Ë MYOMA UTERI Ë

Mioma uteri adalah tumor jinak miometrium uterus dengan
konsistensi padat kenyal, batas jelas, mempunyai pseudo kapsul, tidak nyeri,
bisa soliter atau multipel.Tumor ini juga dikenal dengan istilah fibromioma
uteri, leiomioma uteri, atau uterine fibroid. Mioma uteri
bukanlah suatu keganasan dan tidak juga berhubungan dengan keganasan. Uterus
miomatosus adalah uterus yang ukurannya lebih besar daripada ukuran uterus yang
normal yaitu antara 9-12 cm, dan dalam uterus itu sudah ada mioma uteri yang
masih kecil. (Suwiyoga K,
2003, Sutoto J. S. M., 2005)
Klasifikasi
Klasifikasi mioma dapat berdasarkan lokasi dan lapisan uterus yang
terkena, yaitu :
1.
Lokasi
Cerivical (2,6%), umumnya tumbuh ke arah vagina
menyebabkan infeksi. Isthmica (7,2%), lebih sering menyebabkan nyeri dan
gangguan traktus urinarius. Corporal (91%), merupakan lokasi paling lazim, dan seringkali tanpa gejala.
2.
Lapisan Uterus
Mioma uteri pada daerah korpus,
sesuai lokasinya dibagi menjadi 3 jenis yaitu :
·
Mioma Uteri Subserosa
Lokasi tumor di subserosa korpus uteri dapat hanya sebagai tonjolan saja,
dapat pula sebagai satu massa yang dihubungkan dengan uterus melalui tangkai. Pertumbuhan ke arah lateral dapat berada di dalam ligamentum latum
dan disebut sebagai mioma intraligamenter. Mioma yang cukup besar akan mengisi
rongga peritoneal sebagai suatu massa. Perlengketan dengan usus, omentum atau
mesenterium di sekitarnya menyebabkan sistem peredaran darah diambil alih dari
tangkai ke omentum. Akibatnya tangkai makin mengecil dan terputus, sehingga
mioma akan terlepas dari uterus sebagai massa tumor yang bebas dalam rongga
peritoneum. Mioma jenis ini dikenal sebagai jenis parasitik. (Saifuddin,
1999).
·
Mioma Uteri Intramural
Disebut juga sebagai mioma
intraepitelial. Biasanya multipel apabila masih kecil tidak merubah bentuk
uterus, tetapi bila besar akan menyebabkan uterus berbenjol-benjol, uterus
bertambah besar dan berubah bentuknya. Mioma sering tidak memberikan gejala
klinis yang berarti kecuali rasa tidak enak karena adanya massa tumor di daerah
perut sebelah bawah. Kadang kala tumor tumbuh sebagai mioma subserosa dan
kadang-kadang sebagai mioma submukosa. Di dalam otot rahim dapat besar, padat
(jaringan ikat dominan), lunak (jaringan otot rahim dominan). (Sastrawinata, 1988), (Saifuddin, 1999).
·
Mioma Uteri Submukosa
Berada di bawah endometrium dan
menonjol kedalam rongga uterus. Paling sering menyebabkan perdarahan yang banyak,
sehingga memerlukan histerektomi walaupun ukurannya kecil. Adanya mioma
submukosa dapat dirasakan sebagai suatu “Curet Bump” (benjolan waktu kuret).
Kemungkinan terjadinya degenerasi sarkoma juga lebih besar pada jenis ini.
Sering mempunyai tangkai yang panjang sehingga menonjol melalui vagina, disebut
sebagai mioma submukosa bertungkai yang dapat menimbulkan “Myomgeburt” sering
mengalami nekrose atau ulserasi (Sastrawinata, 1988).
Dari
sudut klinik mioma uteri submukosa mempunyai arti yang lebih penting
dibandingkan dengan jenis yang lain. Pada mioma uteri subserosa ataupun
intramural walaupun ditemukan cukup besar tetapi sering kali memberikan keluhan
yang tidak berarti. Sebaliknya pada jenis submukosa walaupun hanya kecil selalu
memberikan keluhan perdarahan melalui vagina. Perdarahan sulit untuk dihentikan
sehingga sebagai terapinya dilakukan histerektomi. Atropi : setelah
menopause dan rangsangan estrogen menghilang.
a. Degenerasi hialin (merupakan perubahan degeneratif yang paling
umum ditemukan):
- Jaringan ikat bertambah
- Berwarna putih dan keras
- Disebut “mioma durum”
b. Degenerasi kistik:
·
Bagian tengah
dengan degenerasi hialin mencair
·
Menjadi poket kistik
c.
Degenerasi
membatu (calcareous degeneration) :
·
Terdapat timbunan
kalsium pada mioma uteri.
·
Padat dan keras
·
Berwarna putih
d.
Red
degeneration (carneous degeneration) :
·
Terjadi paling
sering pada masa kehamilan.
·
Estrogen
merangsang tumbuh kembang mioma.
·
Aliran darah
tidak seimbang (edema sekitar tungkai dan tekanan hamil).
·
Terjadi
kekurangan darah menimbulkan nekrosis, pembentukan trombus, bendungan darah
dalam mioma, warna merah (hemosiderosis/hemofusin).
·
Proses ini
biasanya disertai nyeri, tetapi dapat hilang sendiri. Komplikasi lain yang
jarang ditemukan meliputi: kelahiran preterm, ruptur tumor dengan perdarahan
peritoneal, shock dan bahkan mencetuskan DIC.
e.
Degenerasi Mukoid à Daerah hyaline digantikan oleh bahan
gelatinosa yang lembut. Biasanya terjadi pada tumor yang besar, dengan aliran
arterial yang terganggu.
f.
Degenerasi Lemak à Lemak ditemukan di dalam serat otot polos.
g.
Degenerasi sarkomatous (transformasi maligna) à Terjadi pada kurang dari 1% mioma. Kontroversi yang ada
saat ini adalah apakah hal ini mewakili sebuah perubahan degeneratif ataukah
sebuah neoplasma spontan. Leiomyosarkoma merupakan sebuah tumor ganas yang
jarang terdiri dari sel-sel yang mempunyai diferensiasi otot polos.
EPIDEMIOLOGI
Frekwensi mioma uteri kurang lebih 10% dari jumlah seluruh
penyakit pada alat-alat genital dan merupakan tumor pelvis.Angka kejadian tumor
ini sulit ditentukan secara tepat karena tidak semua penderita dengan mioma
uteri memiliki keluhan. Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur
25 tahun mempunyai sarang mioma, pada wanita berkulit hitam ditemukan lebih
banyak. Mioma uteri belum pernah dilaporkan terjadi sebelum menarche. Spesimen histerektomi
daripada wanita premenopaus dengan mioma uteri adalah rata-rata 7,6. Wanita
postmenopaus pula adalah 4,2 (Parker,
2007).
Myoma Uteri umumnya terjadi pada usia
lebih dari 35 tahun. Dikenal ada dua tempat asal myoma uteri yaitu pada serviks
uteri ( 2 % )dan pada korpus uteri (97 %). Dari
penelitian dilakukan oleh Ran Ok et-al di Pusan St. Benedict Hospital Korea
yang dilakukan terhadap 815 kasus mioma uteri diketahui bahwa kasus mioma uteri
tebanyak terjadi pada kelompok usia 40-49 tahun dengan usia ratarata 42,97
tahun. Keluhan tama terbanyak pada penderita mioma uteri adalah perdarahan
pervaginam abnormal (44,1%). Mioma uteri tipe intramural adalah yang terbanyak
dari tipe mioma uteri secara patologi anatomi (51,3%). Kadar haemoglobin (Hb)
rata-rata penderita mioma uteri adalah 10,92 gr% dan 37,6% diantaranya
dilakukan transfusi darah. Histerektomi total ditemukan sebagai tindakan
penatalaksanaan terbanyak pada kasus-kasus mioma uteri (91,5%) (Ran Ok et-al, 2007 yang dikutip
Muzakir, 2008).
PATOFISIOLOGI
(terlampir)
ETIOLOGI & FAKTOR RESIKO
Sampai saat
ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri dan diduga merupakan penyakit
multifaktorial. Dipercayai bahwa mioma merupakan sebuah tumor monoklonal yang
dihasilkan dari mutasi somatik dari sebuah sel neoplastik tunggal. Sel-sel
tumor mempunyai abnormalitas kromosom, khususnya pada kromosom lengan. Faktor-faktor penyebab mioma uteri
belum diketahui, namun ada 2 teori yang berpendapat:
1.
Teori
Stimulasi à Berpendapat
bahwa estrogen sebagai faktor etiologi, mengingat bahwa:
·
Mioma uteri sering kali tumbuh lebih cepat
pada masa hamil
·
Neoplasma ini tidak pernah ditemukan sebelum
monarche
·
Mioma uteri biasanya mengalami atrofi sesudah
menopause
·
Hiperplasia endometriumsering ditemukan bersama
dengan mioma uteri
2.
Teori
Cellnest atau genitoblas à Terjadinya mioma uteri itu tergantung
pada sel-sel otot imatur yang terdapat pada
cell nest yang selanjutnya dapat
dirangsang terus menerus
oleh estrogen. (Prawirohardjo,
1996:282)
Dalam Jeffcoates Principles of
Gynecology & menurut (Supriyadi Hari R Bag. Kebidanan &
Kandungan Rsud Dr Muwardi / Fk Uns Solo), ada beberapa faktor yang
diduga kuat sebagai faktor predisposisi terjadinya mioma uteri, yaitu :
a.
Umur :
Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20
tahun, ditemukan sekitar 10% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini
paling sering memberikan gejala klinis antara 35 – 45 tahun.
b.
