Suka - Suka Asik

Semua kumpulan analis pembahasan penyakit beserta Asuhan Keperawatan yang sering digunakan... Juga beberapa konten pengalaman menarik yang patut dijadikan bahan sharing buat temen-temen...

Sabtu, 23 November 2013

Hiperemesis Gravidarum

1.       DEFINISI
Mual dan muntah (Morning Sickness, Emesis Gravidarum) adalah mual dan muntah selama kehamilan yang terjadi antara 4 dan 8 minggu kehamilan dan terus berlanjut hingga 14-16 minggu kehamilan dan gejala biasanya akan membaik. Mual dan muntah selama kehamilan dapat berupa gejala yang ringan hingga berat. Mual dan muntah adalah keluhan utama pada 70 %-80 % kehamilan.
Hiperemesis Gravidarum adalah kondisi mual dan muntah yang berat selama kehamilan, yang terjadi pada 1 %-2 % dari semua kehamilan atau 1-20 pasien per 1000 kehamilan. Hiperemesis gravidarum menyebabkan tidak seimbangnya cairan, elektrolit, asam-basa, defisiensi nutrisi dan kehilangan berat badan yang cukup berat. Pada hiperemesis gravidarum dapat terjadi dehidrasi, asidosis akibat kelaparan, alkalosis akibat hilangnya asam hidroklorida pada saat muntah, hipokalemia dan ketonuria, sehingga mengharuskan pasien masuk dan dirawat di rumah sakit.

2.       EPIDEMIOLOGI
Mual muntah merupakan gangguan yang paling sering kita jumpai pada kehamilan muda dan dikemukakan oleh 50%-70% wanita hamil dalam 16 minggu pertama. Dan juga sekitar 66% wanita hamil trimester pertama mengalami mual-mual, dan sekitar 44 % mengalami munta-muntah (sastrawinata, 2004).
Diduga 50% - 80% ibu hamil mengalami mual dan muntah dan kira-kira 5% dari ibu hamilmembutuhkan penanganan untuk penggantian cairan dan koreksi ketidakseimbangan elektrolit (walsh, 2007).

3.       KLASIFIKASI
Hiperemesis gravidarum dapat diklasifikasikan secara klinis menjadi tiga tingkat, yaitu:
·         Tingkat I
Hiperemesis gravidarum tingkat I ditandai oleh muntah yang terus menerus disertai dengan intoleransi terhadap makan dan minum. Terdapat penurunan berat badan dan nyeri epigastrium. Pertama-tama isi muntahan adalah makanan, kemudian lendir beserta sedikit cairan empedu, dan kalau sudah lama bisa keluar darah. Frekuensi nadi meningkat sampai 100 kali/menit dan tekanan darah sistolik menurun. Pada pemeriksaan fisis ditemukan mata cekung, lidah kering, turgor kulit menurun, dan urin sedikit berkurang.
·         Tingkat II
Pada hiperemesis gravidarum tingkat II, pasien memuntahkan segala yang dimakan dan diminum, berat badan cepat menurun, dan ada rasa haus yang hebat. Frekuensi nadi 100-140 kali/menit dan tekanan darah sistolik kurang dari 80 mmHg. Pasien terlihat apatis, pucat, lidah kotor, kadang ikterus, dan ditemukan aseton serta bilirubin dalam urin.
·         Tingkat III
Kondisi tingkat III ini sangat jarang, ditandai dengan berkurangnya muntah atau bahkan berhenti, tapi kesadaran menurun (delirium sampai koma). Pasien mengalami ikterus, sianosis, nistagmus, gangguan jantung, dan dalam urin ditemukan bilirubin dan protein.

4.       PATOFISIOLOGI
Terlampir

5.       FAKTOR RESIKO
Hingga saat ini penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti dan multifaktorial. Walaupun beberapa mekanisme yang diajukan bisa memberikan penjelasan yang layak, namun bukti yang mendukung untuk setiap penyebab hiperemesis gravidarum masih belum jelas. Beberapa teori telah diajukan untuk menjelaskan penyebab hiperemesis gravidarum. Teori yang dikemukakan untuk menjelaskan patogenesis hiperemesis gravidarum, yaitu faktor endokrin dan faktor non endokrin. Yang terkait dengan faktor endokrin antara lain Human Chorionic Gonodotrophin, estrogen, progesteron, Thyroid Stimulating Hormone, Adrenocorticotropine Hormone, human Growth Hormone, prolactin dan leptin. Sedangkan yang terkait dengan faktor non endokrin antara lain immunologi, disfungsi gastrointestinal, infeksi Helicobacter pylori, kelainan enzym metabolik, defisiensi nutrisi, anatomi dan psikologis.
Beberapa faktor predisposisi dan faktor lain yang ditemukan :
a.    Faktor predisposisi yang sering dikemukakan adalah primigravida, mola hidatidosa dan kehamilan ganda. Frekuensi yang tinggi pada mola hidatidosa dan kehamilan ganda memimbulkan dugaan bahwa faktor hormon memegang peranan, karena pada kedua keadaan tersebut hormon Khorionik gonadotropin dibentuk berlebihan.
b.    Masuknya vili khorialis dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabolik akibat hamil serta resistensi yang menurun dari pihak ibu tehadap perubahan ini merupakan faktor organik.
c.     Alergi. Sebagai salah satu respon dari jaringan. Ibu terhadap anak, juga disebut sebagai salah satu faktor organik.
d.    Faktor psikologik memegang peranan yang penting pada penyakit ini walaupun hubungannya dengan terjadinya hiperemesis gravidarum belum diketahui dengan pasti. Rumah tangga yang retak, kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut terhadap tanggung jawab sebagai ibu, dapat menyebabkan konflik mental yang dapat memperberat mual dan muntah sebagai ekspresi tidak sadar terhadap keengganan menjadi hamil atau sebagai pelarian karena kesukaran hidup. Tidak jarang dengan memberikan suasana yang baru sudah dapat membantu mengurangi frekwensi muntah klien.

Beberapa faktor predisposisi dan faktor lain yang telah ditemukan adalah sebagai berikut :
1.       Primigravida, mola hidatidosa, dan kehamilan ganda. Pada mola hidatidosa dan kehamilan ganda,faktor hormon memegang peranan dimana hormon khorionik gonadotropin dibentuk berlebihan.
2.       Masuknya vili khorialis dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabolik akibat hamil serta resistensi yang menurun dari pihak ibu terhadap perubahan tersebut.
3.       Alergi, sebagai salah satu respons dari jaringan ibu terhadap anak.
4.       Faktor psikologis. Faktor psikologis seperti depresi, gangguan psikiatri, rumah tangga yang retak, kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut terhadap tanggung jawab sebagai ibu, tidak siap untuk menerima kehamilan memegang peranan yang cukup penting dalam menimbulkan hiperemesis gravidarum.

Menurut Goodwin, dkk. (1994) dan Van de Ven (1997), hiperemesis nampaknya terkait dengan tingginya atau peningkatan bertahap kadar hormon korionik gonadotropin, estrogen atau kadar keduanya di dalam serum. Selain itu, pada beberapa kasus yang berat mungkin terkait dengan faktor psikologis. Namun adanya hubungan dengan serum positif terhadap Helicobacter pylori sebagai penyebab ulkus peptikum

Faktor risiko terjadinya hiperemesis gravidarum diantaranya adalah :
-          Level hormon ß-hCG yang tinggi. Hormon ini meningkat cepat pada triwulan pertama kehamilan dan dapat memicu bagian dari otak yang mengontrol mual dan muntah
-           Peningkatan level estrogen. Mempengaruhi bagian otak yang mengontrol mual dan muntah
-          Perubahan saluran cerna. Selama kehamilan, saluran cerna terdesak karena memberikan ruang untuk perkembangan janin. Hal ini dapat berakibat refluks asam (keluarnya asam dari lambung ke tenggorokan) dan lambung bekerja lebih lambat menyerap makanan sehingga menyebabkan mual dan muntah
-          Faktor psikologis. Stress dan kecemasan dapat memicu terjadinya morning sickness
-          Diet tinggi lemak. Risiko HG meningkat sebanyak 5 kali untuk setiap penambahan 15 g lemak jenuh setiap harinya
-          Helicobacter pylori. Penelitian melaporkan bahwa 90% kasus kehamilan dengan HG juga terinfeksi dengan bakteri ini, yang dapat menyebabkan luka pada lambung

6.       MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi Hiperemesis Gravidarum menurut berat ringannya gejala dapat dibagi dalam 3 tingkatan:
-          Tingkatan I :
Muntah terus menerus yang mempengaruhi keadaan umum penderita, ibu merasa lemah, nafsu makan tidak ada, berat badan menurun dan merasa nyeri pada epigastrium. nadi meningkat sekitar 100 kali/menit dan tekanan darah sistolik turun, turgor kulit mengurang, lidah mongering dan mata cekung.
-          Tingkatan II :
Penderita tampak lebih lemah dan apatis, turgor kulit mengurang, lidah mengering dan Nampak kotor, nadi kecil dan cepat, suhu kadang-kadang naik dan mata sedikit ikterik. Berat badan menurun dan mata menjadi cekung, tensi turun, hemokonsentrasi oliguria dan konstipasi. Aseton dapat tercium dalam hawa pernafasan, karena pempunyai aroma yang khas dan dapat pula ditemukan dalam kencing.
-          Tingkatan III :
Keadaan umum lebih parah, muntah berhenti, kesadaran makin menurun hingga mencapai somnollen atau koma, terdapat ensefalopati werniche yang ditandai dengan : nistagmus, diplopia, gangguan mental, kardiovaskuler ditandai dengan: nadi kecil, tekanan darah menurun, dan temperature meningkat, gastrointestinal ditandaidengan: ikterus makin berat, terdapat timbunan aseton yang makin tinggi dengan bau yang makin tajam. Keadaan ini adalah akibat sangat kekurangan zat makanan termasuk vitamin B kompleks. Timbulnya ikterus menunjukkan adanya payah hati

7.       PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Diagnosis hiperemesis gravidarum biasanya tidak sukar. Harus ditentukan adanya kehamilan muda dan muntah terus menerus, sehingga mempengaruhi keadaan umum. Namun demikian harus dipikirkan kehamilan muda dengan penyakit pielonefritis, hepatitis, ulkus ventrikuli dan tumor serebri yang dapat pula memberikan gejala muntah.
Hiperemesis gravidarum yang terus menerus dapat menyebabkan kekurangan makanan yang dapat mempengaruhi perkembangan janin, sehingga pengobatan perlu segera dilakukan.
Diagnosis hiperemesis gravidarum ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang.
a. Anamnesis
Dari anamnesis didapatkan amenorea, tanda kehamilan muda, mual, dan muntah. Kemudian diperdalam lagi apakah mual dan muntah terjadi terus menerus, dirangsang oleh jenis makanan tertentu, dan mengganggu aktivitas pasien seharihari. Selain itu dari anamnesis juga dapat diperoleh informasi mengenai hal-hal yang berhubungan dengan terjadinya hiperemesis gravidarum seperti stres, lingkungan sosial pasien, asupan nutrisi dan riwayat penyakit sebelumnya (hipertiroid, gastritis, penyakit hati, diabetes mellitus, dan tumor serebri).
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perhatikan keadaan umum pasien, tanda-tanda vital, tanda dehidrasi, dan besarnya kehamilan. Selain itu perlu juga dilakukan pemeriksaan tiroid dan abdominal untuk menyingkirkan diagnosis banding.
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis dan menyingkirkan diagnosis banding. Pemeriksaan yang dilakukan adalah darah lengkap, urinalisis, gula darah, elektrolit, USG (pemeriksaan penunjang dasar), analisis gas darah, tes fungsi hati dan ginjal. Pada keadaan tertentu, jika pasien dicurigai menderita hipertiroid dapat dilakukan pemeriksaan fungsi tiroid dengan parameter TSH dan T4. Pada kasus hiperemesis gravidarum dengan hipertiroid 50-60% terjadi penurunan kadar TSH. Jika dicurigai terjadi infeksi gastrointestinal dapat dilakukan pemeriksaan antibodi Helicobacter pylori. Pemeriksaan laboratorium umumnya menunjukan tanda-tanda dehidrasi dan pemeriksaan berat jenis urin, ketonuria, peningkatan blood urea nitrogen, kreatinin dan hematokrit. Pemeriksaan USG penting dilakukan untuk mendeteksi adanya kehamilan ganda ataupun mola hidatidosa.

8.       PENATALAKSANAAN MEDIS
Wanita dengan hiperemesis gravidarum yang tidak ditangani mungkin akan mengakhiri kehamilan yang diinginkannya untuk menghilangkan penderitaannya. Seingkali datang penyulit berupa keadaaan psikologis seperti depresi dan anxietas yang tentunya akan tambah mempersulit manajemen dari hiperemesis. Depresi ditandai dengan keinginan hanya untuk tinggal di rumah dan hanya ingin tidur, tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari yang ringan dan tidak peduli dengan keadaan rumah tangganya. Sedangkan anxietas seringkali merupakan keadaaan akibat pikiran akan terus muntah tiada henti, dan perasaan sangat mual di antara muntah. Banyak wanita yang merasa bersalah karena mereka merasa yang menyebabkan kematian pada janinnya bila mereka tidak memaksakan untuk makan, namun yang terjadi akibat mereka paksakan makan ialah muntah yang terus-menerus. Bila kita lihat keadaan di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa penanganan hiperemesis gravidarum tidaklah mudah.
Selain itu, tiap wanita dengan hiperemesis gravidarum tentunya akan memberi respon yang berbeda terhadap penatalaksanaan yang diberikan mengingat penyebabnya multifaktorial, sehingga tidak dapat hanya diberikan satu jenis pengobatan. Jadi yang diperlukan ialah intervensi yang proaktif yang memilki perencanaan penatalaksanaan yang matang dan bagaimana menemukan penatalaksanaan yang tepat untuk tiap wanita.
Terdapat penelitian yang mengatakan bahwa bed rest dan hidrasi intra vena ialah tatalaksana yang paling bermanfaat untuk penyakit ini. Namun tidak berarti hanya kedua hal tersebut cukup. Cairan IV dapat juga diberi vitamin yang dibutuhkan di dalamnya. Sebaiknya pasien dipuasakan dulu selama 24 jam setelah muntah-muntah, dan saat itulah cairan IV diberikan. Bedrest yang berkepanjangan juga tidak baik, karena akan menimbulkan atrofi, jadi yang terbaik ialah bagaimana pasien dapat istirahat sehingga mendapat penatalksanaan yang efektif namun sebisa mungkin tetap mobile bila pasien mampu. Selain bed rest dan cairan IV yang dapat diberikan (Cunningham, 2006)  yaitu:
1. Obat-obatan
Anti emetik ialah yang paling umum dan efektif untuk hiperemesis gravidarum. Beberapa golongan anti emetik ialah sebagai berikut:
a.    Serotonin Antagonis: Ondansetron (Narfoz, Zofran), Granisetron (Kytril), Dolasetron (Anzemet)*
b.    Phenothiazines (Agen antidopaminergik): Prochlorperazine (Compazine), Promethazine (Nufapreg)**
c.     Agen prokinetik: Metoclopramide (Primperan)
d.    Agen anti refluks: Ranitidine (Rantin, Gastridin, Zantac), Famotidine (Interfam), Lansoprazole (Gastrolan)***

Ket:
*              Harga obat ini cukup mahal sehingga keuntungan akan efeknya harus lebih besar
**           Efek samping dari obat ini cukup tinggi
*** Mengatasi refluks dan mengurangi produksi asam serta mengurangi mual  dan muntah.

2.  Tatalaksana alergi
Terdapat penelitian yang menunjukkan bahwa hiperemesis gravidarum dapat diatasi dengan anti histamin (diphenhydramine) ataupun kortikosteroid (metyl prednisolone)

3.Terapi nutrisi
Penelitian menunjukkan bahwa mual dan muntah yang berlangsung berminggu-minggu menyebabkan defisisensi signifikan dari nutrisi yang penting bagi tubuh, yang dapat memperburuk mual dan muntah itu sendiri. Bila tidak digantikan, seorang wanita akan berisiko untuk mendapat komplikasi yang berat dan lamanya proses kesembuhan. Nutrisi penting yang dibutuhkan ialah vitamin B1, Vitamin B6, Vitamin C, Vitamin K serta vitamin B kompleks. American College of Obstetrics and Gynecology merekomendasikan pyridoxine (vitamin B-6) sebagai terapi lini pertama. Pyridoxine menurut penelitian ditemukan efektif untuk mengurangi muntah yang berat, namun kurang efektif untuk muntah yang ringan atau sedikit.

4.Diet
Hiperemesis adalah suatu keadaan pada awal kehamilan ( sampai Trimester II) yang ditandai dengan adanya rasa mual dan muntah yang berlebihan dalam waktu relatif lama. Bila keadaan ini tidak diatasi dapat menyebabkan dehidrasi dan penurunan berat badan. Ciri khas diet hiperemesis adalah penekanan pemberian karbohidart kompleks terutama pada pagi hari, serta menghindari makanan yang berlemak dan goreng-gorengan untuk menekan rasa mual dan muntah. Sebaiknya diberi jarak dalam pemberian makan dan minum. Diet pada hiperemesis gravidarum bertujuan untuk : mengganti persediaan glikogen tubuh dan mengontrol asidosis secara berangsur memberikan makanan berenergi dan zat gizi yang cukup. Diet hiperemesis gravidarum memiliki beberapa syarat, diantaranya adalah : Karbohidrat tinggi, yaitu 75-80% dari kebutuhan energi total, lemak rendah, yaitu < 10% dari kebutuhan energi total. Protein sedang, yaitu 10-15% dari kebutuhan energi total. Makanan diberikan dalam bentuk kering; pemberian cairan disesuaikan dengan keadaan pasien, yaitu 7-10 gelas per hari makanan mudah cerna, tidak merangsang saluran pencernaan, dan diberikan sering dalam porsi kecil. Bila makan pagi dan siang sulit diterima, pemberian dioptimalkan pada makan malam dan selingan malam. Makanan secara berangsur ditingkatkan dalam porsi dan nilai gizi sesuai dengan keadaan dan kebutuhan gizi pasien.
·                      Makan dalam jumlah kecil, namun sering.
·                      Hindari makanan tinggi lemak.
·                      Hindari makanan pedas.
·                      Hindari makanan atau bau-bauan yang membuat muntah.
·                      Tingkatkan intake.
·                     Hindari pil mengandung zat besi
·                     Makan makanan ringan yang tinggi protein
·                     Konsumsi vitamin prenatal sebelum pre konsepsi dapat mengurangi mual dan muntah pada kehamilan
Ada 3 macam diet pada hiperemesis gravidarum,( Prawiroharjo, 2008) yaitu :
1)                   Diet Hiperemesis I
Diet hiperemesis I diberikan kepada pasien dengan hiperemesis gravidarum
berat. Makanan hanya terdiri dari roti kering, singkong bakar atau rebus, ubi bakar atau rebus, dan buah-buahan. Cairan tidak diberikan bersama makanan tetapi 1-2 jam sesudahnya. Karena pada diet ini zat gizi yang terkandung di dalamnya kurang, maka tidak diberikan dalam waktu lama.
2)                   Diet Hiperemesis II
Diet ini diberikan bila rasa mual dan muntah sudah berkurang. Diet diberikan secara berangsur dan dimulai dengan memberikan bahan makanan yang bernilai gizi tinggi. Minuman tidak diberikan bersamaan dengan makanan. Pemilihan bahan makanan yang tepat pada tahap ini dapat memenuhi kebutuhan gizi kecuali kebutuhan energi.
3)                   Diet Hiperemesis III
Diet hiperemesis III diberikan kepada pasien hiperemesis gravidarum ringan. Diet diberikan sesuai kesanggupan pasien, dan minuman boleh diberikan bersama makanan. Makanan pada diet ini mencukupi kebutuhan energi dan semua zat gizi.
Makanan yang dianjurkan untuk diet hiperemesis I, II, dan III adalah :
- Roti panggang, biskuit, crackers
- Buah segar dan sari buah
- Minuman botol ringan (coca cola, fanta, limun), sirop, kaldu tak berlemak, teh dan kopi encer.
Makanan yang tidak dianjurkan untuk diet hiperemesis I, II, III adalah makanan yang umumnya merangsang saluran pencernaan dan berbumbu tajam. Bahan makanan yang mengandung alkohol, kopi, dan yang mengadung zat tambahan (pengawet, pewarna, dan bahan penyedap) juga tidak dianjurkan. Makan bila lapar, walaupun melebihi frekuensi biasa makan sehari.

5.                   Psikoterapi
Terapi ini sangat efektif bagi pasien yang mengalami depresi dan anxietas, bila gejala ini tidak ada maka tidak diperlukan psikoterapi pada pasien hiperemesis gravidarum.
6.                   Aborsi terapeutik
Hal ini sangat dihindari, namun pada keadaaan di mana wanita hiperemesis gravidarum tidak tertangani maka ia akan sangat terganggu metabolismenya sehingga aborsi dipilih untuk menyelamatkan sang ibu.

PROTOKOL HIPEREMESIS GRAVIDARUM (menurut Hyperemesis Educational and Research Foundation / HER Foundation) dalam Winkjosastro (1997)


1. Saat pasien masuk dan penilaian pasien.
·       Pasien diberi kamar tersendiri untuk meminimalkan stimulus yang mengganggu baik dari pasien lain maupun staff medis. Banyak dari penderita yang tidak dapat bertoleransi pada cahaya yang sangat terang ataupun suasana berisik seperti suara telepon dan televisi, mereka akan muntah terhadap gangguan tersebut. Oleh sebab itu, kamar yang tenang dengan posisi di ujung bangsal merupakan hal yang sangat dianjurkan dan bersifat terapeutik.
·       Membina hubungan yang baik dengan pasien (compasionate rapport).
·       Paisen ditimbang dan dievaluasi berat-ringannya penurunan berat badan. 
·       Menyingkirkan kemungkinan penyakit lain pada pasien dengan gejala mual dan muntah dengan anamnesa yang baik
·       Penilaian terhadap status metaboik dan hormonal: melakukan pemeriksaan laboratorium, terutama elektrolit, kadar hormon (hCG, fungsi tiroid, b-hCG kuantitatif), Urinalisis, H-pylori, darah lengkap (untuk mengetahui tanda awal dari infeksi), fungsi hati, dan glukosa.
·       Pemeriksaan USG untuk menyingkirkan penyakit trofoblas pada kehamilan, melihat kehamilan kembar, kelainan kandung empedu dan pankreas.
·       Monitor intake dan ouput
·       Pencatatan perubahan berat badan
·       Memeriksa keton urine, minimal 8 jam sekali.

2.       Rehidrasi
Rehidrasi secara hati-hati dengan cairan dan vitamin. Hidrasi dilanjutkan sampai pasien dapat menoleransi makanan peroral, serta ditemukan keton urin menurun atau tidak ada sama sekali.
·       Cairan yang digunakan ialah Normal saline (NaCl 0,9%) atau RL atau Dextrose 5% (D5%). Cairan D5% digunakan untuk mengurangi pemecahan lemak.
·       Cairan intra vena dihangatkan terlebih dulu sebelum dialirkan demi kenyamanan pasien dan guna mencegah hilangnya kalori.
·       Bila pasien dehidrasi, koreksi defisiensi elektrolit sampai batas marginal, karena muntah akan berulang.
·       Pertimbangkan untuk menambahkan antioksidan seperti glutathione. Menurut penelitian HG berhubungan dengan stress oksidatif.
·       Tambahkan glukosa, vitamin (terutama B6, B12, C dan K), magnesium, termasuk pasien dalam Total Parenteral Nutrition ataupun Total Periheral Parenteral Nutrition. Gunakan teknik aseptik, karena bila terjadi sepsis akan mengancam ibu dan janin.
Yang perlu diperhatikan:
·           Onset secara tiba-tiba atau perburukan dari Wernicke’s ensefalopati setelah pemberian glukosa, biasanya karena pasien telah mengalami defisiensi thiamine. Oleh sebab itu thiamine sebaiknya diberikan sebelum atau bersamaan dengan cairan mengandung dextrose pada pasien HG dengan curiga defisiensi thiamine.
·           Rehidrasi dan koreksi elektrolit secara cepat dapat mengakibatkan komplikasi kardiovaskular dan neurologis yang fatal.

3.       Pemberian obat anti-emetik.
Analisa riwayat pengobatan dan respons dari pasien. Risiko dari obat tersebut harus benar-benar dipertimbangkan, apakah sepadan dengan sekuele dari dehidrasi dan kelaparan yang berkepanjangan.
Catatan: Intervensi dini dari obat-obatan dapat mencegah pengulangan pemberian cairan intra vena. Hentikan pemberian obat secara bertahap bila  sudah asimptomatik lebih dari 2 minggu. Hal ini dilakukan untuk mencegah kekambuhan.

4. Konsultasi multidisipliner bila dibutuhkan.
·       Fisioterapi – bila pasien dalam kedaan bed rest baik karena memang tidak dapat beranjak dari tempat tidur ataupun merupakan suatu penatalaksanaan.
o   Edukasi untuk melakukan latihan progresif untuk meminimalkan atrofi. Konsultasi dimulai saat masuk atau setelah sebulan dalam keadaan mobilitas terbatas. Terapi diteruskan sampai akhir kehamilan bila gejala berlanjut (lemah dan ambang nyeri berkurang) agar tidak menganggu proses penyembuhan dan penderita nantinya mampu merawat bayinya.
·       Gizi
o   Jika pasien mengalami penurunan berat badan sampai lebih dari 10% pada trimester pertama dan tidak menunjukkan tanda-tanda perbaikan, maka intervensi dari ahli gizi sangatlah penting. Bila tidak didukung, maka pasien memiliki risiko komplikasi dan lamanya penyembuhan.
o   Pertimbangkan diet untuk penyakit hati bila ditoleransi (tinggi karbohidrat, tidak ada lemak, sayuran segar yang dikukus, tidak ada gula, tidak ada produk susu dan pemberian makanan dalam jumlah kecil namun frekuensi sering)
·       Ahli perawatan di rumah
·       Gastroenterologi
o   Evaluasi infeksi H-pylori, dan kemungkinan komplikasi akibat muntah/refluks.

5. Pertimbangkan terapi tambahan atau alternatif seperti hipnotis, pemijatan, acupressure, dll.
6. Mengimplementasikan cara-cara perawatan yang bertujuan untuk memberi kenyamanan pasien.
·       Cairan intra vena yang hangat untuk mencegah ketidaknyamanan dan hilangnya kalori akibat menggigil kedinginan.
·       Menawarkan selimut serta kamar/ruangan yang tenang serta bebas bau-bauan.
·       Menggunakan lidokain pada insersi intra vena dan dilakukan oleh petugas yang handal, untuk mencegah luka-luka akibat percobaan memasang abocath.
·       Pemberian anti emetik dan vitamin melalui intra vena, hindari jalur intra muskular karena terdapat atrofi otot.

7. Memberikan edukasi ke pasien dan keluarga
·       Menerangkan kondisi dan penatalaksanaan yang diberikan
·       Mengajarkan pasien tanda-tanda dehidrasi dan cara untuk menggunakan ketostix di rumah.
·       Penjelasan mengenai risiko dan hasil dari penatalaksanaan
·       Pengisian lembar penilaian terhadap kemajuan keaadaan pasien
·       Memberi edukasi kepada keluarga untuk selalu memberi dukungan ke pasien









DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, F.G. Hyperemesis Gravidarum, in William Obstetrics. 21th ed. Prentice Hall International, USA: 2006.pp.1275-6.
Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri. Jakarta
Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan Edisi IV Cet. 1. Jakarta : Yayasan Bina  Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2008
Siddik D. Kelainan gastrointestinal. Dalam: Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH, ed. Ilmu kebidanan Sarwono Prawirohardjo,`ed. 4. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2008: 814-28.
Winkjosastro H. Hiperemesis Gravidarum, dalam Ilmu Kebidanan, Balai Penerbit FK UI. Jakarta: 1997.hal 275-80.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar