hari sampai perdarahan
berhenti dan diikuti dengan penurunan secara bertahap sampai 1 pil 1 kali
perhari dan dilanjutkan dengan pemberian pil kontrasepsi selama 3 siklus
|
·
Mengatur siklus haid
·
Kontrasepsi
·
Mencegah hiperplasia endometrium
·
Penatalaksanaan perdarahan yang banyak namum tidak bersifat gawat
darurat
|
Progestin : Medroxyprogesteron asetat
(Provera, Prothyra)
|
·
5 – 10 mg / hari selama 5 – 10 hari @ bulan
|
·
Mengatur siklus haid
·
Mencegah hiperplasia endometrium
|
2. Perdarahan uterus disfungsi ovulatoir
Terapi
medikamentosa untuk kasus menoragia terutama adalah NSAID (asam mefenamat) dan
AKDR-levonorgesterel (Mirena). Efektivitas asam mefenamat, pil kontrasepsi,
naproxen, danazol terhadap menoragia adalah setara.
Efek samping dan harga dari androgen (Danazol atau GnRH agonis)
membatasi penggunaannya bagi kasus menoragia, namun obat-obat ini dapat
digunakan dalam jangka pendek untuk menipiskan endometrium sebelum dikerjakan
tindakan ablasi endometrium.
Obat
antifibrinolitik secara bermakna mengurangi jumlah perdarahan, namun obat ini
jarang digunakan dengan alasan yang menyangkut keamanan ( potensi menyebabkan
tromboemboli).
3. Pembedahan
Bila
terapi medis gagal atau terdapat kontraindikasi maka dilakukan intervensi
pembedahan. Terapi pilhan pada kasus adenokarsionoma adalah histerektomi,
tindakan ini juga dipertimbangkan bila hasil biopsi menunjukan atipia.
TINDAKAN
|
ALASAN
|
Histeroskopi operatif
|
Abnormalitas struktur
intra uteri.
|
Mimektomi (abdominal, laparoskopik,
histeroskopik)
|
Mioma uteri.
|
Reseksi endometrial
transervikal
|
Terapi menoragia atau menometroragia
resisten.
|
Ablasi endometrium
(thermal balloon/roller ball)
|
Terapi menoragia atau
menometroragia resisten dalam rangka penatalaksanaan perdarahan uterus akut
yang resisten
|
Embolisasi arteri uterina
|
Mioma uteri.
|
Histerektomi
|
Hiperplasia atipikal,
karsinoma endometrium.
|
Tabel 1. Strategi penatalaksanaan pada DUB
ASUHAN KEPERAWATAN AUB / Abnormal Uterine Bleeding
PENGKAJIAN
1. Identitas klien à Meliputi nama,
umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama dan alamat, serta data penanggung
jawab
2. Keluhan klien
saat masuk rumah sakit à Biasanya klien merasa nyeri pada daerah perut &
terasa ada massa di daerah abdomen, menstruasi yg tidak berhenti-henti.
3. Riwayat Kesehatan
·
Riwayat kesehatan
sekarang à Keluhan yang dirasakan klien adalah nyeri pada daerah
abdomen bawah, ada pembengkakan pada daerah perut, menstruasi yang tidak
berhenti, rasa mual dan muntah.
·
Riwayat kesehatan
keluarga à kaji riwayat keluarga dlm
kelainan ginekologi
4. Riwayat kehamilan
dan persalinan à Dengan kehamilan dan persalinan/tidak
5. Riwayat
menstruasi à kadang-kadang terjadi digumenorhea dan bahkan sampai
amenorhea. menarche, lama, siklus, jumlah, warna dan bau
6. Pemeriksaan Fisik
à Dilakukan mulai dari kepala sampai ekstremitas bawah
secara sistematis.
·
Abdomen à Nyeri tekan pada
abdomen, Teraba massa pada abdomen.
·
Ekstremitas à Nyeri panggul saat beraktivitas, Tidak ada kelemahan.
·
Eliminasi, urinasi à Adanya konstipasi, Susah BAK
7. Data Sosial
Ekonomi à kaji golongan masyarakat dan tingkat umur, baik sebelum masa pubertas maupun sebelum menopause.
8.
Data Psikologis à Ovarium merupakan bagian dari organ reproduksi wanita,
dimana ovarium sebagai penghasil ovum, mengingat fungsi dari ovarium tersebut
sementara pada klien dengan perdarahan
abnormal pervaginam hal ini akan mempengaruhi mental klien yang ingin hamil
9. Pola kebiasaan
Sehari-hari à Biasanya klien mengalami gangguan dalam aktivitas, dan
tidur karena merasa nyeri
10. Pemeriksaan
Penunjang
·
Data laboratorium à pemeriksaan darah lengkap (NB, HT, SDP)
·
Pemeriksaan fisiki à ada tidaknya benjolan dan ukuran benjolan
ANALISA DATA
DATA
|
ETIOLOGI
|
DIAGNOSA
|
DO :
Klien tampak gelisah, perilaku berhati-hati, ekspresi tegang, TTV.
DS : -
|
Factor resiko
↓
G3 keseimbangan
hormone uterus
↓
Perdarahan abnormal
↓
Perpindahan cairan ke
intrasel
↓
Penekanan ujung
syaraf
|
Nyeri b/d kerusakan jaringan otot, system saraf & gangguan
sirkulasi darah
|
DO : adanya perdarahan pervaginam
DS : -
|
Factor resiko
↓
G3 keseimbangan
hormone uterus
↓
Perdarahan abnormal
↓
Kehilangan banyak
cairan & elektrolit
|
Resiko tinggi kekurangan cairan
tubuh b/d
perdarahan pervaginam berlebihan.
|
DO : klien
tampak cemas, TTV ↑
DS : -
|
Factor resiko
↓
G3 keseimbangan
hormone uterus
↓
Perdarahan abnormal
↓
Kurangnya pajanan
informasi
|
Ansietas b/d Kurangnya pengetahuan tentang
penyakit, prognosis &
kebutuhan pengobatan.
|
PERENCANAAN INTERVENSI
DIAGNOSA
|
TUJUAN &
KH
|
INTERVENSI
|
Nyeri
|
Tujuan : Nyeri berkurang setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam.
Kriteria
Hasil :
·
Klien menyatakan nyeri berkurang (skala 3-5)
·
Klien tampak tenang, eksprei wajah rileks.
·
TTV normal : Suhu : 36-37 0C, N
: 80-100 x/m, RR : 16-24x/m, TD :
Sistole : 100-130 mmHg, Diastole : 70-80 mmHg
~
|
·
Kaji
riwayat nyeri, mis : lokasi nyeri, frekuensi, durasi dan intensitas (kala
0-10) dan tindakan pengurangan yang dilakukan.
·
Bantu
pasien mengatur posisi senyaman mungkin (posisi fowler atau posisi datar atau
miring kesalah satu sisi)
·
Kaji
tanda vital : tachicardi,hipertensi, pernafasan cepat.
·
Ajarkan
pasien penggunaan keterampilan manajemen nyeri mis : dengan teknik relaksasi,
tertawa, mendengarkan musik dan sentuhan terapeutik.
·
Evaluasi/
kontrol pengurangan nyeri
·
Ciptakan
suasana lingkungan tenang dan nyaman.
·
Kolaborasi
untuk pemberian analgetik sesuai indikasi.
·
Laksanakan
pengobatan sesuai indikasi seperti analgesik intravena.
·
Observasi
efek analgetik (narkotik )
·
Kolaborasi
: anjurkan dilakukannya pembedahan
·
Motivasi
klien untuk mobilisasi dini setelah pembedahan bila sudah diperbolehkan.
|
Resiko tinggi
kekurangan cairan tubuh
|
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 2 x 24 jam tidak terjadi kekurangan volume cairan tubuh.
Kriteria Hasil :
·
Tidak ditemukan tanda-tanda kekuranga
cairan. Seperti turgor kulit kurang, membran mukosa kering, demam.
·
Pendarahan berhenti, keluaran urine 1 cc/kg
BB/jam.
·
TTV normal : Suhu : 36-37 0C, N
: 80-100 x/m, RR : 16-24x/m, TD :
Sistole : 100-130 mmHg, Diastole : 70-80 mmHg
|
·
Kaji
tanda-tanda kekurangan cairan.
·
Pantau
masukan dan haluaran/ monitor balance cairan tiap 24 jam.
·
Monitor
tanda-tanda vital. Evaluasi nadi perifer.
·
Observasi
pendarahan
·
Anjurkan
klien untuk minum + 1500-2000 ,l/hari
·
Kolaborasi
untuk pemberian cairan parenteral dan kalau perlu transfusi sesuai indikasi,
pemeriksaan laboratorium. Hb, leko, trombo, ureum, kreatinin.
|
Ansietas berhubungan
dengan perubahan gambaran tubuh
|
Tujuan
: Kecemasan dapat berkurang setelah diberikan askep selama 3 X 24 jam
Kriteria Hasil
:
· Klien tampak tenang
·
Mau
berpartisipasi dalam program terapi
|
· Dorong klien untuk mengekspresikan perasaannya..
·
Dorong
dan dukung klien untuk menyadari dan berusaha menerima diagnosa
·
Diskusikan
tanda dan gejala depresi.
·
Diskusikan
kemungkinan untuk bedah rekonstruksi atau pemakaian prostetik.
·
Beri
informasi tentang hasil-hasil lab dan perkembangan penyakit klien, serta
treatment yang mungkin, seperti kemoterapi, radioterapi, pembedahan
·
Informasikan
tentang dukungan sosial/ kelompok bagi klien, misalnya perkumpulan penyandang
kanker mammae
|
mba dapusnya dong
BalasHapus