Paritas :
Lebih
sering terjadi pada nullipara atau pada wanirta yang relatif infertil, tetapi
sampai saat ini belum diketahui apakan infertilitas menyebabkan mioma uteri
atau sebaliknya mioma uteri yang menyebabkan infertilitas, atau apakah kedua
keadaan ini saling mempengaruhi.
c. Faktor ras dan genetik :
Pada wanita ras tertentu, khususnya wanita
berkulit hitam, angka kejadian mioma uteri tinggi. Terlepas dari faktor ras,
kejadian tumor ini tinggi pada wanita dengan riwayat keluarga ada yang
menderita mioma.
d.
Fungsi ovarium :
Diperkirakan ada korelasi antara hormon
estrogen dengan pertumbuhan mioma, dimana mioma uteri muncul setelah menarke,
berkembang setelah kehamilan dan mengalami regresi setelah menopause. Pemberian
agonis GnRH dalam waktu lama sehingga terjadi hipoestrogenik dapat mengurangi
ukuran mioma. Efek estrogen pada pertumbuhan mioma mungkin berhubungan dengan
respon mediasi oleh estrogen terhadap reseptor dan faktor pertumbuhan lain.
Terdapat bukti peningkatan produksi reseptor progesteron, faktor pertumbuhan
epidermal dan insulin-like growth factor yang distimulasi oleh estrogen.
Anderson dkk, telah mendemonstrasikan munculnya gen yang distimulasi oleh
estrogen lebih banyak pada mioma daripada miometrium normal dan mungkin penting
pada perkembangan mioma. Namun bukti-bukti masih kurang meyakinkan karena tumor
ini tidak mengalami regresi yang bermakna setelah menopause sebagaimana yang
disangka. Lebih daripada itu tumor ini kadang-kadang berkembang setelah
menopause bahkan setelah ooforektomi bilateral pada usia dini.
e. Usia penderita
Wanita
kebanyakannya didiagnosa dengan mioma uteri dalam usia 40-an; tetapi, ianya
masih tidak diketahui pasti apakah mioma uteri yang terjadi adalah disebabkan
peningkatan formasi atau peningkatan pembesaran secara sekunder terhadap
perubahan hormon pada waktu usia begini. Faktor lain yang bisa mengganggu
insidensi sebenar kasus mioma uteri adalah kerana dokter merekomendasi dan
pasien menerima rekomendasi tersebut untuk menjalani histerektomi hanya setelah
mereka sudah melepasi usia melahirkan anak (Parker, 2007).
f.
Hormon
endogen (Endogenous Hormonal)
Mioma
uteri sangat sedikit ditemukan pada
spesimen yang diambil dari hasil histerektomi wanita yang telah menopause,
diterangkan bahwa hormon esterogen endogen pada wanita-wanita menopause pada
kadar yang rendah atau sedikit (Parker, 2007). Awal menarke (usia di bawah 10
tahun) dijumpai peningkatan resiko ( RR 1,24) dan menarke lewat (usia setelah
16 tahun) menurunkan resiko (RR 0,68) untuk menderita mioma uteri.
g. Estrogen.
Mioma uteri dijumpai setelah
menarke. Seringkali terdapat pertumbuhan tumor yang cepat selama
kehamilan dan terapi estrogen eksogen. Mioma uteri akan mengecil pada saat
menopause dan pengangkatan ovarium. Adanya hubungan dengan kelainan lainnya
yang tergantung estrogen seperti endometriosis (50%), perubahan fibrosistik dari
payudara (14,8%), adenomyosis (16,5%) dan hiperplasia endometrium (9,3%).Mioma
uteri banyak ditemukan bersamaan dengan anovulasi ovarium dan wanita dengan
sterilitas. 17B hidroxydesidrogenase: enzim ini mengubah estradiol (sebuah
estrogen kuat) menjadi estron (estrogen lemah). Aktivitas enzim ini berkurang
pada jaringan miomatous, yang juga mempunyai jumlah reseptor estrogen yang
lebih banyak daripada miometrium normal.
h.
Progesteron
Progesteron merupakan antagonis
natural dari estrogen. Progesteron menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara
yaitu: mengaktifkan 17B hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor
estrogen pada tumor.
i.
Hormon pertumbuhan
Level hormon pertumbuhan menurun
selama kehamilan, tetapi hormon yang mempunyai struktur dan aktivitas biologik
serupa yaitu HPL, terlihat pada periode ini, memberi kesan bahwa pertumbuhan
yang cepat dari leiomioma selama kehamilan mingkin merupakan hasil dari aksi
sinergistik antara HPL dan Estrogen.
j.
Riwayat
Keluarga
Wanita
dengan garis keturunan tingkat pertama
dengan penderita mioma uteri mempunyai peningkatan 2,5 kali kemungkinan risiko
untuk menderita mioma uteri dibanding dengan wanita tanpa garis keturunan
penderita mioma uteri. Penderita mioma yang mempunyai riwayat keluarga
penderita mioma uteri mempunyai 2 kali lipat kekuatan ekspresi dari VEGF-α
(a myoma-related growth factor) dibandingkan dengan penderita mioma yang
tidak mempunyai riwayat keluarga penderita mioma uteri (Parker, 2007).
k. Etnik
Pada penelitian
terbaru menunjukkan yang Val/Val genotype
untuk enzim essensial kepada metabolisme
estrogen,catechol-O-methyltransferase (COMT) ditemui sebanyak 47% pada wanita
Afrika-Amerika berbanding hanya 19% pada wanita kulit putih. Wanita dengan
genotype ini lebih rentan untuk menderita mioma uteri. Ini menjelaskan mengapa
prevalensi yang tinggi untuk menderita mioma uteri dikalangan wanita
Afrika-Amerika lebih tinggi (Parker,
2007).
l.
Berat
Badan
Satu studi
prospektif dijalankan dan dijumpai kemungkinan risiko menderita mioma uteri
adalah setinggi 21% untuk setiap kenaikan 10kg berat badan dan
dengan peningkatan indeks massa tubuh.
m. Diet
Ada studi
yang mengaitkan dengan peningkatan terjadinya mioma uteri dengan pemakanan
seperti daging sapi atau daging merah atau ham bisa meningkatkan insidensi
mioma uteri dan sayuran hijau bisa menurunkannya. Studi ini sangat sukar untuk
diintepretasikan kerana studi ini tidak menghitung nilai kalori dan pengambilan
lemak tetapi sekadar informasi sahaja dan juga tidak diketahui dengan pasti
apakah vitamin, serat atau phytoestrogen berhubung dengan mioma uteri (Parker, 2007).
n. Kehamilan dan paritas
Peningkatan
paritas menurunkan insidensi terjadinya mioma uteri. Mioma uteri menunjukkan
karakteristik yang sama dengan miometrium yang normal ketika kehamilan termasuk
peningkatan produksi extracellular
matrix dan peningkatan ekspresi reseptor untuk peptida dan hormon steroid.
Miometrium postpartum kembali kepada berat asal, aliran darah dan saiz asal
melalui proses apoptosis dan diferensiasi. Proses remodeling ini berkemungkinan
bertanggungjawab dalam penurunan saiz mioma uteri. Teori yang lain pula
mengatakan pembuluh darah di uterus kembali kepada keadaan atau saiz asal pada
postpartum dan ini menyebabkan mioma uteri kekurangan suplai darah dan urangnya
nutrisi untuk terus membesar. Didapati juga kehamilan ketika usia midreproductive (25-29 tahun) memberikan
perlindungan terhadap pembesaran mioma (Parker, 2007).
o. Kebiasaan merokok
Merokok
dapat mengurangi insidensi mioma uteri. Banyak faktor yang bisa menurunkan
bioavalibiltas hormon estrogen pada jaringan seperti: penurunan konversi
androgen kepada estrone dengan penghambatan enzim aromatase oleh nikotin (Parker, 2007).
MANIFESTASI KLINIS
Hampir separuh dari kasus mioma
uteri ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan pelvik rutin. Pada penderita
memang tidak mempunyai keluhan apa-apa dan tidak sadar bahwa mereka sedang
mengandung satu tumor dalam uterus. Faktor-faktor
yang mempengaruhi timbulnya gejala klinik meliputi :
1. Besarnya
mioma uteri.
2. Lokalisasi
mioma uteri.
3.
Perubahan-perubahan
pada mioma uteri.
Gejala klinik terjadi hanya pada
sekitar 35 % – 50% dari pasien yang terkena. Adapun
gejala klinik yang dapat timbul pada mioma uteri:
a. Perdarahan uterus yang abnormal
Merupakan gejala klinik
yang sering ditemukan (30%). Bentuk perdarahan yang ditemukan berupa: menoragi,
metroragi, dan hipermenorrhea. Perdarahan dapat menyebabkan anemia defisiensi
Fe. Perdarahan abnormal ini dapat dijelaskan oleh karena bertambahnya area
permukaaan dari endometrium yang menyebabkan gangguan kontraksi otot rahim,
distorsi dan kongesti dari pembuluh darah di sekitarnya dan ulserasi dari
lapisan endometrium.
b.
Penekanan
rahim yang membesar
Pada mioma
uteri yang besar akan menimbulkan penekanan pada organ sekitar. Penekanan mioma
uteri menyebabkan gangguan berkemih,
defekasi maupun dispareunia. Tumor yang besar juga akan menekan pembuluh darah
vena pada pelvik sehingga menyebabkan kongesti dan menimbulkan edema pada
ekstrimitas posterior.
·
Terasa berat di abdomen bagian bawah.
·
Gejala traktus urinarius: urine
frequency, retensi urine, obstruksi ureter dan hidronefrosis.
·
Gejala
intestinal: konstipasi dan obstruksi intestinal.
·
Terasa nyeri karena tertekannya saraf.
c. Nyeri panggul
Mioma
uteri menimbulkan nyeri
panggul yang disebabkan oleh karena degenerasi akibat oklusi vaskuler, infeksi,
torsi dari mioma yang bertangkai maupun akibat kontraksi miometrium yang
disebabkan mioma subserosum. Tumor yang besar dapat mengisi rongga pelvik dan
menekan bagian tulang pelvik yang dapat menekan saraf sehingga menyebabkan rasa nyeri yang menyebar
ke punggung dan ekstrimitas posterior.
d. Infertilitas / Disfungsi reproduksi
Mioma yang
terdapat di daerah kornu akan menyebabkan sumbatan dan gangguan transportasi
gamet dadm embrio akibat oklusi tuba bilateral. Perubahan kavum uteri juga
dapat menimbulkan disfungsi reproduksi. Terdapat peningkatan insiden aborsi dan
kelahiran prematur pada pasien dengan mioma intramural dan submukosa.
e. Kongesti vena à disebabkan oleh kompresi tumor yang menyebabkan edema ekstremitas
bawah, hemorrhoid, nyeri dan dyspareunia.
f.
Gangguan pertumbuhan dan perkembangan
kehamilan.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Anamnesis
Dari
proses tanya jawab dokter dan pasien dapat ditemukan penderita seringkali
mengeluh rasa berat dan adanya benjolan pada perut bagian bawah, kadang
mempunyai gangguan haid dan ada nyeri.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan
bimanual akan mengungkap tumor pada uterus, yang umumnya terletak di garis
tengah atau pun agak ke samping,seringkali teraba terbenjolbenjol. Mioma
ubserosum dapat mempunyai tangkai yang berhubung dengan uterus (Prawirohardjo, 2007).
Vaginal Toucher à
Didapatkan perdarahan pervaginam, teraba massa, konsistensi dan ukurannya.
3. Pemeriksaan Penunjang
§
Ultra
Sonografi (USG) à mioma
uteri yang besar paling bagus didiagnosis dengan kombinasi transabdominal dan
transvaginal sonografi. Gambaran sonografi mioma kebiasaanya adalah simetrikal,
berbatas tegas, hypoechoic dan
degenerasi kistik menunjukkan anechoic.
·
Laboratorium
: urine lengkap, gula darah, tes fungsi hati,
ureum, kreatinin darah, pemeriksaan darah lengkap (haemoglobin ↓,
lekosit ↓/↑, eritrosit ↓, albumin ↓)
·
Tes
kehamilan à ditemukan hasil positif akibat pengeluaran zat pendeteksi
kehamilan palsu oleh myoma
·
Magnetic
Resonance Imagine (MRI) à lebih baik daripada USG tetapi mahal. MRI mampu
menentukan saiz, lokasi dan bilangan mioma uteri serta bisa mengevaluasi jarak
penembusan mioma submukosa di dalam dinding miometrium (Parker, 2007).
·
Sitologi à Menentukan tingkat keganasan dari
sel-sel neoplasma tersebut
·
Rontgen à Untuk mengetahui kelainan yang
mungkin ada yang dapat menghambat tindakan operasi
·
ECG à Mendeteksi kelainan yang mungkin
terjadi, yang dapat mempengaruhi tindakan operasi
·
Foto
BNO/IVP à pemeriksaan ini penting untuk menilai massa di rongga pelvis serta
menilai fungsi ginjal dan perjalanan ureter.
·
Histerografi
dan histeroskopi à untuk
menilai pasien mioma submukosa disertai dengan infertilitas.
·
Laparaskopi
untuk mengevaluasi massa pada pelvis.
PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut Prawirohardjo
(2007) & Winkjosastro,2007). , penanganan yang dapat dilakukan ada dua
macam yaitu :
1. Penanganan
konservatif sebagai berikut :
Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik
setiap 3-6 bulan. Bila anemia, Hb < 8 g% transfusi PRC. Pemberian zat
besi.
Penggunaan agonis GnRH leuprolid
asetat 3,75 mg IM pada hari 1-3 menstruasi setiap minggu sebanyak tiga kali.
Obat ini mengakibatkan pengerutan tumor dan menghilangkan gejala. Obat ini
menekan sekresi gonadotropin dan menciptakan keadaan hipoestrogenik yang serupa
yang ditemukan pada periode postmenopause. Efek maksimum dalam mengurangi
ukuran tumor diobservasi dalam 12 minggu. Terapi agonis GnRH ini dapat pula
diberikan sebelum pembedahan, karena memberikan beberapa keuntungan: mengurangi
hilangnya darah selama pembedahan, dan dapat mengurangi kebutuhan akan
transfusi darah. Namun obat ini menimbulkan kahilangan masa tulang meningkat
dan osteoporosis pada wanita tersebut.
Baru-baru ini, progestin dan
antipprogestin dilaporkan mempunyai efek terapeutik. Kehadiran tumor dapat
ditekan atau diperlambat dengan pemberian progestin dan levonorgestrol
intrauterin
2. Penanganan operatif, bila :
Ukuran tumor lebih besar dari ukuran uterus 12-14 minggu.
|
Bila dapat menjadi penyulit pada kehamilan berikutnya.
|
Pertumbuhan tumor cepat.
|
Hipermenorea pada mioma submukosa.
|
Mioma subserosa bertangkai dan torsi.
|
Penekanan pada organ sekitarnya.
|
Jenis operasi yang dilakukan dapat berupa :
a) Enukleasi
Mioma
Dilakukan pada penderita infertil atau yang masih
menginginkan anak atau mempertahankan uterus demi kelangsungan fertilitas.
Sejauh ini tampaknya aman, efektif, dan masih menjadi pilihan terbaik.
Enukleasi sebaiknya tidak dilakukan bila ada kemungkinan terjadinya karsinoma
endometrium atau sarkoma uterus, juga dihindari pada masa kehamilan. Tindakan
ini seharusnya dibatasi pada tumor dengan tangkai dan jelas yang dengan mudah
dapat dijepit dan diikat. Bila miomektomi menyebabkan cacat yang menembus atau
sangat berdekatan dengan endometrium, kehamilan berikutnya harus dilahirkan
dengan seksio sesarea.
Kriteria preoperasi menurut American College of
Obstetricians Gynecologists (ACOG) adalah sebagai berikut :
·
Kegagalan untuk hamil atau
keguguran berulang.
·
Terdapat leiomioma dalam ukuran
yang kecil dan berbatas tegas.
·
Apabila tidak ditemukan alasan
yang jelas penyebab kegagalan kehamilan dan keguguran yang berulang.
b)
Histerektomi
Dilakukan bila pasien tidak menginginkan anak lagi,
dan pada penderita yang memiliki leiomioma yang simptomatik atau yang sudah
bergejala. Kriteria ACOG untuk histerektomi adalah sebagai berikut:
·
Terdapatnya 1 sampai 3 leiomioma
asimptomatik atau yang dapat teraba dari luar dan dikeluhkan olah pasien.
·
Perdarahan uterus berlebihan :
o
Perdarahan yang banyak
bergumpal-gumpal atau berulang-ulang selama lebih dari 8 hari.
o
Anemia akibat kehilangan darah akut atau kronis.
·
Rasa tidak nyaman di pelvis akibat
mioma meliputi :
o
Nyeri hebat dan akut.
o
Rasa tertekan punggung bawah atau
perut bagian bawah yang kronis.
o
Penekanan buli-buli dan frekuensi
urine yang berulang-ulang dan tidak disebabkan infeksi saluran kemih.
c)
Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan mioma saja tanpa
pengangkatan uterus. Apabila wanita sudah dilakukan miomektomi kemungkinan
dapat hamil sekitar 30 – 50%. Dan perlu disadari oleh penderita bahwa setelah
dilakukan miomektomi harus dilanjutkan histerektomi.
Lama
perawatan :
|
Masa
pemulihan :
|
1 hari pasca diagnosa keperawatan.
|
2 minggu pasca diagnosa perawatan.
|
7 hari pasca histerektomi/ miomektomi.
|
6 minggu pasca histerektomi / miomektomi.
|
d)
Penanganan Radioterapi
·
Hanya dilakukan pada pasien yang tidak dapat dioperasi (bad risk patient).
·
Uterus harus lebih kecil dari usia kehamilan 12 minggu.
·
Bukan jenis submukosa.
·
Tidak disertai radang pelvis atau penekanan pada rektum.
·
Tidak dilakukan pada wanita muda, sebab dapat menyebabkan menopause.
·
Maksud dari radioterapi
adalah untuk menghentikan perdarahan.
ASUHAN
KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
1. Identitas klien à Usia
·
Mioma biasanya terjadi pada usia reproduktif,
paling sering ditemukan pada usia 35 tahun keatas.
·
Makin tua usia maka toleransi terhadap nyeri
akan berkurang
·
Orang dewasa mempunyai dan mengetahui cara
efektif dalam menyesuaikan diri terutama terhadap perubahan yang terjadi pada dirinya akibat
tindakan TAH-BSO.
2. Keluhan Utama
Keluhan
yang timbul pada hampir tiap jenis operasi adalah rasa nyeri karena terjadi
torehant tarikan, manipulasi jaringan organ. Rasa nyeri setelah bedah biasanya berlangsung 24-48 jam. Adapun
yang perlu dikaji pada rasa nyeri tersebut
adalah : Lokasi nyeri, Intensitas
nyeri , Waktu
& durasi, Kwalitas nyeri
3. Riwayat Reproduksi
§ Haid à Dikaji tentang riwayat menarche dan
haid terakhir, sebab mioma uteri tidak pernah ditemukan sebelum menarche dan
mengalami atrofi pada masa menopause
§ Hamil dan
Persalinan à Kehamilan
mempengaruhi pertubuhan mioma, dimana mioma uteri tumbuh cepat pada masa hamil
ini dihubungkan dengan hormon estrogen,
pada masa ii dihasilkan dalam jumlah yang besar. Jumlah kehamilan dan anak yang
hidup mempengaruhi psikologi klien dan keluarga terhadap hilangnya oirgan
kewanitaan.
4. Data Psikologi.
Pengangkatan
organ reproduksi dapat sangat berpengaruh terhadap emosional klien dan
diperlukan waktu untuk memulai perubahan yang terjadi. Organ reproduksi
merupakan komponen kewanitaan, wanita melihat fungsi menstruasi sebagai lambang
feminitas, sehingga berhentinya menstruasi bias dirasakan sebgai hilangnya
perasaan kewanitaan.
Perasaan
seksualitas dalam arti hubungan seksual perlu ditangani .Beberapa wanita merasa
cemas bahwa hubungan seksualitas terhalangi atau hilangnya kepuasan.
Pengetahuan klien tentang dampak yang akan terjadi sangat perlu persiapan
psikologi klien.
5. Status Respiratori
Respirasi
bisa meningkat atau menurun . Pernafasan yang ribut dapat terdengar tanpa stetoskop. Bunyi pernafasan akibat
lidah jatuh kebelakang atau akibat terdapat secret. Suara paru yang kasar merupakan gejala terdapat secret pada saluran
nafas . Usaha batuk dan bernafas dalam dilaksalanakan segera pada klien yang memakai anaestesi general.
6. Tingkat
Kesadaran
Tingkat
kesadaran dibuktikan melalui pertanyaan
sederhana yang harus dijawab oleh klien atau di suruh untuk melakukan
perintah. Variasi tingkat kesadaran dimulai dari siuman sampai ngantuk , harus
di observasi dan penurunan tingkat kesadaran merupakan gejala syok.
7. Status Urinari
Retensi
urine paling umum terjadi setelah
pembedahan ginekologi, klien yang hidrasinya baik biasanya baik
biasanya kencing setelah 6 sampai 8 jam
setelah pembedahan. Jumlah autput urine yang sedikit akibat kehilangan cairan
tubuh saat operasi, muntah akibat anestesi.
8. Status Gastrointestinal
Fungsi
gastrointestinal biasanya pulih pada
24-74 jam setelah pembedahan, tergantung pada kekuatan efek narkose pada
penekanan intestinal. Ambulatori dan kompres hangat perlu diberikan untuk
menghilangkan gas dalam usus.
ANALISA DATA
DATA
|
ETIOLOGI
|
DIAGNOSA
|
DO :
Klien tampak gelisah, perilaku berhati-hati, ekspresi tegang, TTV.
DS : -
|
Factor resiko
↓
Hyperplasia
endometrium
↓
Myoma uteri
↓
Peningkatan massa à penekanan syaraf pelviks & uterus
|
Nyeri b/d kerusakan jaringan otot, system saraf & gangguan
sirkulasi darah akibat nekrosis &
radang
|
DO : adanya perdarahan pervaginam
DS : -
|
Factor resiko
↓
Hyperplasia
endometrium
↓
Myoma uteri
↓
Peningkatan massa à penipisan dinding uterus
↓
Miometrium tdk dpt
brkontraksi max
↓
Pmb, darah pecah
& muncul lesi
↓
Perdarahan
pervaginam abnormal
|
Resiko tinggi kekurangan cairan
tubuh b/d
perdarahan pervaginam berlebihan.
|
DO : suhu ↑, TD ↑, nadi ↑
DS : -
|
Factor resiko
↓
Hyperplasia
endometrium
↓
Myoma uteri
↓
Peningkatan massa à penipisan dinding uterus
↓
Miometrium tdk dpt
brkontraksi max
↓
Pmb, darah pecah
& muncul lesi
↓
Perdarahan
pervaginam abnormal à ↓ kadar HB
↓
Anemia berlebihan
|
Resiko
tinggi infeksi b/d
tidak adekuat pertahanan tubuh akibat anemia
|
DO : Klien
tampak gelisah, tegang, tidak kooperatif dalam mengikuti pengobatan, TTV.
DS : -
|
Factor resiko
↓
Hyperplasia
endometrium
↓
Myoma uteri
↓
Peningkatan massa à penyumbatan tuba falopi
↓
G3 tranportasi
sperma & ovum
↓
Penurunan fungsi
cavum uterus
↓
infertilitas
|
Gangguan
citra tubuh b/d kekhawatiran
tentang ketidakmampuan memiliki anak, perubahan dalam masalah kewanitaan,
akibat pada hubungan seksual
|
DO : klien
tampak cemas, TTV ↑
DS : -
|
Factor resiko
↓
Hyperplasia
endometrium
↓
Myoma uteri
↓
Peningkatan massa à timbul manifest & komplikasi
↓
Kurangnya pajanan
informasi
|
Ansietas b/d Kurangnya pengetahuan tentang
penyakit, prognosis &
kebutuhan pengobatan.
|
PERENCANAAN
INTERVENSI
DIAGNOSA
|
TUJUAN & KH
|
INTERVENSI
|
Nyeri
|
Tujuan :
Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam.
Kriteria Hasil :
·
Klien
menyatakan nyeri berkurang (skala 3-5)
·
Klien
tampak tenang, eksprei wajah rileks.
·
TTV normal
: Suhu : 36-37 0C, N : 80-100 x/m, RR :
16-24x/m,
TD
: Sistole : 100-130 mmHg, Diastole : 70-80 mmHg
~
|
· Kaji riwayat nyeri, mis : lokasi nyeri,
frekuensi, durasi dan intensitas (kala 0-10) dan tindakan pengurangan yang
dilakukan.
· Bantu pasien mengatur posisi senyaman
mungkin (posisi fowler atau posisi datar atau miring kesalah satu sisi)
· Kaji tanda vital : tachicardi,hipertensi,
pernafasan cepat.
· Ajarkan pasien penggunaan keterampilan
manajemen nyeri mis : dengan teknik relaksasi, tertawa, mendengarkan musik
dan sentuhan terapeutik.
· Evaluasi/ kontrol pengurangan nyeri
· Ciptakan suasana lingkungan tenang dan
nyaman.
· Kolaborasi untuk pemberian analgetik sesuai
indikasi.
· Laksanakan pengobatan sesuai indikasi
seperti analgesik intravena.
· Observasi efek analgetik (narkotik )
· Kolaborasi : anjurkan dilakukannya
pembedahan
· Motivasi klien untuk mobilisasi dini setelah
pembedahan bila sudah diperbolehkan.
|
Resiko tinggi kekurangan cairan
tubuh
|
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 2 x 24 jam tidak terjadi kekurangan volume cairan tubuh.
Kriteria
Hasil :
· Tidak ditemukan tanda-tanda kekuranga
cairan. Seperti turgor kulit kurang, membran mukosa kering, demam.
· Pendarahan berhenti, keluaran urine 1 cc/kg
BB/jam.
· TTV normal : Suhu : 36-37 0C, N
: 80-100 x/m, RR : 16-24x/m, TD : Sistole : 100-130 mmHg, Diastole : 70-80 mmHg
|
· Kaji tanda-tanda kekurangan cairan.
· Pantau masukan dan haluaran/ monitor balance
cairan tiap 24 jam.
· Monitor tanda-tanda vital. Evaluasi nadi
perifer.
· Observasi pendarahan
· Anjurkan klien untuk minum + 1500-2000
,l/hari
· Kolaborasi untuk pemberian cairan parenteral
dan kalau perlu transfusi sesuai indikasi, pemeriksaan laboratorium. Hb,
leko, trombo, ureum, kreatinin.
|
Resiko tinggi infeksi
|
Tujuan :
Infeksi tidak terjadi setelah dilakukan tindakan perawatan selama 2x 24 jam.
Kriteria
Hasil :
· Tidak ditemukan tanda-tanda infeksi seperti
rubor, color, dolor dan fungsiolesia.
· Kadar haemoglobin dalam batas normal : 11-14
gr%
· Pasien tidak demam/ menggigil, suhu : 36-370
C
|
· Kaji adanya tanda-tanda infeksi.
· Lakukan cuci tangan yang baik sebelum
tindakan keperawatan.
· Gunakan teknik aseptik pada prosedur
perawatan.
· Monitor tanda-tanda vital dan kadar
haemoglobin serta leukosit.
· Anjurkan pasien untuk menjaga kebersihan
diri dan lingkungan.
· Batasi pengunjung untuk menghindari
pemajanan bakteri.
· Kolaborasi dengan medis untuk pemberian
antibiotika.
|
Ganguan citra tubuh
|
Tujuan :
Infeksi tidak terjadi setelah dilakukan tindakan perawatan selama 2x 24 jam.
Kriteria
Hasil :
· Klien mampu memahami kondisi kesehatannya
· Ekspresi cemas klien berkurang
· Koping keluarga & klien maningkat
|
· Beritahu klien tentang siapa saja yang bisa
dilakukan histerektomi dan anjurkan klien untuk mengekpresikan perasaannya
tentang histerektomi
· Kaji apakah klien mempunyai konsep diri yang
negatif.
· Libatkan klien dalam perawatannya
· Kontak dengan klien sesering mungkin dan
ciptakan suasana yang hangat dan menyenangkan.
· Memotivasi klien untuk mengungkapkan
perasaannya mengenai tindakan pembedahan dan pengaruhnya terhadap diri klien
· Berikan dukungan emosional dalam teknik
perawatan, misalnya perawatan luka dan mandi.
· Ciptakan lingkungan atau suasana yang terbuka
bagi klien untuk membicarakan keluhan-keluhannya.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar