1. DEFINISI
Mual dan
muntah (Morning Sickness, Emesis Gravidarum) adalah mual dan muntah
selama kehamilan yang terjadi antara 4 dan 8 minggu kehamilan dan terus
berlanjut hingga 14-16 minggu kehamilan dan gejala biasanya akan membaik. Mual
dan muntah selama kehamilan dapat berupa gejala yang ringan hingga berat. Mual
dan muntah adalah keluhan utama pada 70 %-80 % kehamilan.
Hiperemesis
Gravidarum adalah kondisi mual dan muntah yang berat selama kehamilan, yang
terjadi pada 1 %-2 % dari semua kehamilan atau 1-20 pasien per 1000 kehamilan. Hiperemesis
gravidarum menyebabkan tidak seimbangnya cairan, elektrolit, asam-basa,
defisiensi nutrisi dan kehilangan berat badan yang cukup berat. Pada
hiperemesis gravidarum dapat terjadi dehidrasi, asidosis akibat kelaparan,
alkalosis akibat hilangnya asam hidroklorida pada saat muntah, hipokalemia dan
ketonuria, sehingga mengharuskan pasien masuk dan dirawat di rumah sakit.
2. EPIDEMIOLOGI
Mual
muntah merupakan gangguan yang paling sering kita jumpai pada kehamilan muda
dan dikemukakan oleh 50%-70% wanita hamil dalam 16 minggu pertama. Dan juga
sekitar 66% wanita hamil trimester pertama mengalami mual-mual, dan sekitar 44
% mengalami munta-muntah (sastrawinata, 2004).
Diduga
50% - 80% ibu hamil mengalami mual dan muntah dan kira-kira 5% dari ibu
hamilmembutuhkan penanganan untuk penggantian cairan dan koreksi
ketidakseimbangan elektrolit (walsh, 2007).
3. KLASIFIKASI
Hiperemesis
gravidarum dapat diklasifikasikan secara klinis menjadi tiga tingkat, yaitu:
·
Tingkat I
Hiperemesis gravidarum tingkat I ditandai oleh muntah yang
terus menerus disertai dengan intoleransi terhadap makan dan minum. Terdapat
penurunan berat badan dan nyeri epigastrium. Pertama-tama isi muntahan adalah
makanan, kemudian lendir beserta sedikit cairan empedu, dan kalau sudah lama
bisa keluar darah. Frekuensi nadi meningkat sampai 100 kali/menit dan tekanan
darah sistolik menurun. Pada pemeriksaan fisis ditemukan mata cekung, lidah
kering, turgor kulit menurun, dan urin sedikit berkurang.
·
Tingkat II
Pada hiperemesis gravidarum tingkat II, pasien memuntahkan
segala yang dimakan dan diminum, berat badan cepat menurun, dan ada rasa haus
yang hebat. Frekuensi nadi 100-140 kali/menit dan tekanan darah sistolik kurang
dari 80 mmHg. Pasien terlihat apatis, pucat, lidah kotor, kadang ikterus, dan
ditemukan aseton serta bilirubin dalam urin.
·
Tingkat III
Kondisi tingkat III ini sangat jarang, ditandai dengan
berkurangnya muntah atau bahkan berhenti, tapi kesadaran menurun (delirium
sampai koma). Pasien mengalami ikterus, sianosis, nistagmus, gangguan jantung,
dan dalam urin ditemukan bilirubin dan protein.
4. PATOFISIOLOGI
Terlampir
5. FAKTOR RESIKO
Hingga saat ini
penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti dan
multifaktorial. Walaupun beberapa mekanisme yang diajukan bisa memberikan
penjelasan yang layak, namun bukti yang mendukung untuk setiap penyebab
hiperemesis gravidarum masih belum jelas. Beberapa teori telah diajukan untuk
menjelaskan penyebab hiperemesis gravidarum. Teori yang dikemukakan untuk menjelaskan
patogenesis hiperemesis gravidarum, yaitu faktor endokrin dan faktor non
endokrin. Yang terkait dengan faktor endokrin antara lain Human Chorionic
Gonodotrophin, estrogen, progesteron, Thyroid Stimulating Hormone,
Adrenocorticotropine Hormone, human Growth Hormone, prolactin dan leptin.
Sedangkan yang terkait dengan faktor non endokrin antara lain immunologi,
disfungsi gastrointestinal, infeksi Helicobacter pylori, kelainan enzym
metabolik, defisiensi nutrisi, anatomi dan psikologis.
Beberapa faktor predisposisi
dan faktor lain yang ditemukan :
a. Faktor predisposisi yang sering dikemukakan
adalah primigravida, mola hidatidosa dan kehamilan ganda. Frekuensi yang tinggi
pada mola hidatidosa dan kehamilan ganda memimbulkan dugaan bahwa faktor hormon
memegang peranan, karena pada kedua keadaan tersebut hormon Khorionik
gonadotropin dibentuk berlebihan.
b. Masuknya vili khorialis dalam sirkulasi maternal
dan perubahan metabolik akibat hamil serta resistensi yang menurun dari pihak
ibu tehadap perubahan ini merupakan faktor organik.
c. Alergi. Sebagai salah satu respon dari jaringan.
Ibu terhadap anak, juga disebut sebagai salah satu faktor organik.
d. Faktor psikologik memegang peranan yang penting
pada penyakit ini walaupun hubungannya dengan terjadinya hiperemesis gravidarum
belum diketahui dengan pasti. Rumah tangga yang retak, kehilangan pekerjaan,
takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut terhadap tanggung jawab sebagai
ibu, dapat menyebabkan konflik mental yang dapat memperberat mual dan muntah
sebagai ekspresi tidak sadar terhadap keengganan menjadi hamil atau sebagai
pelarian karena kesukaran hidup. Tidak jarang dengan memberikan suasana yang
baru sudah dapat membantu mengurangi frekwensi muntah klien.
Beberapa
faktor predisposisi dan faktor lain yang telah ditemukan adalah sebagai berikut
:
1. Primigravida, mola
hidatidosa, dan kehamilan ganda. Pada mola hidatidosa dan kehamilan
ganda,faktor hormon memegang peranan dimana hormon khorionik gonadotropin
dibentuk berlebihan.
2. Masuknya vili khorialis
dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabolik akibat hamil serta resistensi
yang menurun dari pihak ibu terhadap perubahan tersebut.
3. Alergi, sebagai salah
satu respons dari jaringan ibu terhadap anak.
4. Faktor psikologis. Faktor
psikologis seperti depresi, gangguan psikiatri, rumah tangga yang retak,
kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut terhadap
tanggung jawab sebagai ibu, tidak siap untuk menerima kehamilan memegang
peranan yang cukup penting dalam menimbulkan hiperemesis gravidarum.
Menurut Goodwin, dkk. (1994) dan
Van de Ven (1997), hiperemesis nampaknya terkait dengan tingginya atau
peningkatan bertahap kadar hormon korionik gonadotropin, estrogen atau kadar
keduanya di dalam serum. Selain itu, pada beberapa kasus yang berat mungkin
terkait dengan faktor psikologis. Namun adanya hubungan dengan serum positif
terhadap Helicobacter pylori sebagai penyebab ulkus peptikum
Faktor
risiko terjadinya hiperemesis gravidarum diantaranya adalah :
-
Level
hormon ß-hCG yang tinggi. Hormon ini meningkat cepat pada triwulan pertama kehamilan
dan dapat memicu bagian dari otak yang mengontrol mual dan muntah
-
Peningkatan level estrogen. Mempengaruhi bagian otak yang
mengontrol mual dan muntah
-
Perubahan
saluran cerna. Selama kehamilan, saluran cerna terdesak karena memberikan ruang
untuk perkembangan janin. Hal ini dapat berakibat refluks asam (keluarnya asam
dari lambung ke tenggorokan) dan lambung bekerja lebih lambat menyerap makanan
sehingga menyebabkan mual dan muntah
-
Faktor
psikologis. Stress dan kecemasan dapat memicu terjadinya morning sickness
-
Diet
tinggi lemak. Risiko HG meningkat sebanyak 5 kali untuk setiap penambahan 15 g
lemak jenuh setiap harinya
-
Helicobacter
pylori. Penelitian melaporkan bahwa 90% kasus kehamilan dengan HG juga
terinfeksi dengan bakteri ini, yang dapat menyebabkan luka pada lambung
6. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi Hiperemesis Gravidarum menurut berat ringannya
gejala dapat dibagi dalam 3 tingkatan:
-
Tingkatan I :
Muntah
terus menerus yang mempengaruhi keadaan umum penderita, ibu merasa lemah, nafsu
makan tidak ada, berat badan menurun dan merasa nyeri pada epigastrium. nadi
meningkat sekitar 100 kali/menit dan tekanan darah sistolik turun, turgor kulit
mengurang, lidah mongering dan mata cekung.
-
Tingkatan II :
Penderita
tampak lebih lemah dan apatis, turgor kulit mengurang, lidah mengering dan
Nampak kotor, nadi kecil dan cepat, suhu kadang-kadang naik dan mata sedikit
ikterik. Berat badan menurun dan mata menjadi cekung, tensi turun,
hemokonsentrasi oliguria dan konstipasi. Aseton dapat tercium dalam hawa
pernafasan, karena pempunyai aroma yang khas dan dapat pula ditemukan dalam
kencing.
-
Tingkatan III :
Keadaan
umum lebih parah, muntah berhenti, kesadaran makin menurun hingga mencapai
somnollen atau koma, terdapat ensefalopati werniche yang ditandai dengan :
nistagmus, diplopia, gangguan mental, kardiovaskuler ditandai dengan: nadi
kecil, tekanan darah menurun, dan temperature meningkat, gastrointestinal
ditandaidengan: ikterus makin berat, terdapat timbunan aseton yang makin tinggi
dengan bau yang makin tajam. Keadaan ini adalah akibat sangat kekurangan zat
makanan termasuk vitamin B kompleks. Timbulnya ikterus menunjukkan adanya payah
hati
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Diagnosis hiperemesis gravidarum
biasanya tidak sukar. Harus ditentukan adanya kehamilan muda dan muntah terus
menerus, sehingga mempengaruhi keadaan umum. Namun demikian harus dipikirkan
kehamilan muda dengan penyakit pielonefritis, hepatitis, ulkus ventrikuli dan
tumor serebri yang dapat pula memberikan gejala muntah.
Hiperemesis gravidarum yang
terus menerus dapat menyebabkan kekurangan makanan yang dapat mempengaruhi
perkembangan janin, sehingga pengobatan perlu segera dilakukan.
Diagnosis hiperemesis gravidarum
ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang.
a. Anamnesis
Dari anamnesis didapatkan
amenorea, tanda kehamilan muda, mual, dan muntah. Kemudian diperdalam lagi
apakah mual dan muntah terjadi terus menerus, dirangsang oleh jenis makanan
tertentu, dan mengganggu aktivitas pasien seharihari. Selain itu dari anamnesis
juga dapat diperoleh informasi mengenai hal-hal yang berhubungan dengan
terjadinya hiperemesis gravidarum seperti stres, lingkungan sosial pasien,
asupan nutrisi dan riwayat penyakit sebelumnya (hipertiroid, gastritis,
penyakit hati, diabetes mellitus, dan tumor serebri).
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik
perhatikan keadaan umum pasien, tanda-tanda vital, tanda dehidrasi, dan
besarnya kehamilan. Selain itu perlu juga dilakukan pemeriksaan tiroid dan abdominal
untuk menyingkirkan diagnosis banding.
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan
untuk membantu menegakkan diagnosis dan menyingkirkan diagnosis banding.
Pemeriksaan yang dilakukan adalah darah lengkap, urinalisis, gula darah,
elektrolit, USG (pemeriksaan penunjang dasar), analisis gas darah, tes fungsi
hati dan ginjal. Pada keadaan tertentu, jika pasien dicurigai menderita
hipertiroid dapat dilakukan pemeriksaan fungsi tiroid dengan parameter TSH dan
T4. Pada kasus hiperemesis gravidarum dengan hipertiroid 50-60% terjadi
penurunan kadar TSH. Jika dicurigai terjadi infeksi gastrointestinal dapat
dilakukan pemeriksaan antibodi Helicobacter pylori. Pemeriksaan laboratorium
umumnya menunjukan tanda-tanda dehidrasi dan pemeriksaan berat jenis urin,
ketonuria, peningkatan blood urea nitrogen, kreatinin dan hematokrit. Pemeriksaan
USG penting dilakukan untuk mendeteksi adanya kehamilan ganda ataupun mola
hidatidosa.
8. PENATALAKSANAAN MEDIS
Wanita dengan hiperemesis gravidarum yang tidak ditangani
mungkin akan mengakhiri kehamilan yang diinginkannya untuk menghilangkan
penderitaannya. Seingkali datang penyulit berupa keadaaan psikologis seperti
depresi dan anxietas yang tentunya akan tambah mempersulit manajemen dari
hiperemesis. Depresi ditandai dengan keinginan hanya untuk tinggal di rumah dan
hanya ingin tidur, tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari yang ringan dan
tidak peduli dengan keadaan rumah tangganya. Sedangkan anxietas seringkali
merupakan keadaaan akibat pikiran akan terus muntah tiada henti, dan perasaan
sangat mual di antara muntah. Banyak wanita yang merasa bersalah karena mereka
merasa yang menyebabkan kematian pada janinnya bila mereka tidak memaksakan
untuk makan, namun yang terjadi akibat mereka paksakan makan ialah muntah yang
terus-menerus. Bila kita lihat keadaan di atas maka dapat diambil kesimpulan
bahwa penanganan hiperemesis gravidarum tidaklah mudah.
Selain itu, tiap wanita dengan hiperemesis gravidarum
tentunya akan memberi respon yang berbeda terhadap penatalaksanaan yang
diberikan mengingat penyebabnya multifaktorial, sehingga tidak dapat hanya
diberikan satu jenis pengobatan. Jadi yang diperlukan ialah intervensi yang
proaktif yang memilki perencanaan penatalaksanaan yang matang dan bagaimana
menemukan penatalaksanaan yang tepat untuk tiap wanita.
Terdapat penelitian yang mengatakan bahwa bed rest dan
hidrasi intra vena ialah tatalaksana yang paling bermanfaat untuk penyakit ini.
Namun tidak berarti hanya kedua hal tersebut cukup. Cairan IV dapat juga diberi
vitamin yang dibutuhkan di dalamnya. Sebaiknya pasien dipuasakan dulu selama 24
jam setelah muntah-muntah, dan saat itulah cairan IV diberikan. Bedrest yang
berkepanjangan juga tidak baik, karena akan menimbulkan atrofi, jadi yang
terbaik ialah bagaimana pasien dapat istirahat sehingga mendapat penatalksanaan
yang efektif namun sebisa mungkin tetap mobile bila pasien mampu. Selain
bed rest dan cairan IV yang dapat
diberikan (Cunningham, 2006) yaitu:
1. Obat-obatan
Anti emetik ialah yang paling umum dan efektif untuk
hiperemesis gravidarum. Beberapa golongan anti emetik ialah sebagai berikut:
a.
Serotonin Antagonis: Ondansetron
(Narfoz, Zofran), Granisetron (Kytril), Dolasetron (Anzemet)*
b.
Phenothiazines (Agen
antidopaminergik): Prochlorperazine (Compazine), Promethazine (Nufapreg)**
c.
Agen prokinetik: Metoclopramide
(Primperan)
d.
Agen anti refluks: Ranitidine
(Rantin, Gastridin, Zantac), Famotidine (Interfam), Lansoprazole (Gastrolan)***
Ket:
* Harga obat ini cukup
mahal sehingga keuntungan akan efeknya harus lebih besar
** Efek
samping dari obat ini cukup tinggi
*** Mengatasi refluks dan mengurangi produksi asam
serta mengurangi mual dan muntah.
2. Tatalaksana alergi
Terdapat penelitian yang
menunjukkan bahwa hiperemesis gravidarum dapat diatasi dengan anti histamin
(diphenhydramine) ataupun kortikosteroid (metyl prednisolone)
3.Terapi
nutrisi
Penelitian menunjukkan bahwa
mual dan muntah yang berlangsung berminggu-minggu menyebabkan defisisensi
signifikan dari nutrisi yang penting bagi tubuh, yang dapat memperburuk mual
dan muntah itu sendiri. Bila tidak digantikan, seorang wanita akan berisiko untuk
mendapat komplikasi yang berat dan lamanya proses kesembuhan. Nutrisi penting
yang dibutuhkan ialah vitamin B1, Vitamin B6, Vitamin C, Vitamin K serta
vitamin B kompleks. American College of
Obstetrics and Gynecology merekomendasikan pyridoxine (vitamin B-6) sebagai
terapi lini pertama. Pyridoxine menurut penelitian ditemukan efektif untuk
mengurangi muntah yang berat, namun kurang efektif untuk muntah yang ringan
atau sedikit.
4.Diet
Hiperemesis adalah suatu
keadaan pada awal kehamilan ( sampai Trimester II) yang ditandai dengan adanya
rasa mual dan muntah yang berlebihan dalam waktu relatif lama. Bila keadaan ini
tidak diatasi dapat menyebabkan dehidrasi dan penurunan berat badan. Ciri khas
diet hiperemesis adalah penekanan pemberian karbohidart kompleks terutama pada
pagi hari, serta menghindari makanan yang berlemak dan goreng-gorengan untuk
menekan rasa mual dan muntah. Sebaiknya diberi jarak dalam pemberian makan dan
minum. Diet pada hiperemesis gravidarum bertujuan untuk : mengganti persediaan glikogen
tubuh dan mengontrol asidosis secara berangsur memberikan makanan berenergi dan
zat gizi yang cukup. Diet hiperemesis gravidarum memiliki beberapa syarat,
diantaranya adalah : Karbohidrat tinggi, yaitu 75-80% dari kebutuhan energi
total, lemak rendah, yaitu < 10% dari kebutuhan energi total. Protein
sedang, yaitu 10-15% dari kebutuhan energi total. Makanan diberikan dalam
bentuk kering; pemberian cairan disesuaikan dengan keadaan pasien, yaitu 7-10
gelas per hari makanan mudah cerna, tidak merangsang saluran pencernaan, dan
diberikan sering dalam porsi kecil. Bila makan pagi dan siang sulit diterima,
pemberian dioptimalkan pada makan malam dan selingan malam.
Makanan secara berangsur
ditingkatkan dalam porsi dan nilai gizi sesuai dengan keadaan dan kebutuhan
gizi pasien.
·
Makan
dalam jumlah kecil, namun sering.
·
Hindari
makanan tinggi lemak.
·
Hindari
makanan pedas.
·
Hindari
makanan atau bau-bauan yang membuat muntah.
·
Tingkatkan intake.
·
Hindari pil mengandung zat besi
·
Makan makanan ringan yang tinggi protein
·
Konsumsi vitamin prenatal sebelum
pre konsepsi dapat mengurangi mual dan muntah pada kehamilan
Ada 3 macam diet pada
hiperemesis gravidarum,( Prawiroharjo, 2008) yaitu :
1)
Diet Hiperemesis I
Diet hiperemesis I diberikan kepada pasien dengan
hiperemesis gravidarum
berat. Makanan hanya terdiri
dari roti kering, singkong bakar atau rebus, ubi bakar atau rebus, dan
buah-buahan. Cairan tidak diberikan bersama makanan tetapi 1-2 jam sesudahnya.
Karena pada diet ini zat gizi yang terkandung di dalamnya kurang, maka tidak
diberikan dalam waktu lama.
2)
Diet Hiperemesis II
Diet ini diberikan bila rasa
mual dan muntah sudah berkurang. Diet diberikan secara berangsur dan dimulai
dengan memberikan bahan makanan yang bernilai gizi tinggi. Minuman tidak
diberikan bersamaan dengan makanan. Pemilihan bahan makanan yang tepat pada
tahap ini dapat memenuhi kebutuhan gizi kecuali kebutuhan energi.
3)
Diet Hiperemesis III
Diet hiperemesis III diberikan
kepada pasien hiperemesis gravidarum ringan. Diet diberikan sesuai kesanggupan
pasien, dan minuman boleh diberikan bersama makanan. Makanan pada diet ini
mencukupi kebutuhan energi dan semua zat gizi.
Makanan yang dianjurkan untuk diet hiperemesis I, II, dan III adalah :
- Roti panggang, biskuit,
crackers
- Buah segar dan sari buah
- Minuman botol ringan (coca
cola, fanta, limun), sirop, kaldu tak berlemak, teh dan kopi encer.
Makanan yang tidak dianjurkan untuk diet hiperemesis I, II, III adalah makanan yang umumnya
merangsang saluran pencernaan dan berbumbu tajam. Bahan makanan yang mengandung
alkohol, kopi, dan yang mengadung zat tambahan (pengawet, pewarna, dan bahan
penyedap) juga tidak dianjurkan. Makan bila lapar, walaupun melebihi frekuensi
biasa makan sehari.
5.
Psikoterapi
Terapi ini sangat efektif bagi
pasien yang mengalami depresi dan anxietas, bila gejala ini tidak ada maka
tidak diperlukan psikoterapi pada pasien hiperemesis gravidarum.
6.
Aborsi
terapeutik
Hal ini sangat dihindari,
namun pada keadaaan di mana wanita hiperemesis gravidarum tidak tertangani maka
ia akan sangat terganggu metabolismenya sehingga aborsi dipilih untuk
menyelamatkan sang ibu.
PROTOKOL
HIPEREMESIS GRAVIDARUM (menurut Hyperemesis
Educational and Research Foundation / HER Foundation) dalam Winkjosastro (1997)
1. Saat pasien masuk dan penilaian
pasien.
·
Pasien
diberi kamar tersendiri untuk meminimalkan stimulus yang mengganggu baik dari
pasien lain maupun staff medis. Banyak dari penderita yang tidak dapat
bertoleransi pada cahaya yang sangat terang ataupun suasana berisik seperti
suara telepon dan televisi, mereka akan muntah terhadap gangguan tersebut. Oleh
sebab itu, kamar yang tenang dengan posisi di ujung bangsal merupakan hal yang
sangat dianjurkan dan bersifat terapeutik.
·
Membina hubungan yang baik dengan
pasien (compasionate rapport).
·
Paisen
ditimbang dan dievaluasi berat-ringannya penurunan berat badan.
·
Menyingkirkan
kemungkinan penyakit lain pada pasien dengan gejala mual dan muntah dengan
anamnesa yang baik
·
Penilaian
terhadap status metaboik dan hormonal: melakukan pemeriksaan laboratorium,
terutama elektrolit, kadar hormon (hCG, fungsi tiroid, b-hCG kuantitatif), Urinalisis, H-pylori, darah lengkap (untuk mengetahui
tanda awal dari infeksi), fungsi hati, dan glukosa.
·
Pemeriksaan
USG untuk menyingkirkan penyakit trofoblas pada kehamilan, melihat kehamilan
kembar, kelainan kandung empedu dan pankreas.
·
Monitor
intake dan ouput
·
Pencatatan perubahan berat badan
·
Memeriksa
keton urine, minimal 8 jam sekali.
2.
Rehidrasi
Rehidrasi secara hati-hati dengan cairan dan
vitamin. Hidrasi dilanjutkan sampai pasien dapat menoleransi makanan peroral,
serta ditemukan keton urin menurun atau tidak ada sama sekali.
·
Cairan
yang digunakan ialah Normal saline (NaCl 0,9%) atau RL atau Dextrose 5% (D5%).
Cairan D5% digunakan untuk mengurangi pemecahan lemak.
·
Cairan
intra vena dihangatkan terlebih dulu sebelum dialirkan demi kenyamanan pasien
dan guna mencegah hilangnya kalori.
·
Bila
pasien dehidrasi, koreksi defisiensi elektrolit sampai batas marginal, karena
muntah akan berulang.
·
Pertimbangkan
untuk menambahkan antioksidan seperti glutathione. Menurut penelitian HG
berhubungan dengan stress oksidatif.
·
Tambahkan
glukosa, vitamin (terutama B6, B12, C dan K), magnesium, termasuk pasien dalam Total Parenteral Nutrition ataupun Total Periheral Parenteral Nutrition. Gunakan
teknik aseptik, karena bila terjadi sepsis akan mengancam ibu dan janin.
Yang perlu diperhatikan:
·
Onset secara tiba-tiba atau
perburukan dari Wernicke’s ensefalopati setelah pemberian glukosa, biasanya
karena pasien telah mengalami defisiensi thiamine. Oleh sebab itu thiamine
sebaiknya diberikan sebelum atau bersamaan dengan cairan mengandung dextrose
pada pasien HG dengan curiga defisiensi thiamine.
·
Rehidrasi dan koreksi elektrolit
secara cepat dapat mengakibatkan komplikasi kardiovaskular dan
neurologis yang fatal.
3.
Pemberian
obat anti-emetik.
Analisa riwayat pengobatan dan respons dari pasien. Risiko
dari obat tersebut harus benar-benar dipertimbangkan, apakah sepadan dengan
sekuele dari dehidrasi dan kelaparan yang berkepanjangan.
Catatan: Intervensi dini dari obat-obatan dapat mencegah
pengulangan pemberian cairan intra vena. Hentikan
pemberian obat secara bertahap bila
sudah asimptomatik lebih dari 2 minggu. Hal ini dilakukan untuk mencegah
kekambuhan.
4.
Konsultasi multidisipliner bila dibutuhkan.
·
Fisioterapi – bila pasien dalam
kedaan bed rest baik karena memang
tidak dapat beranjak dari tempat tidur ataupun merupakan suatu penatalaksanaan.
o
Edukasi
untuk melakukan latihan progresif untuk meminimalkan atrofi. Konsultasi dimulai saat masuk atau setelah
sebulan dalam keadaan mobilitas terbatas. Terapi diteruskan sampai akhir
kehamilan bila gejala berlanjut (lemah dan ambang nyeri berkurang) agar tidak
menganggu proses penyembuhan dan penderita nantinya mampu merawat bayinya.
·
Gizi
o Jika pasien mengalami penurunan berat badan sampai lebih dari 10% pada
trimester pertama dan tidak menunjukkan tanda-tanda perbaikan, maka intervensi
dari ahli gizi sangatlah penting. Bila tidak didukung, maka pasien memiliki
risiko komplikasi dan lamanya penyembuhan.
o Pertimbangkan diet untuk penyakit hati bila ditoleransi (tinggi
karbohidrat, tidak ada lemak, sayuran segar yang dikukus, tidak ada gula, tidak
ada produk susu dan pemberian makanan dalam jumlah kecil namun frekuensi
sering)
·
Ahli perawatan di rumah
·
Gastroenterologi
o Evaluasi infeksi H-pylori, dan kemungkinan komplikasi akibat
muntah/refluks.
5. Pertimbangkan terapi tambahan
atau alternatif seperti hipnotis, pemijatan, acupressure, dll.
6. Mengimplementasikan cara-cara
perawatan yang bertujuan untuk memberi kenyamanan pasien.
·
Cairan intra vena yang hangat
untuk mencegah ketidaknyamanan dan hilangnya kalori akibat menggigil
kedinginan.
·
Menawarkan selimut serta
kamar/ruangan yang tenang serta bebas bau-bauan.
·
Menggunakan lidokain pada insersi
intra vena dan dilakukan oleh petugas yang handal, untuk mencegah luka-luka
akibat percobaan memasang abocath.
·
Pemberian anti emetik dan vitamin
melalui intra vena, hindari jalur intra muskular karena terdapat atrofi otot.
7. Memberikan edukasi ke pasien dan keluarga
·
Menerangkan
kondisi dan penatalaksanaan yang diberikan
·
Mengajarkan
pasien tanda-tanda dehidrasi dan cara untuk menggunakan ketostix di rumah.
·
Penjelasan
mengenai risiko dan hasil dari penatalaksanaan
·
Pengisian
lembar penilaian terhadap kemajuan keaadaan pasien
·
Memberi
edukasi kepada keluarga untuk selalu memberi dukungan ke pasien
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham, F.G. Hyperemesis Gravidarum,
in William Obstetrics. 21th ed. Prentice Hall International, USA:
2006.pp.1275-6.
Mansjoer,
Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta
Mochtar,
Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri. Jakarta
Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan
Edisi IV Cet. 1. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2008
Siddik D. Kelainan gastrointestinal.
Dalam: Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH, ed. Ilmu kebidanan Sarwono
Prawirohardjo,`ed. 4. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2008: 814-28.
Winkjosastro H. Hiperemesis
Gravidarum, dalam Ilmu Kebidanan, Balai Penerbit FK UI. Jakarta: 1997.hal
275-80.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar